Hatta Rajasa lebih pas jadi Cawapres
A
A
A
Sindonews.com– Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa dinilai lebih tepat diusung menjadi bakal Calon wakil presiden (Cawapres) ketimbang menjadi bakal capres. Ini dilihat dari tren elektabilitas PAN berdasarkan tiga pemilu sebelumnya dan survei elektabilitas Hatta sendiri.
Pengamat politik dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung Indra Perwira memaparkan, berdasarkan sejumlah survei yang digelar pada 2011, bila Pemilihan presiden (Pilpres) dilaksanakan saat survei dilakukan,elektabilitas Hatta hanya berkisar antara 1,6% hingga 10%.
Perolehan suara PAN pada Pemilu 1999, 2004, dan 2009 pun belum pernah masuk tiga besar sehingga untuk 2014 pun bila tidak merosot , trennya tidak akan jauh berbeda (lihat data grafis).
Selain itu, kata Indra, sosok Hatta yang berasal dari luar Jawa akan membuat resistensi terhadap pencapresannya cukup tinggi, baik dari kalangan elite maupun pemilih riil.
Meski konstitusi memberi kebebasan bagi setiap warga negara Indonesia (WNI) untuk mencalonkan diri, pengalaman sejarah membuktikan bahwa mayoritas presiden di Indonesia berasal dari Jawa.
Faktor etnik dan budaya masih diperhitungkan dalam pertarungan politik di Indonesia.“Saya tidak yakin dia akan mendapat respons dari Jawa.Dia (Hatta) kantidak terlalu vokal. Sulit bertarung dalam pemilu legislatif dan pilpres bila PAN tetap mempertahankan Hatta sebagai bakal capres. Realistis saja. Lebih baik dia diusung menjadi bakal cawapres,” ujar Indra Jakarta, Selasa, 17 Januari 2012.
Selain PAN hanya parpol menengah, lanjut Indra, sosok Hatta sebagai bakal capres tidak muncul dari aspirasi publik, melainkan dari kalangan elite pengurus PAN baik pusat maupun daerah. Sebaliknya, bila Hatta diusung sebagai bakal cawapres,peluangnya lebih terbuka. Pemilih akan lebih melihat sosok capres dibandingkan cawapres.
Kualitas Hatta yang sudah teruji dan berkinerja baik sebagai menteri dalam beberapa era pemerintahan akan sangat diperhitungkan kawan maupun lawan politiknya. Hatta pun selama ini dikenal tidak memiliki musuh politik secara terbuka dan selalu memiliki hubungan baik dengan berbagai kekuatan politik yang ada.
“Dengan menjagokan Hatta sebagai bakal cawapres, cocoknya PAN berkoalisi dengan Partai Demokrat, Partai Golkar, atau PDIP. Yang paling memungkinkan adalah Demokrat. Selama ini kan PAN berkoalisi dengan Demokrat. Ini akan lebih memudahkan daripada dengan PDIP,”terang Indra.
Senada dengan Indra, pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit menilai sosok Hatta yang berasal dari luar Jawa agak sulit diusung sebagai bakal capres.
Dia mencontohkan pencalonan mantan Wapres Jusuf Kalla sebagai capres pada Pilpres 2009 lalu.Kendati kampanye Kalla lebih menarik dibandingkan SBY,masyarakat yang memilihnya sebagian besar berada di Indonesia timur.
“Sekalipun Indonesia telah merdeka selama 66 tahun, persoalan suku dan budaya tidak bisa dimungkiri menjadi basis sosial.Ini berkaitan dengan pemilu. Paling jatah Hatta memang sebagai cawapres,” ungkap Arbi.
Tak hanya itu, faktor lain yang memengaruhi pertarungan dalam pemilu adalah kemampuan figur yang diusung menjadi capres dalam menyelenggarakan pemerintahan. Dia menilai Hatta perlu lebih menunjukkan kualitasnya sebagai menko perekonomian.
“Kondisi sosial, ekonomi, dan politik tidak memungkinkan bagi Hatta menjadi bakal capres. Tapi sebagai bakal cawapres, dia bisa jadi pilihan utama,” imbuh Arbi.
Peneliti senior Lembaga Survey Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi menyatakan, biasanya bila bakal capres berasal dari luar Jawa, pasangan pendampingnya sebagai bakal cawapres berasal dari Jawa. Sebaliknya,bila bakal cawapres bukan dari Jawa, bakal capresnya akan berasal dari Jawa.
Kendati demikian, Burhanuddin belum melihat ada calon dominan dari beberapa parpol yang sudah menjagokan kandidatnya sebagai bakal capres seperti PAN,Partai Golkar,dan Partai Garindra.
