PPP perlu siapkan figur lain di Pilpres
A
A
A
Sindonews.com - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) harus melirik figur selain sang ketua umum, Suryadharma Ali (SDA), bila ingin mengusung bakal calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) pada Pilpres 2014 mendatang.
Peneliti Charta Politika, Yunarto Wijaya, memandang, tidak seperti parpol lain yang memiliki kursi di DPR, peluang PPP untuk mengusung ketua umum menjadi bakal capres sangat tipis. Selain elektabilitas PPP yang terus turun dari pemilu ke pemilu, popularitas Suryadharma pun cukup rendah.
Dalam sejumlah survei elektabilitas parpol dan capres sepanjang 2011 lalu seperti yang digelar Reform Institute, Soegeng Sarjadi Syndicate, Jaringan Survei Indonesia, Institute for Strategic and Public Policy Research (Inspire), dan Lingkaran Survei Indonesia, nama Suryadharma tidak pernah masuk dalam lima besar.
”Jadi, sangat berat bagi PPP bila tetap memaksakan ketua umumnya bertarung dalam Pilpres 2014, baik sebagai capres maupun cawapres. Sosok Surdharma Ali kurang diperhitungkan. Orang hanya melihatnya sebagai tokoh dan menteri dari partai Islam,” ujar Yunarto.
Menurut dia, satu-satunya peluang PPP dalam Pemilu 2014 mendatang adalah menjadi pelopor dan lokomotif partai-partai Islam. Bila PPP berhasil dengan strategi ini, elektabilitas parpol berlambang Kakbah itu akan terdongkrak dan elektabilitas Suryadharma pun bisa naik meski tidak signifikan.
”Paling tidak, PPP mampu bertahan di papan tengah. Kalau ikut koalisi, ya tetap memiliki menteri di pemerintahan mendatang,” tandasnya.
Direktur Pengembangan Reform Institute, Abdul Hamid, pesimistis Suryadharma diusung sebagai capres maupun cawapres. Sebelum bermain di pilpres, kata dia, PPP harus lebih dulu berjuang keras untuk lolos parliamentary threshold (PT) yang kemungkinan disepakati di angka 4 persen.
”Saat ini, mengusung capres atau cawapres sendiri hanya impian politik bagi PPP. Kans Suryadharma sangat kecil,” tegas Hamid.
Dia menjelaskan, bila nanti DPR menyepakati PT sebesar 4 persen dalam Undang-Undang Pemilu, sangat mungkin yang lolos hanya enam parpol. Berdasarkan hasil survei Reform Institute beberapa waktu lalu, PPP tidak termasuk enam parpol tersebut.
Adapun untuk bisa mengusung capres, fatsun politik di Indonesia adalah parpol besar seperti Partai Demokrat, PDIP, dan Partai Golkar. Partai-partai menengah seperti Partai Amanat Nasional (PAN) dan Gerindra, lanjut dia, justru memiliki peluang lebih besar untuk berkoalisi dengan partai besar. Menurut Hamid, PAN cenderung berkoalisi dengan Demokrat. Adapun Gerindra akan merapat ke PDIP atau Golkar.
Sementara itu, PPP akan sulit berkoalisi dengan Golkar karena harus bersaing dengan partai lain. Lebih dari itu, dalam kalkulasi politik, PPP tidak akan memberikan suara signifikan terhadap Golkar.
Di tempat terpisah, Wakil Ketua Umum PPP Lukman Hakim Saefuddin mengakui bahwa partainya memang sudah melirik beberapa figur eksternal untuk didukung sebagai bakal capres.
Mereka antara lain Ketua Umum DPP PAN Hatta Rajasa dan Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie. ”Keduanya sudah digadang - gadang partai masingmasing sebagai capres.Tapi ini jalur kedua. Jalur pertama, kami tetap mengusung ketua umum,” ungkap Lukman.
PPP juga memiliki jalur ketiga dalam rencana pengusungan kandidat pilpres, yaitu melirik figur atau tokoh nonparpol. Beberapa nama, misalnya, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, dan Ketua Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Khofifah Indar Parawansa masuk dalam ”radar” PPP.
”Itu (nama-nama) yang kami pantau dan ikuti rekam jejaknya,” terang Lukman. Untuk kalangan nonparpol, kata dia, PPP mengutamakan usia yang relatif lebih muda dan tidak punya beban masa lalu.
Menurut Lukman, DPP PPP akan meminta masukan resmi tentang pencapresan dari jajaran pengurus daerah dalam musyawarah kerja nasional (mukernas) pada 21–23 Februari 2012.
Ketua DPP PPP Irgan Chairul Mahfiz menegaskan, PPP akan tetap mengutamakan ketua umum dalam pencapresan. ”Kalau hasil suara tidak mencukupi, Pak Suryadharma kan bisa jadi cawapres,” ujar Wakil Ketua Komisi IX DPR itu.
