Amendemen UUD 1945, perlu kajian mendalam
A
A
A
Sindonews.com - Sejumlah tokoh nasional menilai bahwa usul melakukan amendemen kelima terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 masih perlu kajian mendalam.
Hal ini terungkap dalam diskusi Pekan Konstitusi yang digelar International Conference of Islamic Scholars (ICIS) di Jakarta kemarin.
Diskusi ini dihadiri sejumlah tokoh nasional, di antaranya mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman, Sekjen ICIS Hasyim Muzadi, Wakil Ketua MPR Hajriyanto Thohari, Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Tjahjo Kumolo, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin,Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, mantan wakil presiden era Orde BaruTry Soetrisno.
Jusuf Kalla dalam keynote speech-nya mengatakan, konstitusi adalah kesepakatan bersama bangsa Indonesia sebagai dasar bernegara. Konstitusi menjadi acuan untuk arah dan prinsip dasar menentukan tujuan bangsa, juga hak serta kewajiban setiap elemen bangsa Indonesia.
”UUD kita kan sudah empat kali amendemen. Mulai UUD 1945, kemudian jadi UUDS, lalu kembali ke UUD hingga setelah masa Reformasi menjadi UUD hasil amendemen. Artinya konstitusi berupa UUD 1945 tetaplah buatan kita sebagai manusia dan dia bukan kitab suci yang tak bisa diubah,” ungkap Kalla.
Menurut Kalla, UUD 1945 bisa diubah kapan saja, tetapi mekanismenya tidak gampang dan tak bisa seenaknya. Itu karena dasar-dasar demokrasi bagi Indonesia ada dalam UUD 1945 di mana demokrasi sudah menjadi sistem dalam bernegara.
Mengenai sistem parlemen bikameral yang diusulkan DPD dalam rencana amendemen UUD 1945, Kalla menilai hal itu cukup baik dari sisi sistem check and balance di parlemen. Namun, jangan sampai pelaksanaan sistem itu kemudian menjadikan parlemen boros dan kinerjanya makin buruk.
”Memang perlu kajian lebih jauh lagi tentang efektivitas sistem check and balance tadi. Sebab yang mengawasi DPR, MK, KPK tidak ada. Semua lembaga ini atasannya adalah Tuhan. Mungkin dari sini ada pijakan untuk mengusulkan amendemen,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dalam sambutan tertulisnya mengatakan, ada banyak pertimbangan pemikiran yang harus didalami dalam menanggapi wacana amendemen kelima UUD 1945 yang digulirkan DPD. Mega menjelaskan, amendemen UUD 1945 harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan tidak boleh lepas dari sejarah pembentukannya.
”Bagi kami, amendemen kalau akhirnya harus dilakukan ya harus mengembalikan lagi spirit UUD pada suasana kebatinan pendiri bangsa. Mengembalikan kedaulatan rakyat di atas segalanya,” tegas Mega dalam pidato yang dibacakan Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo.
Ketua DPD Irman Gusman mengatakan bahwa usulan amendemen terhadap UUD 1945 sebenarnya mendapat banyak dukungan dari berbagai tokoh dan kalangan politisi. ”Kalau kita cermati dari pidato-pidato para tokoh, semua berisi bahwa diberi ruang untuk amendemen. Ini sangat bagus,” ujar Irman.
Pemahaman yang berkembang dalam diskusi ICIS, kata dia, amendemen dibutuhkan untuk check and balances bagi parlemen. DPR yang begitu kuat tanpa ada penyeimbang telah terbukti tak efektif dalam bekerja.
Sekjen ICIS Hasyim Muzadi mengatakan, perbaikan terhadap UUD 1945 harus dilakukan secara menyeluruh sehingga perlu kajian lebih dalam. Dari tujuh usulan amendemen yang ada saat ini, semua baru sekadar berdasarkan kepentingan politik masing-masing.
”DPD berpikir dari sisi kepentingan dia tentang penguatan lembaga dan yang lain juga dari sisi kepentingan mereka. Makanya perlu kajian dan pendalaman terlebih dulu, kemudian baru ketahuan apakah memang perlu amendemen atau malah tidak perlu,” ungkapnya.
Mantan Ketua Umum PBNU itu menambahkan,usulan amendemen UUD tak bisa hanya mengangkut masalah konstitusi dan hukum, tapi juga masalah kepentingan politik dan kekuasaan. Oleh karena itu, terang dia, Pekan Konstitusi yang digelar ICIS akan dibagi tiga tahap.
