LBH Jakarta kecam keputusan Panja RUU SPPA
A
A
A
Sindonews.com - Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (RUU SPPA) segera diputuskan dari rancangan menjadi undang-udang oleh Panitia Kerja (Panja) DPR RI. Namun, ada beberapa pasal yang diubah sehingga terkesan UU itu tak berpihak pada anak.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta pun mengecam keputusan itu. Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nurcholis Hidayat menilai, Panja RUU SPPA tidak berpihak terhadap upaya perlindungan anak berhadapan dengan hukum (ABH), khususnya pemenuhan hak atas bantuan hukum.
"Dalam naskah rancangan undang-undang yang diserahkan oleh pemerintah pada tanggal 16 Februari 2011, bantuan hukum terhadap ABH, selain diakui sebagai hak, juga dirinci sebagai kewajiban prosedural yang harus dipenuhi APH," ungkap Nurcholis melalui siaran persnya kepada Sindonews, Selasa (31/1/2012).
Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 24 ayat (1) RUU SPPA versi pemerintah, yang berbunyi bahwa dalam setiap tingkat pemeriksaan, anak wajib didampingi oleh advokat.
Namun, ketentuan tersebut oleh Panja justru diubah menjadi, 'dalam setiap tingkat pemeriksaan, anak berhak mendapatkan bantuan hukum'.
"Kata 'hak' mengakibatkan tidak adanya daya paksa bagi aparat penegak hukum untuk memenuhi hak ABH atas bantuan hukum," ucapnya.
Sedangkan, jika kata 'wajib' dipertahankan, maka APH demi hukum harus memenuhinya. Lebih lanjut ia mengatakan, pelanggaran terhadap hak ini akan berdampak pada berita acara pemeriksaan yang dibuat polisi batal demi hukum, dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima. Pasal tersebut dikhawatirkan akan melindungi ABH dari praktik peradilan sesat. (lin)
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta pun mengecam keputusan itu. Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nurcholis Hidayat menilai, Panja RUU SPPA tidak berpihak terhadap upaya perlindungan anak berhadapan dengan hukum (ABH), khususnya pemenuhan hak atas bantuan hukum.
"Dalam naskah rancangan undang-undang yang diserahkan oleh pemerintah pada tanggal 16 Februari 2011, bantuan hukum terhadap ABH, selain diakui sebagai hak, juga dirinci sebagai kewajiban prosedural yang harus dipenuhi APH," ungkap Nurcholis melalui siaran persnya kepada Sindonews, Selasa (31/1/2012).
Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 24 ayat (1) RUU SPPA versi pemerintah, yang berbunyi bahwa dalam setiap tingkat pemeriksaan, anak wajib didampingi oleh advokat.
Namun, ketentuan tersebut oleh Panja justru diubah menjadi, 'dalam setiap tingkat pemeriksaan, anak berhak mendapatkan bantuan hukum'.
"Kata 'hak' mengakibatkan tidak adanya daya paksa bagi aparat penegak hukum untuk memenuhi hak ABH atas bantuan hukum," ucapnya.
Sedangkan, jika kata 'wajib' dipertahankan, maka APH demi hukum harus memenuhinya. Lebih lanjut ia mengatakan, pelanggaran terhadap hak ini akan berdampak pada berita acara pemeriksaan yang dibuat polisi batal demi hukum, dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima. Pasal tersebut dikhawatirkan akan melindungi ABH dari praktik peradilan sesat. (lin)
()