Pembatasan BBM subsidi terancam batal

Kamis, 12 Januari 2012 - 07:39 WIB
Pembatasan BBM subsidi terancam batal
Pembatasan BBM subsidi terancam batal
A A A
Pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang dijadwalkan berlaku per 1 April mendatang kemungkinan batal.

Sikap pemerintah yang semula menggebu- gebu bakal mengetok palu pertanda kebijakan pembatasan konsumsi itu diberlakukan pada kuartal kedua kini menciut. Selain proses sosialisasi yang dinilai terlalu singkat, respons masyarakat yang menimbulkan pro dan kontra yang tajam membuat pemerintah menarik napas panjang lagi untuk mengatasi subsidi BBM yang terus menggerus anggaran negara.

Sikap pemerintah yang tidak tegas itu wajar kalau menimbulkan pertanyaan.Apakah pemerintah serius akan melepaskan diri dari sanderaan subsidi BBM? Simak saja pernyataan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo bahwa kebijakan pembatasan tersebut bisa mundur lagi jika belum siap.“Belum tentu juga pas 1 April pembatasan dilaksanakan,kalau belum siap masa harus dipaksa,” ujarnya.

Ini memang bukan pernyataan resmi, tetapi setidaknya mencerminkan sikap pemerintah belum bulat untuk urusan subsidi BBM itu. Dalam sepekan ini,perdebatan seputar kebijakan pembatasan BBM bersubsidi terus mewarnai berita media massa. Sebagian menganggap bahwa langkah membatasi konsumsi BBM bersubsidi hanya melahirkan masalah baru, terutama menyangkut soal pengawasan penggunaan BBM tersebut.

Sebab sepanjang harganya terjadi disparitas yang tinggi dengan BBM nonsubsidi, peluang penyelewengan masih terbuka luas. Selain itu, pilihan untuk membatasi konsumsi BBM bersubsidi bagi pemilik mobil pribadi pada intinya sama saja mengenakan kenaikan harga BBM terhadap pengguna mobil pelat hitam.

Kalau mereka tak boleh memakai BBM bersubsidi,dengan sendirinya harus mengonsumsi pertamax yang perbedaan harganya hampir 100% terhadap BBM bersubsidi. Langkah ini dinilai tidak adil karena kebijakan pembatasan tersebut sama saja menaikkan harga. Jadi, jangan heran kalau usulan menaikkan harga BBM bersubsidi justru marak di kalangan masyarakat yang kini membuat pemerintah gamang untuk melangkah. Misalnya, usulan kenaikan harga BBM bersubsidi menjadi Rp6.000 per liter dengan kenaikan sebesar Rp1.500 per liter.

Dengan kenaikan harga tersebut,disparitas harga tidak terlalu tajam dengan selisih sekitar Rp2.350 per liter terhadap pertamax untuk saat ini.Dan, kalangan pengusaha yang selama ini sangat resisten terhadap setiap kenaikan harga BBM malah menantang pemerintah untuk menaikkan harga. Tak bisa dimungkiri bahwa kenaikan harga BBM akan memicu risiko inflasi yang tinggi dan justru itu yang menghantui pemerintah sehingga “rela” tersandera subsidi BBM.

Memang pemerintah menawarkan alternatif bagi masyarakat yang terkena pembatasan konsumsi BBM bersubsidi, yakni beralih menggunakan bahan bakar gas. Sebagai langkah awal, sebanyak sembilan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) baru khusus disiapkan di wilayah Jabodetabek untuk melengkapi 10 SPBG yang sudah ada. Masalahnya akan semakin kompleks, selain SPBG yang terbatas, mobil yang akan memakai gas harus dilengkapi converterdengan harga di atas Rp10 juta.

Sebelumnya, pemerintah sudah menabuh genderang pelarangan terhadap mobil pribadi untuk mengonsumsi BBM subsidi jenis premium di wilayah Jawa-Bali. Selanjutnya, mulai Januari 2013 giliran pemilik mobil pribadi di Sumatera untuk menjauhi premium, lalu Kalimantan pada Juli 2013. Dua tahun kemudian Sulawesi tak bisa menikmati subsidi BBM dan terakhir Maluku serta Papua dijadwalkan pada Juli 2014.

Jadi, praktis tinggal dua tahun lagi kesempatan pemilik kendaraan pribadi menikmati BBM bersubsidi kalau pemerintah tak ragu mengambil kebijakan.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5458 seconds (0.1#10.140)