Kurang tenggang rasa
A
A
A
Sindonews.com-Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terus menuai kontroversi. Beberapa anggaran yang diperuntukkan bagi wakil rakyat ini mengundang tanda tanya,yaitu mengenai besaran nilai sebuah proyek.
Misalnya dana renovasi toilet gedung DPR sebesar Rp2 miliar, anggaran renovasi gedung DPR sebesar Rp500 miliar, anggaran renovasi gedung Badan Anggaran (Banggar) Rp20,3 miliar, anggaran pembuatan kalender Rp1,3 miliar hingga anggaran vitamin untuk anggota DPR sebesar Rp1 miliar adalah anggaran yang fantastis. Untuk renovasi gedung Banggar DPR,satu kursi yang diimpor dari Jerman berharga Rp24 juta.
Kalender DPR yang dicetak 11.200 eksemplar jika dihitung juga mencapai Rp116.000 per kalender.Angka-angka yang muncul untuk fasilitas anggota DPR ini memang terlalu mahal bagi masyarakat Indonesia.
Harga kursi yang mencapai puluhan juta dan harga satu kalender yang mencapai Rp116.000 seolah tidak bisa masuk pada logika masyarakat Indonesia. DPR adalah wakil rakyat Indonesia.
Tindak tanduk dan perilaku dari anggota DPR seharusnya berkaca pada masyarakat Indonesia. Apa yang dibutuhkan oleh anggota DPR,dalam hal ini fasilitas ataupun kebutuhan penunjang, harus disesuaikan dengan “wajah” masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia lebih berwajah sederhana dan Indonesia bukanlah negara maju atau lebih tepatnya adalah negara berkembang.
Cermin kesederhanaan yang dimiliki masyarakat Indonesia inilah yang seharusnya dimiliki para anggota DPR karena mereka ada karena peran masyarakat.Hal-hal yang mengemuka di lingkungan DPR dengan anggaran yang fantastis tersebut bukanlah cermin masyarakat Indonesia. DPR harusnya sadar bahwa apa yang dilakukannya telah memantik tanggapan negatif.
DPR harusnya sadar jika itu diteruskan, jangan salahkan masyarakat bila mereka antipati dengan politik di negeri ini. DPR seharusnya tahu tentang arti kata tenggang rasa atau tepa selira.Sikap tenggang rasa ini adalah cermin.
Bila tetangga tengah berdukacita, karena ada rasa tenggang rasa, kita tidak akan memutar musik dengan volume kencang. Ketika ada tetangga yang tengah sakit,karena tenggang rasa,kita tidak akan membuat kegaduhan karena akan mengganggu sang tetangga.
Itulah tenggang rasa.Intinya kita hidup harus becermin dengan apa yang terjadi di lingkungan kita. Tenggang rasa memang bukan sebuah hukum formal, tetapi hanya sebuah norma untuk kebaikan dan kepantasan. Sebuah cara agar hidup ini bisa berjalan dengan selaras tanpa ada prasangka. Tenggang rasa dijalankan agar ada hubungan yang harmonis antarsesama.
Keharmonisan ini yang akan membawa kita ke aras keselarasan. Cara-cara DPR belakangan ini telah dan semakin membuat hubungan dengan masyarakat kurang harmonis.Padahal,sebagai wakil rakyat Indonesia, sudah seharusnya dan sepantasnya hubungan antara wakil dan yang diwakili selaras. Jika tidak,yang akan terjadi adalah sebuah kegaduhan yang akan mengganggu jalannya roda pembangunan negeri ini.
DPR harus menyadari bahwa masyarakat lebih banyak memberikan rapor merah kepada mereka. DPR tidak perlu mengelak tentang pandangan negatif tersebut. Memang masih ada anggota DPR yang menggunakan tenggang rasa terhadap kondisi masyarakat Indonesia, tetapi masih lebih banyak yang belum. Sudah waktunya DPR menggunakan masyarakat Indonesia sebagai cermin dalam bertindak-tanduk.
Sudah waktunya pula DPR mengedepankan tenggang rasa terhadap kondisi masyarakat Indonesia saat ini.Sudah waktunya DPR menyadari bahwa apa yang telah dilakukan selama ini telah menyakiti norma kesederhanaan masyarakat Indonesia. Semoga.
