Mantan anggota GAM inginkan self goverment di Aceh
A
A
A
Sindonews.com - Penembakan beruntun yang diduga dilakukan oleh mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) memiliki pesan penting bagi pemerintah. Pesan itu berisi tuntutan mereka untuk memiliki self goverment atau atau pelimpahan kewenangan dalam mengatur pemerintahan sendiri bagi Aceh.
Deputi I Menkopolhukam, Mayjen Amiruddin Usman mengatakan, sebenarnya permintaan itu sudah lama disuarakan GAM. Namun tidak pernah dipenuhi oleh pemerintah pusat. Sebab, hal itu dinilai bisa menghancurkan pesatuan dan kesatuan negara kesatuan republik Indonesia (NKRI).
"Sejak awal, Aceh merupakan bagian dari NKRI. Walaupun sempat lama bergejolak, tetapi bisa diselesaikan dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) Helsinki. Setelah sepakat melalui MoU Helsinki, diimplementasikan menjadi UU No 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh," ujarnya dalam sarasehan awal tahun di Mess Aceh, Jalan RP Soeroso 17, Gondangdia, Jakarta Pusat, Sabtu (7/1/2012).
Dijelaskan, lahirnya UU no 11 tahun 2006 juga melalui proses yang tidak mudah, karena pihak eks GAM meminta self government dan otonomi khusus yang tidak bisa dipenuhi.
"Konflik terus karena Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dianggap belum sesuai dengan MOU Helsinki. Tetapi kami bilang jangan khawatir, UUD saja bisa diamandemen apalagi UUPA, kalau belum sesuai dengan kehendak rakyat aceh (bisa diamandemen)," terangnya memberikan angin segar.
Paska MoU Helsinki hingga kini, Amiruddin mengaku, kondisi Aceh masih belum benar-benar aman. Pergolakan dan serangan terhadap warga pendatang masih terus terjadi. Termasuk serangan bersenjata yang diarahkan kepada non-pribumi di Aceh akhir-akhir ini misalnya. Jika diperhatikan, serangan itu jelas menunjukkan sikap mantan anggota GAM yang kecewa.
Kendati sebelumnya GAM pernah berkuasa, dengan terpilihanya perwakilan mereka sebagai Gubernur Aceh, namun para mantan pejuang GAM merasa apa yang sebenarnya mereka inginkan masih jauh dari harapan dan tidak pernah benar-benar diberikan oleh pemerintah pusat. (san)
Deputi I Menkopolhukam, Mayjen Amiruddin Usman mengatakan, sebenarnya permintaan itu sudah lama disuarakan GAM. Namun tidak pernah dipenuhi oleh pemerintah pusat. Sebab, hal itu dinilai bisa menghancurkan pesatuan dan kesatuan negara kesatuan republik Indonesia (NKRI).
"Sejak awal, Aceh merupakan bagian dari NKRI. Walaupun sempat lama bergejolak, tetapi bisa diselesaikan dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) Helsinki. Setelah sepakat melalui MoU Helsinki, diimplementasikan menjadi UU No 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh," ujarnya dalam sarasehan awal tahun di Mess Aceh, Jalan RP Soeroso 17, Gondangdia, Jakarta Pusat, Sabtu (7/1/2012).
Dijelaskan, lahirnya UU no 11 tahun 2006 juga melalui proses yang tidak mudah, karena pihak eks GAM meminta self government dan otonomi khusus yang tidak bisa dipenuhi.
"Konflik terus karena Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dianggap belum sesuai dengan MOU Helsinki. Tetapi kami bilang jangan khawatir, UUD saja bisa diamandemen apalagi UUPA, kalau belum sesuai dengan kehendak rakyat aceh (bisa diamandemen)," terangnya memberikan angin segar.
Paska MoU Helsinki hingga kini, Amiruddin mengaku, kondisi Aceh masih belum benar-benar aman. Pergolakan dan serangan terhadap warga pendatang masih terus terjadi. Termasuk serangan bersenjata yang diarahkan kepada non-pribumi di Aceh akhir-akhir ini misalnya. Jika diperhatikan, serangan itu jelas menunjukkan sikap mantan anggota GAM yang kecewa.
Kendati sebelumnya GAM pernah berkuasa, dengan terpilihanya perwakilan mereka sebagai Gubernur Aceh, namun para mantan pejuang GAM merasa apa yang sebenarnya mereka inginkan masih jauh dari harapan dan tidak pernah benar-benar diberikan oleh pemerintah pusat. (san)
()