Tahap pertama mengundang tokoh-tokoh nasional, tahap kedua akan diundang parpol-parpol, sedangkan tahap ketiga akan diambil kesimpulan dan bagaimana mengatur kepentingan-kepentingan yang ada.(*)
Hal ini terungkap dalam diskusi Pekan Konstitusi yang digelar International Conference of Islamic Scholars (ICIS) di Jakarta kemarin.
Diskusi ini dihadiri sejumlah tokoh nasional, di antaranya mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman, Sekjen ICIS Hasyim Muzadi, Wakil Ketua MPR Hajriyanto Thohari, Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Tjahjo Kumolo, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin,Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, mantan wakil presiden era Orde BaruTry Soetrisno.
Jusuf Kalla dalam keynote speech-nya mengatakan, konstitusi adalah kesepakatan bersama bangsa Indonesia sebagai dasar bernegara. Konstitusi menjadi acuan untuk arah dan prinsip dasar menentukan tujuan bangsa, juga hak serta kewajiban setiap elemen bangsa Indonesia.
”UUD kita kan sudah empat kali amendemen. Mulai UUD 1945, kemudian jadi UUDS, lalu kembali ke UUD hingga setelah masa Reformasi menjadi UUD hasil amendemen. Artinya konstitusi berupa UUD 1945 tetaplah buatan kita sebagai manusia dan dia bukan kitab suci yang tak bisa diubah,” ungkap Kalla.
Menurut Kalla, UUD 1945 bisa diubah kapan saja, tetapi mekanismenya tidak gampang dan tak bisa seenaknya. Itu karena dasar-dasar demokrasi bagi Indonesia ada dalam UUD 1945 di mana demokrasi sudah menjadi sistem dalam bernegara.
Mengenai sistem parlemen bikameral yang diusulkan DPD dalam rencana amendemen UUD 1945, Kalla menilai hal itu cukup baik dari sisi sistem check and balance di parlemen. Namun, jangan sampai pelaksanaan sistem itu kemudian menjadikan parlemen boros dan kinerjanya makin buruk.
”Memang perlu kajian lebih jauh lagi tentang efektivitas sistem check and balance tadi. Sebab yang mengawasi DPR, MK, KPK tidak ada. Semua lembaga ini atasannya adalah Tuhan. Mungkin dari sini ada pijakan untuk mengusulkan amendemen,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dalam sambutan tertulisnya mengatakan, ada banyak pertimbangan pemikiran yang harus didalami dalam menanggapi wacana amendemen kelima UUD 1945 yang digulirkan DPD. Mega menjelaskan, amendemen UUD 1945 harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan tidak boleh lepas dari sejarah pembentukannya.
”Bagi kami, amendemen kalau akhirnya harus dilakukan ya harus mengembalikan lagi spirit UUD pada suasana kebatinan pendiri bangsa. Mengembalikan kedaulatan rakyat di atas segalanya,” tegas Mega dalam pidato yang dibacakan Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo.
Ketua DPD Irman Gusman mengatakan bahwa usulan amendemen terhadap UUD 1945 sebenarnya mendapat banyak dukungan dari berbagai tokoh dan kalangan politisi. ”Kalau kita cermati dari pidato-pidato para tokoh, semua berisi bahwa diberi ruang untuk amendemen. Ini sangat bagus,” ujar Irman.
Pemahaman yang berkembang dalam diskusi ICIS, kata dia, amendemen dibutuhkan untuk check and balances bagi parlemen. DPR yang begitu kuat tanpa ada penyeimbang telah terbukti tak efektif dalam bekerja.
Sekjen ICIS Hasyim Muzadi mengatakan, perbaikan terhadap UUD 1945 harus dilakukan secara menyeluruh sehingga perlu kajian lebih dalam. Dari tujuh usulan amendemen yang ada saat ini, semua baru sekadar berdasarkan kepentingan politik masing-masing.
”DPD berpikir dari sisi kepentingan dia tentang penguatan lembaga dan yang lain juga dari sisi kepentingan mereka. Makanya perlu kajian dan pendalaman terlebih dulu, kemudian baru ketahuan apakah memang perlu amendemen atau malah tidak perlu,” ungkapnya.
Mantan Ketua Umum PBNU itu menambahkan,usulan amendemen UUD tak bisa hanya mengangkut masalah konstitusi dan hukum, tapi juga masalah kepentingan politik dan kekuasaan. Oleh karena itu, terang dia, Pekan Konstitusi yang digelar ICIS akan dibagi tiga tahap.
Tahap pertama mengundang tokoh-tokoh nasional, tahap kedua akan diundang parpol-parpol, sedangkan tahap ketiga akan diambil kesimpulan dan bagaimana mengatur kepentingan-kepentingan yang ada.(*)
()