Swing voter dominan di 2014

Jum'at, 13 Januari 2012 - 08:10 WIB
Swing voter dominan di 2014
Swing voter dominan di 2014
A A A
Sindonews.com - Persentase swing voter atau kelompok pemilih masa mengambang pada Pemilu 2014 diprediksi bakal meningkat hingga 80 persen. Dengan begitu, rebutan ceruk pemilih antarpartai politik (parpol) sudah tak relevan.

”Kami telah lakukan analisis dan kajian berkali-kali tentang jumlah masyarakat yang loyal pada parpol atau ideologi tertentu. Ternyata jumlahnya maksimal 20 persen. Adapun persentase swing voter mencapai 80 persen. Artinya masyarakat yang belum menentukan pilihan partai atau masih berubahubah pilihan mencapai 80 persen,” ujar peneliti dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), Burhanuddin Muhtadi kepada SINDO kemarin.

Burhan menjelaskan, jika dianalisis sebagai kancah perebutan ceruk pemilih antara kantong suara nasionalis, wong cilik, dan agama, potensi suara yang akan diperebutkan pada Pemilu 2014 tidak akan signifikan dibandingkan suara mengambang.

Ceruk pemilih loyal dan ideologis buta sebagian akan mengalir ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) hingga 5 – 10 persen, sisanya masuk ke Partai Golkar dan Partai Demokrat. Ketiga parpol ini yang menduduki posisi satu pada Pemilu 1999, 2004, dan 2009.

”Tapi, di luar itu, partai-partai lain bisa merebut suara lebih besar dan memiliki peluang sama, bahkan melampaui tiga partai besar tadi, sebab masih ada 80 persen suara mengambang. Mayoritas pemilih kita sekarang masih mencari parpol yang cocok serta belum yakin pada pilihannya saat ini,” terangnya.

Burhan juga mengingatkan bahwa pemilih rasional semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah pemilih pemula pada 2014.Berdasarkan data kependudukan pemerintah,ada sekitar 87 juta segmen pemilih pemula, 62 persen di antaranya adalah suara mengambang baik karena apatis maupun karena kurang tertarik pada parpol.

”Jadi kalau bicara ceruk pemilih, pertumbuhan pemilih pemula ini yang luar biasa besar. Data 2009 saja ada sekitar 54 juta atau 12,15 persen pemilih berusia 17 – 25 tahun. Kalau kita tingkatkan batas usianya hingga di bawah 30 tahun, jumlahnya mencapai 60 persen dan kalau naik lagi jadi 40 tahun, jumlahnya jadi 50 persen, ” sebut Burhan.

Dia menambahkan, menurunnya persepsi positif terhadap pemerintah memang berdampak pada merosotnya tren suara Partai Demokrat pada Pemilu 2014. Namun, belum bisa dipastikan bahwa sebagian suara Partai Demokrat akan lari ke PDIP yang telah mengokohkan diri sebagai oposisi.

”Di sini memang ada keunikan. Dampak negatif dari jebloknya pemerintah tidak selalu ditanggung semua partai yang ada dalam pemerintah. Golkar, PKS, PAN, PPP, PKB bahkan bisa saja mendapat aliran suara alihan dari Partai Demokrat. Dan bagi Demokrat ini adalah tantangan besar,” jelasnya.

Sementara itu, politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Malik Haramain berpendapat, basis pemilih ideologis memang masih menentukan pada Pemilu 2014 selain juga berkembangnya pemilih baru dan suara mengambang.

Menurut dia, kekuatan Partai Demokrat sama dengan Golkar dan NasDem, yaitu pemilih cair yang mudah berpindah- pindah pilihan, bukan pemilih tradisional. Karena itu, suara Golkar dan NasDem akan ditentukan oleh kinerja organisasi, ketokohan, serta prasyarat lain.

”Agak berbeda dengan Partai Demokrat yang masih sangat tergantung pada citra SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), sedangkan sistem organisasi Demokrat belum sepenuhnya bisa dijadikan tumpuan,” terang Malik.

