Golkar tolak politik pragmatisme
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Golkar Aburizal Bakrie menolak politik transaksional dan pragmatisme politik dalam partainya karena kedua hal tersebut bertentangan dengan doktrin dan jati diri partai.
“Saya perlu menyegarkan pemahaman kita bersama bahwa karya kekaryaan merupakan doktrin dan jati diri Partai Golkar sejak partai ini didirikan dengan mengedepankan karya nyata. Maka sesungguhnya Partai Golkar sejak awal tidak mengenal, bahkan menolak politik transaksional dan pragmatisme politik dalam berpolitik,” ujarnya dalam sambutan dan pengarahan acara Orientasi Fungsionaris Pusat Partai Golkar Angkatan I di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, kemarin.
Menurut mantan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) itu, berpolitik adalah sebuah perjuangan suci, cita-cita mulia, perjuangan untuk mewujudkan cita-cita luhur bagi terbentuknya kehidupan bangsa yang demokratis, modern, etis, dan bermanfaat.
Hal tersebut dapat tercapai apabila kadernya dalam berpolitik menggunakan panduan ideologi dan berbasis akademis yang akan membuahkan produktivitas.
“Kita semua bertanggung jawab untuk mengembangkan dan memperkuat tradisi persaingan kualitatif dan konseptual. Berkarya nyata untuk rakyat tentu saja harus dilandasi ide dan gagasan yang kuat, logis, dan mendasar yang mampu menyelesaikan permasalahan bangsa yang kompleks,”katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPP Partai Golkar Fadel Muhammad mengatakan, Partai Golkar terus menjaga kader kadernya dengan baik agar tidak terlibat berbagai masalah yang dapat merugikan partai, khususnya merugikan rakyat.
Partai Golkar, kata dia, fokus mengusung isu-isu ekonomi kerakyatan melalui Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKN). ”Saya akan konsentrasi memenangkan pemilu Ketua Umum Golkar sebagai capres,”katanya.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan ini menambahkan, pada Pemilu 2004, suara partai Golkar hilang 2,5 juta suara dan pada Pemilu 2009 hilang 2,5 juta suara yang diambil Partai Gerindra dan Hanura. Oleh karena itu, pada Pemilu 2014, Partai Golkar menargetkan 40 persen suara dari wilayah Indonesia bagian timur dan 60 persen suara dari Indonesia bagian barat.
“Saya perlu menyegarkan pemahaman kita bersama bahwa karya kekaryaan merupakan doktrin dan jati diri Partai Golkar sejak partai ini didirikan dengan mengedepankan karya nyata. Maka sesungguhnya Partai Golkar sejak awal tidak mengenal, bahkan menolak politik transaksional dan pragmatisme politik dalam berpolitik,” ujarnya dalam sambutan dan pengarahan acara Orientasi Fungsionaris Pusat Partai Golkar Angkatan I di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, kemarin.
Menurut mantan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) itu, berpolitik adalah sebuah perjuangan suci, cita-cita mulia, perjuangan untuk mewujudkan cita-cita luhur bagi terbentuknya kehidupan bangsa yang demokratis, modern, etis, dan bermanfaat.
Hal tersebut dapat tercapai apabila kadernya dalam berpolitik menggunakan panduan ideologi dan berbasis akademis yang akan membuahkan produktivitas.
“Kita semua bertanggung jawab untuk mengembangkan dan memperkuat tradisi persaingan kualitatif dan konseptual. Berkarya nyata untuk rakyat tentu saja harus dilandasi ide dan gagasan yang kuat, logis, dan mendasar yang mampu menyelesaikan permasalahan bangsa yang kompleks,”katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPP Partai Golkar Fadel Muhammad mengatakan, Partai Golkar terus menjaga kader kadernya dengan baik agar tidak terlibat berbagai masalah yang dapat merugikan partai, khususnya merugikan rakyat.
Partai Golkar, kata dia, fokus mengusung isu-isu ekonomi kerakyatan melalui Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKN). ”Saya akan konsentrasi memenangkan pemilu Ketua Umum Golkar sebagai capres,”katanya.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan ini menambahkan, pada Pemilu 2004, suara partai Golkar hilang 2,5 juta suara dan pada Pemilu 2009 hilang 2,5 juta suara yang diambil Partai Gerindra dan Hanura. Oleh karena itu, pada Pemilu 2014, Partai Golkar menargetkan 40 persen suara dari wilayah Indonesia bagian timur dan 60 persen suara dari Indonesia bagian barat.
()