“Masih ada waktu 2,5 tahun lagi. Kalau tetap ingin pimpinan parpolnya menjadi capres, semua jajaran harus kerja keras. Ada bagusnya juga partai sekarang sudah mengusung capres meski belum resmi. Setidaknya,itu bisa membangkitkan motivasi seluruh jajaran hingga daerah untuk berjuang demi pemenangan pemilu. Ada sesuatu yang diperjuangkan bersama, ” ujarnya.
Sementara itu,Wakil Sekjen DPP PAN Viva Yoga mengingatkan berbagai pihak agar tidak berpikir SARA. “Kalau ada pengurus parpol, pengamat, dan anggota DPR yang masih mempersoalkan suku bangsa, justru mereka yang tidak nasionalis dan rasis.Indonesia disatukan suku bangsa. Mereka tidak menghargai pluralisme,” katanya.
Bagaimana bila secara realistis masyarakat pemilih di Indonesia memang masih mempertimbangkan Jawa-Luar Jawa? “Berarti orang-orang seperti itu berpikir sempit. Pola pikir yang demikian dapat merusak sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia. Agama dan suku kita bukan permintaan kita.Itu adalah pemberian dari Tuhan. Kalau berpikir seperti ini dipertahankan bisa merusak integritas bangsa,” tegas Viva.
Viva menekankan, PAN akan terus memperjuangkan Hatta sebagai bakal capres.Dia mengingatkan, Hatta adalah teknokrat yang sangat layak menjadi presiden. Kemampuannya dalam mengelola pemerintahan tidak diragukan.
Yoga tidak memungkiri bahwa tren suara PAN membuat parpol yang dibidani Amien Rais ini membutuhkan koalisi dengan partai lain. Itulah sebabnya, PAN mulai berkonsolidasi dan gencar melakukan komunikasi politik dengan berbagai kekuatan politik.
Ketua DPP PAN Bima Arya menambahkan, rekam jejak dan kapasitas merupakan salah satu faktor penting dalam mengusung bakal capres. “Bila kedua faktor itu terpenuhi, secara otomatis popularitas dan elektabilitas akan mengikuti dengan sendirinya. Itu pula yang kami yakini saat mengusung Bang Hatta,” tandasnya.
Akademisi dari Universitas Paramadina Mulya itu tidak membantah bahwa koalisi dengan Partai Demokrat terbuka lebar pada 2014. Namun, kepastiannya tentu menunggu hasil pemilu legislatif.
Pengamat politik dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung Indra Perwira memaparkan, berdasarkan sejumlah survei yang digelar pada 2011, bila Pemilihan presiden (Pilpres) dilaksanakan saat survei dilakukan,elektabilitas Hatta hanya berkisar antara 1,6% hingga 10%.
Perolehan suara PAN pada Pemilu 1999, 2004, dan 2009 pun belum pernah masuk tiga besar sehingga untuk 2014 pun bila tidak merosot , trennya tidak akan jauh berbeda (lihat data grafis).
Selain itu, kata Indra, sosok Hatta yang berasal dari luar Jawa akan membuat resistensi terhadap pencapresannya cukup tinggi, baik dari kalangan elite maupun pemilih riil.
Meski konstitusi memberi kebebasan bagi setiap warga negara Indonesia (WNI) untuk mencalonkan diri, pengalaman sejarah membuktikan bahwa mayoritas presiden di Indonesia berasal dari Jawa.
Faktor etnik dan budaya masih diperhitungkan dalam pertarungan politik di Indonesia.“Saya tidak yakin dia akan mendapat respons dari Jawa.Dia (Hatta) kantidak terlalu vokal. Sulit bertarung dalam pemilu legislatif dan pilpres bila PAN tetap mempertahankan Hatta sebagai bakal capres. Realistis saja. Lebih baik dia diusung menjadi bakal cawapres,” ujar Indra Jakarta, Selasa, 17 Januari 2012.
Selain PAN hanya parpol menengah, lanjut Indra, sosok Hatta sebagai bakal capres tidak muncul dari aspirasi publik, melainkan dari kalangan elite pengurus PAN baik pusat maupun daerah. Sebaliknya, bila Hatta diusung sebagai bakal cawapres,peluangnya lebih terbuka. Pemilih akan lebih melihat sosok capres dibandingkan cawapres.
Kualitas Hatta yang sudah teruji dan berkinerja baik sebagai menteri dalam beberapa era pemerintahan akan sangat diperhitungkan kawan maupun lawan politiknya. Hatta pun selama ini dikenal tidak memiliki musuh politik secara terbuka dan selalu memiliki hubungan baik dengan berbagai kekuatan politik yang ada.