Di tempat terpisah, Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Bima Arya Sugiarto menilai, program kerja partai serta faktor ketokohan bisa membongkar sekat-sekat dan segmentasi pemilih dalam Pemilu 2014.

”Masyarakat sekarang sudah semakin kritis seiring dengan perkembangan demokrasi kita. Masyarakat akan melihat apakah partai mengutamakan kepentingan rakyat atau hanya mencari kekuasaan untuk keuntungan elite semata. Jadi parpol-parpol bersaingnya nanti pada program, bukan sekadar nama dan simbol besar partai, ”katanya.

Bima juga menegaskan, hal yang tak kalah penting dalam menentukan pilihan rakyat adalah ketokohan parpol dan caleg yang diusung. Bagi partai yang punya nama besar tapi tidak memiliki figur mumpuni, kecil kemungkinan bisa memperoleh dukungan rakyat yang kuat dan signifikan.

Menurut Bima, semua partai saat ini akan berjuang merebut simpati dari semua segmen seluas mungkin. Partai nasionalis seperti PDIP juga punya target merebut ceruk Islam. Demikian juga partai berbasis Islam yang membidik nasionalis.

” Wong cilik juga diperebutkan semuanya. Jadi yang sangat menentukan adalah ketokohan pemimpin partai, caleg- caleg, dan program-program partai,” tegasnya.

Sekjen Partai NasDem Ahmad Rofiq mengatakan, sekat-sekat dan segmentasi pemilih sebenarnya mulai cair dengan munculnya kesadaran masyarakat luas atas kebutuhan perbaikan kondisi bangsa. Kinerja dan ketulusan partai, kata dia, akan banyak menentukan dibandingkan kesetiaan pemilih.

”Kami tidak melihat latar belakang orang dalam menyuarakan perubahan. Yang terpenting adalah dia masyarakat Indonesia yang harus dimajukan baik secara ekonomi, pendidikan maupun kesehatan dan sebagainya. Jadi kita tidak melihat dikotomi dalam membangun bangsa dan tentunya pemilih pun akan cair karena ingin perubahan menuju yang lebih baik,” ujarnya.

Rofiq menjelaskan, keanggotaan NasDem tidak bersumber dari satu segmen tertentu, melainkan semua kalangan masyarakat yang sadar akan kebutuhan perubahan dan pembenahan bangsa. Selain itu,ada dukungan dari simpatisan, bahkan pengurus partai lain yang kecewa pada kinerja partai-partai selama ini sehingga tertarik bergabung dalam gerakan perubahan.

”Jadi kalau disimpulkan, sebenarnya pemilih mulai cair dan kritis. Masyarakat sudah terbuka pada informasi, perbedaan, serta memahami arti heterogenitas dan pluralisme bangsa. Dan Nasdem hadir untuk memaksimalkan kekayaan Indonesia yang heterogen ini,” ungkapnya.

Sementara itu, pengamat politik dari Perkumpulan Pemilih untuk Demokrasi (Perludem) Agus Mellaz mengatakan, pemilih pemula dan para rakyat kecil (wong cilik) selama ini memang belum banyak digarap. Karena itu, ada benarnya jika PDIP akan meraih keuntungan jika konsisten dengan slogannya selama ini sebagai tempatnya wong cilik.

Agus juga mengatakan, parpol sekarang sebenarnya sudah tertantang untuk menjawab kebutuhan melalui performa ideologi massa yang melekat pada mereka. Peta politik 2014, terang dia, akan semakin sulit dikotak-kotakkan apabila semua partai memiliki kesadaran untuk berpihak pada wong cilik.

”Jadi yang menentukan nantinya adalah performa parpol dalam menjabarkan ideologi massa yang mereka anut.Caranya adalah dengan kinerja nyata dan benar-benar berpihak kepada rakyat, ”ungkapnya. (*)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8655 seconds (0.1#10.140)