Misalnya dana renovasi toilet gedung DPR sebesar Rp2 miliar, anggaran renovasi gedung DPR sebesar Rp500 miliar, anggaran renovasi gedung Badan Anggaran (Banggar) Rp20,3 miliar, anggaran pembuatan kalender Rp1,3 miliar hingga anggaran vitamin untuk anggota DPR sebesar Rp1 miliar adalah anggaran yang fantastis. Untuk renovasi gedung Banggar DPR,satu kursi yang diimpor dari Jerman berharga Rp24 juta.
Kalender DPR yang dicetak 11.200 eksemplar jika dihitung juga mencapai Rp116.000 per kalender.Angka-angka yang muncul untuk fasilitas anggota DPR ini memang terlalu mahal bagi masyarakat Indonesia.
Harga kursi yang mencapai puluhan juta dan harga satu kalender yang mencapai Rp116.000 seolah tidak bisa masuk pada logika masyarakat Indonesia. DPR adalah wakil rakyat Indonesia.
Tindak tanduk dan perilaku dari anggota DPR seharusnya berkaca pada masyarakat Indonesia. Apa yang dibutuhkan oleh anggota DPR,dalam hal ini fasilitas ataupun kebutuhan penunjang, harus disesuaikan dengan “wajah” masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia lebih berwajah sederhana dan Indonesia bukanlah negara maju atau lebih tepatnya adalah negara berkembang.
Cermin kesederhanaan yang dimiliki masyarakat Indonesia inilah yang seharusnya dimiliki para anggota DPR karena mereka ada karena peran masyarakat.Hal-hal yang mengemuka di lingkungan DPR dengan anggaran yang fantastis tersebut bukanlah cermin masyarakat Indonesia. DPR harusnya sadar bahwa apa yang dilakukannya telah memantik tanggapan negatif.
DPR harusnya sadar jika itu diteruskan, jangan salahkan masyarakat bila mereka antipati dengan politik di negeri ini. DPR seharusnya tahu tentang arti kata tenggang rasa atau tepa selira.Sikap tenggang rasa ini adalah cermin.
Bila tetangga tengah berdukacita, karena ada rasa tenggang rasa, kita tidak akan memutar musik dengan volume kencang. Ketika ada tetangga yang tengah sakit,karena tenggang rasa,kita tidak akan membuat kegaduhan karena akan mengganggu sang tetangga.
Itulah tenggang rasa.Intinya kita hidup harus becermin dengan apa yang terjadi di lingkungan kita. Tenggang rasa memang bukan sebuah hukum formal, tetapi hanya sebuah norma untuk kebaikan dan kepantasan. Sebuah cara agar hidup ini bisa berjalan dengan selaras tanpa ada prasangka. Tenggang rasa dijalankan agar ada hubungan yang harmonis antarsesama.
Keharmonisan ini yang akan membawa kita ke aras keselarasan. Cara-cara DPR belakangan ini telah dan semakin membuat hubungan dengan masyarakat kurang harmonis.Padahal,sebagai wakil rakyat Indonesia, sudah seharusnya dan sepantasnya hubungan antara wakil dan yang diwakili selaras. Jika tidak,yang akan terjadi adalah sebuah kegaduhan yang akan mengganggu jalannya roda pembangunan negeri ini.
DPR harus menyadari bahwa masyarakat lebih banyak memberikan rapor merah kepada mereka. DPR tidak perlu mengelak tentang pandangan negatif tersebut. Memang masih ada anggota DPR yang menggunakan tenggang rasa terhadap kondisi masyarakat Indonesia, tetapi masih lebih banyak yang belum. Sudah waktunya DPR menggunakan masyarakat Indonesia sebagai cermin dalam bertindak-tanduk.
Sudah waktunya pula DPR mengedepankan tenggang rasa terhadap kondisi masyarakat Indonesia saat ini.Sudah waktunya DPR menyadari bahwa apa yang telah dilakukan selama ini telah menyakiti norma kesederhanaan masyarakat Indonesia. Semoga.
()