“Dengan menjagokan Hatta sebagai bakal cawapres, cocoknya PAN berkoalisi dengan Partai Demokrat, Partai Golkar, atau PDIP. Yang paling memungkinkan adalah Demokrat. Selama ini kan PAN berkoalisi dengan Demokrat. Ini akan lebih memudahkan daripada dengan PDIP,”terang Indra.
Senada dengan Indra, pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit menilai sosok Hatta yang berasal dari luar Jawa agak sulit diusung sebagai bakal capres.
Dia mencontohkan pencalonan mantan Wapres Jusuf Kalla sebagai capres pada Pilpres 2009 lalu.Kendati kampanye Kalla lebih menarik dibandingkan SBY,masyarakat yang memilihnya sebagian besar berada di Indonesia timur.
“Sekalipun Indonesia telah merdeka selama 66 tahun, persoalan suku dan budaya tidak bisa dimungkiri menjadi basis sosial.Ini berkaitan dengan pemilu. Paling jatah Hatta memang sebagai cawapres,” ungkap Arbi.
Tak hanya itu, faktor lain yang memengaruhi pertarungan dalam pemilu adalah kemampuan figur yang diusung menjadi capres dalam menyelenggarakan pemerintahan. Dia menilai Hatta perlu lebih menunjukkan kualitasnya sebagai menko perekonomian.
“Kondisi sosial, ekonomi, dan politik tidak memungkinkan bagi Hatta menjadi bakal capres. Tapi sebagai bakal cawapres, dia bisa jadi pilihan utama,” imbuh Arbi.
Peneliti senior Lembaga Survey Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi menyatakan, biasanya bila bakal capres berasal dari luar Jawa, pasangan pendampingnya sebagai bakal cawapres berasal dari Jawa. Sebaliknya,bila bakal cawapres bukan dari Jawa, bakal capresnya akan berasal dari Jawa.
Kendati demikian, Burhanuddin belum melihat ada calon dominan dari beberapa parpol yang sudah menjagokan kandidatnya sebagai bakal capres seperti PAN,Partai Golkar,dan Partai Garindra.
“Masih ada waktu 2,5 tahun lagi. Kalau tetap ingin pimpinan parpolnya menjadi capres, semua jajaran harus kerja keras. Ada bagusnya juga partai sekarang sudah mengusung capres meski belum resmi. Setidaknya,itu bisa membangkitkan motivasi seluruh jajaran hingga daerah untuk berjuang demi pemenangan pemilu. Ada sesuatu yang diperjuangkan bersama, ” ujarnya.
Sementara itu,Wakil Sekjen DPP PAN Viva Yoga mengingatkan berbagai pihak agar tidak berpikir SARA. “Kalau ada pengurus parpol, pengamat, dan anggota DPR yang masih mempersoalkan suku bangsa, justru mereka yang tidak nasionalis dan rasis.Indonesia disatukan suku bangsa. Mereka tidak menghargai pluralisme,” katanya.
Bagaimana bila secara realistis masyarakat pemilih di Indonesia memang masih mempertimbangkan Jawa-Luar Jawa? “Berarti orang-orang seperti itu berpikir sempit. Pola pikir yang demikian dapat merusak sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia. Agama dan suku kita bukan permintaan kita.Itu adalah pemberian dari Tuhan. Kalau berpikir seperti ini dipertahankan bisa merusak integritas bangsa,” tegas Viva.
Viva menekankan, PAN akan terus memperjuangkan Hatta sebagai bakal capres.Dia mengingatkan, Hatta adalah teknokrat yang sangat layak menjadi presiden. Kemampuannya dalam mengelola pemerintahan tidak diragukan.
Yoga tidak memungkiri bahwa tren suara PAN membuat parpol yang dibidani Amien Rais ini membutuhkan koalisi dengan partai lain. Itulah sebabnya, PAN mulai berkonsolidasi dan gencar melakukan komunikasi politik dengan berbagai kekuatan politik.
Ketua DPP PAN Bima Arya menambahkan, rekam jejak dan kapasitas merupakan salah satu faktor penting dalam mengusung bakal capres. “Bila kedua faktor itu terpenuhi, secara otomatis popularitas dan elektabilitas akan mengikuti dengan sendirinya. Itu pula yang kami yakini saat mengusung Bang Hatta,” tandasnya.
Akademisi dari Universitas Paramadina Mulya itu tidak membantah bahwa koalisi dengan Partai Demokrat terbuka lebar pada 2014. Namun, kepastiannya tentu menunggu hasil pemilu legislatif.
()