RUU Ormas akan berdayakan umat Islam?
A
A
A
Sindonews.com - Rancangan UU Ormas sedang dalam proses pembahasan panitia khusus yang dibentuk oleh DPR. Menurut anggota Komisi X DPR Nurhasan Zaidi, ada dua hal krusial tentang pro kontra RUU Ormas ini.
Pertama tentang pembubaran, dan kedua ormas Islam sebagai gerakan kontra terorisme. Mengenai pembubaran ormas radikal, anarkis dan antidemokrasi, RUU Ormas harus hati-hati dalam menetapkan kriterianya.
“Kriteria itupun harus dipahami bersama dan ormas Islam harus dalam frekuensi yang sama dalam penyikapan,” ujar Nurhasan dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (19/1/2012).
Jika yang terjadi adalah anarkisme atau kekerasan terhadap pihak lain, yang merugikan dan terbukti sah secara hukum, maka kewajiban aparat untuk segera menindak, menangkap pelaku, dan membubarkan ormas yang melakukan kekerasan tersebut. “Tetapi, dasar hukumnya juga harus kuat, tentu investigasi komprehensif mesti dilakukan dan mendengar kedua pihak secara adil,” katanya.
Menurut Nurhasan, prinsipnya adalah jangan asal tunjuk ormas, apalagi dengan stereotyping yang makin menyudutkan mereka. Front Pembela Islam (FPI) dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) adalah dua di antara beberapa ormas Islam yang sering disebut sebagai ormas radikal dan anarkis.
“Tentu harus dibuktikan dengan tegas secara hukum. Selain itu, apakah dua ormas itu berbadan hukum resmi?”
Selanjutnya, adalah peran ormas Islam dalam penanggulangan terorisme. Masih maraknya aksi dan tindakan terorisme di Indonesia, tidak bisa dinafikan, juga membuat ormas Islam kecolongan.
Ratusan ribu institusi pendidikan, sekolah, pesantren, ma’had—yang dimiliki seluruh ormas Islam, apakah tidak bisa membendung merebaknya ideologi perusak itu?
“Apakah karena rancangan kurikulum yang masih bolong-bolong, atau justru karena dukungan pemerintah yang kurang dalam aspek finansial, sehingga berujung pada tidak maksimalnya pengelolaan pendidikan kontra-terorisme di berbagai ormas Islam? Pertanyaan ini wajib dijawab oleh ormas dan pemerintah," papar Nurhasan.
Menurutnya, pemerintah kurang melakukan support pendanaan bagi lembaga pendidikan milik ormas Islam. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tidak akan bisa sendirian. Demikian juga Badan Intelejen Negara (BIN).
Justru garda depan gerakan kontra terorisme adalah ormas-ormas Islam yang memiliki banyak institusi pengkaderan dan pendidikan.
Anggaran negara idealnya diberikan dalam jumlah maksimal dan memenuhi kebutuhan bagi pendidikan keagamaan yang ramah, inklusif dan rahmatan lil ‘alamin. Alih-alih peningkatan anggaran pesantren, pemerintah justru tingkatkan persenjatai lebih banyak.
Kata dia, daripada kita meributkan wacana pembubaran ormas, lebih produktif jika berdiskusi pada penguatan peran ormas dan pengelolaannya yang selama ini lebih sering didukung masyarakat, menjadi ditopang oleh pendanaan APBN/APBD yang notabene juga adalah pajak dari rakyat.
"Tentu, dengan syarat utama transparansi dan akuntabilitas lembaganya sudah diperbaiki dan dikawal dengan benar.” tutup Nurhasan.
Pertama tentang pembubaran, dan kedua ormas Islam sebagai gerakan kontra terorisme. Mengenai pembubaran ormas radikal, anarkis dan antidemokrasi, RUU Ormas harus hati-hati dalam menetapkan kriterianya.
“Kriteria itupun harus dipahami bersama dan ormas Islam harus dalam frekuensi yang sama dalam penyikapan,” ujar Nurhasan dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (19/1/2012).
Jika yang terjadi adalah anarkisme atau kekerasan terhadap pihak lain, yang merugikan dan terbukti sah secara hukum, maka kewajiban aparat untuk segera menindak, menangkap pelaku, dan membubarkan ormas yang melakukan kekerasan tersebut. “Tetapi, dasar hukumnya juga harus kuat, tentu investigasi komprehensif mesti dilakukan dan mendengar kedua pihak secara adil,” katanya.
Menurut Nurhasan, prinsipnya adalah jangan asal tunjuk ormas, apalagi dengan stereotyping yang makin menyudutkan mereka. Front Pembela Islam (FPI) dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) adalah dua di antara beberapa ormas Islam yang sering disebut sebagai ormas radikal dan anarkis.
“Tentu harus dibuktikan dengan tegas secara hukum. Selain itu, apakah dua ormas itu berbadan hukum resmi?”
Selanjutnya, adalah peran ormas Islam dalam penanggulangan terorisme. Masih maraknya aksi dan tindakan terorisme di Indonesia, tidak bisa dinafikan, juga membuat ormas Islam kecolongan.
Ratusan ribu institusi pendidikan, sekolah, pesantren, ma’had—yang dimiliki seluruh ormas Islam, apakah tidak bisa membendung merebaknya ideologi perusak itu?
“Apakah karena rancangan kurikulum yang masih bolong-bolong, atau justru karena dukungan pemerintah yang kurang dalam aspek finansial, sehingga berujung pada tidak maksimalnya pengelolaan pendidikan kontra-terorisme di berbagai ormas Islam? Pertanyaan ini wajib dijawab oleh ormas dan pemerintah," papar Nurhasan.
Menurutnya, pemerintah kurang melakukan support pendanaan bagi lembaga pendidikan milik ormas Islam. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tidak akan bisa sendirian. Demikian juga Badan Intelejen Negara (BIN).
Justru garda depan gerakan kontra terorisme adalah ormas-ormas Islam yang memiliki banyak institusi pengkaderan dan pendidikan.
Anggaran negara idealnya diberikan dalam jumlah maksimal dan memenuhi kebutuhan bagi pendidikan keagamaan yang ramah, inklusif dan rahmatan lil ‘alamin. Alih-alih peningkatan anggaran pesantren, pemerintah justru tingkatkan persenjatai lebih banyak.
Kata dia, daripada kita meributkan wacana pembubaran ormas, lebih produktif jika berdiskusi pada penguatan peran ormas dan pengelolaannya yang selama ini lebih sering didukung masyarakat, menjadi ditopang oleh pendanaan APBN/APBD yang notabene juga adalah pajak dari rakyat.
"Tentu, dengan syarat utama transparansi dan akuntabilitas lembaganya sudah diperbaiki dan dikawal dengan benar.” tutup Nurhasan.
()