Pembubaran ormas tak langgar demokrasi
A
A
A
Sindonews.com – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan, penyederhanaan mekanisme pembubaran Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) tidak bertentangan dengan semangat demokrasi.
Juru Bicara Kemendagri Reydonnyzar Moenek mengatakan, jika dilihat dari fenomena saat ini, ada kebebasan yang melampaui batas atas nama civil society. Karena itu, melalui revisi UU No.8/1985 tentang Ormas, penyederhanaan pembubaran ormas yang bertindak anarkistis dilakukan untuk menjaga keseimbangan civil society.
“Jadi, yang kita lakukan adalah bagaimana menjaga keseimbangan civil society sebagai mitra, tapi peran negara harus tetap ada,” jelas Reydonnyzar di Jakarta kemarin.
Dalam UU Ormas, ujarnya, sebuah ormas dapat dibubarkan jika sudah ada keputusan hukum tetap dari lembaga peradilan. Menurut dia, saat ini proses pembubaran tersebut terlalu panjang. Padahal, bisa saja ormas tertentu ini dinilai sudah bertindak anarkistis, sehingga menimbulkan kekhawatiran publik.
Dia mencontohkan,usulan pembekuan ormas itu datang dari bupati atau wali kota. Maka, hal itu harus disampaikan pada gubernur kemudian menteri dalam negeri (mendagri).
“Setelah itu, mendagri harus koordinasi dengan kementerian terkait, baru diajukan usulan ke Mahkamah Agung (MA), dan MA memberi pertimbangan. Dari situ baru kita bisa ajukan ke mekanisme pengadilan. Belum lagi nanti ada eksekusi. Jadi prosesnya begitu panjang,”tandasnya.
Reydonnyzar mengungkapkan, Kemendagri saat ini sudah menyiapkan penyederhanaan pembubaran ormas bermasalah yang dituangkan dalam revisi UU Ormas.
Menurut dia, upaya penyederhanaan mekanisme pembubaran ormas ini sudah berdasarkan masukan berbagai pihak. Hal ini, ujarnya, tentu saja dilakukan menyusul praktik kekerasan berulang kali yang dilakukan sejumlah ormas.
Jika revisi mekanisme pembubaran ormas nantinya disetujui DPR, maka Kemendagri dapat membubarkan ormas bermasalah tanpa melalui proses panjang dan berliku.
“Jika memang ada bukti tindak pidana, kita beri peringatan sampai dua atau tiga kali. Setelah itu, kita bisa mengambil langkah, apakah itu pembekuan atau pembubaran,”tegasnya.
Sementara itu, Markas Besar Polri menyatakan tidak akan pandang bulu dalam melakukan tindakan hukum terhadap ormas anarkistis.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Saud Usman Nasution menyatakan, Polri hanya berwenang dalam melakukan tindakan hukum. Sedangkan pembinaan ormas dilakukan oleh instansi lain yang memiliki kewenangan tersebut.
“Kita proses hukum semuanya, tidak pandang bulu. Semua organisasi yang menyimpang dari aturan hukum atau anarkistis segala macam, kita akan tindak. Sedangkan pembinaan ormas kewenangan Kemendagri. Kita harapkan mereka bertindak sesuai aturan. Silakan menyampaikan pendapat, silakan berserikat segala macam,boleh. Tapi ada aturannya,” ungkap Saud di Mabes Polri, Jakarta, kemarin.
Polri, ujarnya, juga tidak bisa bersikap menggeneralisasi satu ormas. Pihaknya hanya akan melakukan tindakan hukum terhadap oknum ormas yang menyimpang.
“Kita kasuistis, tidak menyamaratakan semua. Kita proses pelakunya, karena KUHP itu menyatakan barang siapa, artinya menuju orangnya,”ucapnya.(lin)
Juru Bicara Kemendagri Reydonnyzar Moenek mengatakan, jika dilihat dari fenomena saat ini, ada kebebasan yang melampaui batas atas nama civil society. Karena itu, melalui revisi UU No.8/1985 tentang Ormas, penyederhanaan pembubaran ormas yang bertindak anarkistis dilakukan untuk menjaga keseimbangan civil society.
“Jadi, yang kita lakukan adalah bagaimana menjaga keseimbangan civil society sebagai mitra, tapi peran negara harus tetap ada,” jelas Reydonnyzar di Jakarta kemarin.
Dalam UU Ormas, ujarnya, sebuah ormas dapat dibubarkan jika sudah ada keputusan hukum tetap dari lembaga peradilan. Menurut dia, saat ini proses pembubaran tersebut terlalu panjang. Padahal, bisa saja ormas tertentu ini dinilai sudah bertindak anarkistis, sehingga menimbulkan kekhawatiran publik.
Dia mencontohkan,usulan pembekuan ormas itu datang dari bupati atau wali kota. Maka, hal itu harus disampaikan pada gubernur kemudian menteri dalam negeri (mendagri).
“Setelah itu, mendagri harus koordinasi dengan kementerian terkait, baru diajukan usulan ke Mahkamah Agung (MA), dan MA memberi pertimbangan. Dari situ baru kita bisa ajukan ke mekanisme pengadilan. Belum lagi nanti ada eksekusi. Jadi prosesnya begitu panjang,”tandasnya.
Reydonnyzar mengungkapkan, Kemendagri saat ini sudah menyiapkan penyederhanaan pembubaran ormas bermasalah yang dituangkan dalam revisi UU Ormas.
Menurut dia, upaya penyederhanaan mekanisme pembubaran ormas ini sudah berdasarkan masukan berbagai pihak. Hal ini, ujarnya, tentu saja dilakukan menyusul praktik kekerasan berulang kali yang dilakukan sejumlah ormas.
Jika revisi mekanisme pembubaran ormas nantinya disetujui DPR, maka Kemendagri dapat membubarkan ormas bermasalah tanpa melalui proses panjang dan berliku.
“Jika memang ada bukti tindak pidana, kita beri peringatan sampai dua atau tiga kali. Setelah itu, kita bisa mengambil langkah, apakah itu pembekuan atau pembubaran,”tegasnya.
Sementara itu, Markas Besar Polri menyatakan tidak akan pandang bulu dalam melakukan tindakan hukum terhadap ormas anarkistis.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Saud Usman Nasution menyatakan, Polri hanya berwenang dalam melakukan tindakan hukum. Sedangkan pembinaan ormas dilakukan oleh instansi lain yang memiliki kewenangan tersebut.
“Kita proses hukum semuanya, tidak pandang bulu. Semua organisasi yang menyimpang dari aturan hukum atau anarkistis segala macam, kita akan tindak. Sedangkan pembinaan ormas kewenangan Kemendagri. Kita harapkan mereka bertindak sesuai aturan. Silakan menyampaikan pendapat, silakan berserikat segala macam,boleh. Tapi ada aturannya,” ungkap Saud di Mabes Polri, Jakarta, kemarin.
Polri, ujarnya, juga tidak bisa bersikap menggeneralisasi satu ormas. Pihaknya hanya akan melakukan tindakan hukum terhadap oknum ormas yang menyimpang.
“Kita kasuistis, tidak menyamaratakan semua. Kita proses pelakunya, karena KUHP itu menyatakan barang siapa, artinya menuju orangnya,”ucapnya.(lin)
()