Kasus AAL, Indonesia butuh lembaga pemaaf
A
A
A
Sindonews.com - Kasus pidana terhadap anak yang terjadi terhadap AAL dan beberapa anak lainnya yang terjadi beberapa waktu lalu membuktikan sistem peradilan di Indonesia masih memiliki kelemahan. Oleh karena itu diperlukan sebuah regulasi khusus untuk pidana anak di bawah umur.
Hal ini mengundang Anggota Komisi III DPR RI Aboe Bakar Alhabsyi, untuk terjun merumuskan sistem peradilan yang sesuai untuk kasus yang terjadi pada AAL dan beberapa kasus pencurian yang dilakukan oleh anak-anak lainnya.
"Kami sedang menggodok aturannya, namanya sistem peradilan anak, saya sendiri masuk menjadi salah satu anggota panja tersebut. Dalam aturan ini kita hendak mengedepankan prinsip restoratif justice, yaitu sebuah konsep restorasi keadilan," ungkapnya ketika dihubungi wartawan, Jumat 6 Januari 2012.
Menurutnya, memenjarakan anak bukanlah suatu solusi yang tepat. Hal tersebut belum tentu akan memberikan efek jera terhadap anak yang melakukan tindak pidana. Sistem ini tidak akan melakukan pemenjaraan terhadap anak-anak yang terkena pidana.
"Di sini nanti anak-anak yang berhadapan dengan hukum tak mesti harus masuk penjara, melainkan dibina dalam sebuah panti, pemondokan atau sejenis boarding school-lah. Semoga saja aturan baru yang sedang digodok ini bisa memberikan jawaban atas persoalan yang selama ini terjadi," tutur wakil rakyat daerah pemilihan Kalimantan Selatan tersebut.
Alhabsyi juga menilai sistem hukum di Indonesia berbeda dengan sistem hukum peradilan di Arab. Di Indonesia, aparat dinilai terlalu bertindak legalistik.
"Berbeda dengan peradilan di Arab, mereka memiliki sistem pidana dengan hukuman Qishas dan potong tangan, namun mereka juga memiliki lembaga pemaaf. Jadi jangankan mencuri sandal, membunuh pun di sana bisa dimaafkan seperti yang terjadi terhadap Darsem kemarin," tuturnya. (WBS)
Hal ini mengundang Anggota Komisi III DPR RI Aboe Bakar Alhabsyi, untuk terjun merumuskan sistem peradilan yang sesuai untuk kasus yang terjadi pada AAL dan beberapa kasus pencurian yang dilakukan oleh anak-anak lainnya.
"Kami sedang menggodok aturannya, namanya sistem peradilan anak, saya sendiri masuk menjadi salah satu anggota panja tersebut. Dalam aturan ini kita hendak mengedepankan prinsip restoratif justice, yaitu sebuah konsep restorasi keadilan," ungkapnya ketika dihubungi wartawan, Jumat 6 Januari 2012.
Menurutnya, memenjarakan anak bukanlah suatu solusi yang tepat. Hal tersebut belum tentu akan memberikan efek jera terhadap anak yang melakukan tindak pidana. Sistem ini tidak akan melakukan pemenjaraan terhadap anak-anak yang terkena pidana.
"Di sini nanti anak-anak yang berhadapan dengan hukum tak mesti harus masuk penjara, melainkan dibina dalam sebuah panti, pemondokan atau sejenis boarding school-lah. Semoga saja aturan baru yang sedang digodok ini bisa memberikan jawaban atas persoalan yang selama ini terjadi," tutur wakil rakyat daerah pemilihan Kalimantan Selatan tersebut.
Alhabsyi juga menilai sistem hukum di Indonesia berbeda dengan sistem hukum peradilan di Arab. Di Indonesia, aparat dinilai terlalu bertindak legalistik.
"Berbeda dengan peradilan di Arab, mereka memiliki sistem pidana dengan hukuman Qishas dan potong tangan, namun mereka juga memiliki lembaga pemaaf. Jadi jangankan mencuri sandal, membunuh pun di sana bisa dimaafkan seperti yang terjadi terhadap Darsem kemarin," tuturnya. (WBS)
()