Yang jelas, kata Irgan,saat ini PPP sedang fokus pada konsolidasi untuk pemenangan pemilu legislatif.(*)
Peneliti Charta Politika, Yunarto Wijaya, memandang, tidak seperti parpol lain yang memiliki kursi di DPR, peluang PPP untuk mengusung ketua umum menjadi bakal capres sangat tipis. Selain elektabilitas PPP yang terus turun dari pemilu ke pemilu, popularitas Suryadharma pun cukup rendah.
Dalam sejumlah survei elektabilitas parpol dan capres sepanjang 2011 lalu seperti yang digelar Reform Institute, Soegeng Sarjadi Syndicate, Jaringan Survei Indonesia, Institute for Strategic and Public Policy Research (Inspire), dan Lingkaran Survei Indonesia, nama Suryadharma tidak pernah masuk dalam lima besar.
”Jadi, sangat berat bagi PPP bila tetap memaksakan ketua umumnya bertarung dalam Pilpres 2014, baik sebagai capres maupun cawapres. Sosok Surdharma Ali kurang diperhitungkan. Orang hanya melihatnya sebagai tokoh dan menteri dari partai Islam,” ujar Yunarto.
Menurut dia, satu-satunya peluang PPP dalam Pemilu 2014 mendatang adalah menjadi pelopor dan lokomotif partai-partai Islam. Bila PPP berhasil dengan strategi ini, elektabilitas parpol berlambang Kakbah itu akan terdongkrak dan elektabilitas Suryadharma pun bisa naik meski tidak signifikan.
”Paling tidak, PPP mampu bertahan di papan tengah. Kalau ikut koalisi, ya tetap memiliki menteri di pemerintahan mendatang,” tandasnya.
Direktur Pengembangan Reform Institute, Abdul Hamid, pesimistis Suryadharma diusung sebagai capres maupun cawapres. Sebelum bermain di pilpres, kata dia, PPP harus lebih dulu berjuang keras untuk lolos parliamentary threshold (PT) yang kemungkinan disepakati di angka 4 persen.
”Saat ini, mengusung capres atau cawapres sendiri hanya impian politik bagi PPP. Kans Suryadharma sangat kecil,” tegas Hamid.
Dia menjelaskan, bila nanti DPR menyepakati PT sebesar 4 persen dalam Undang-Undang Pemilu, sangat mungkin yang lolos hanya enam parpol. Berdasarkan hasil survei Reform Institute beberapa waktu lalu, PPP tidak termasuk enam parpol tersebut.
Adapun untuk bisa mengusung capres, fatsun politik di Indonesia adalah parpol besar seperti Partai Demokrat, PDIP, dan Partai Golkar. Partai-partai menengah seperti Partai Amanat Nasional (PAN) dan Gerindra, lanjut dia, justru memiliki peluang lebih besar untuk berkoalisi dengan partai besar. Menurut Hamid, PAN cenderung berkoalisi dengan Demokrat. Adapun Gerindra akan merapat ke PDIP atau Golkar.
Sementara itu, PPP akan sulit berkoalisi dengan Golkar karena harus bersaing dengan partai lain. Lebih dari itu, dalam kalkulasi politik, PPP tidak akan memberikan suara signifikan terhadap Golkar.
Di tempat terpisah, Wakil Ketua Umum PPP Lukman Hakim Saefuddin mengakui bahwa partainya memang sudah melirik beberapa figur eksternal untuk didukung sebagai bakal capres.
Mereka antara lain Ketua Umum DPP PAN Hatta Rajasa dan Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie. ”Keduanya sudah digadang - gadang partai masingmasing sebagai capres.Tapi ini jalur kedua. Jalur pertama, kami tetap mengusung ketua umum,” ungkap Lukman.
PPP juga memiliki jalur ketiga dalam rencana pengusungan kandidat pilpres, yaitu melirik figur atau tokoh nonparpol. Beberapa nama, misalnya, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, dan Ketua Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Khofifah Indar Parawansa masuk dalam ”radar” PPP.
”Itu (nama-nama) yang kami pantau dan ikuti rekam jejaknya,” terang Lukman. Untuk kalangan nonparpol, kata dia, PPP mengutamakan usia yang relatif lebih muda dan tidak punya beban masa lalu.
Menurut Lukman, DPP PPP akan meminta masukan resmi tentang pencapresan dari jajaran pengurus daerah dalam musyawarah kerja nasional (mukernas) pada 21–23 Februari 2012.
Ketua DPP PPP Irgan Chairul Mahfiz menegaskan, PPP akan tetap mengutamakan ketua umum dalam pencapresan. ”Kalau hasil suara tidak mencukupi, Pak Suryadharma kan bisa jadi cawapres,” ujar Wakil Ketua Komisi IX DPR itu.
Yang jelas, kata Irgan,saat ini PPP sedang fokus pada konsolidasi untuk pemenangan pemilu legislatif.(*)
()