Saurip Kadi ragukan kinerja TGPF
A
A
A
Sindonews.com - Kinerja Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk Mesuji mulai diragukan. Pasalnya, hingga hari ini belum ada perkembangan signifikan yang bisa ditunjukan tim dikomandoi Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana itu.
Mayor Jenderal (purn) Saurip Kadi yang selama ini mendampingi para korban Mesuji mengatakan, seharusnya kasus Mesuji ditangani kementerian setingkat menko, Komnas HAM atau Polri.
Jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ingin membentuk tim siluman seperti TGPF, tugasnya cukup melakukan sebatas check and balance kinerja birokrasi. Atau bahkan, SBY turun tangan langsung menyelesaikan kasus itu.
"Menangani kasus Gayus, pegawai golongan III saja keok, bagaimana mungkin bisa menangani kasus sebesar Mesuji ini," kata Saurip saat jumpa pers soal tuntutan rakyat Mesuji di Gedung Cawang Kecana, Jalan Mayjen Sutoyo, Jakarta, Selasa (3/1/2012).
Dengan pembentukan tim itu, kata Saurip, maka perlu dipertanyakan apakah SBY paham sistem kenegaraan atau tidak. Sebab, SBY telah bertindak seolah ketua RT yang memang tidak punya perangkat jelas, sehingga perlu di bentuk TGPF.
Menurut Saurip, pembentukan TGPF hanya menghamburkan uang negara dan merusak sistem ketatanegeraan yang ada. "Harusnya yang dikerahkan itu kementrian dan lembaga yang ada, sehingga kerjanya bisa diawasi DPR," imbau Saurip.
Ujung-ujungnya, nanti keberadaan TGPF hanya bisa mengantarkan prajurit bawahan saja masuk penjara, sedangkan akar masalah penyebab terjadinya tragedi kemanusiaan dibiarkan, tidak dibongkar. Seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa di Mesuji. Kondisi itu hanya akan melukai hati dan perasaan rakyat.
Masih menurut mantan Asisten Teritorial (Aster) Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) itu, ucpan Denny yang menyebut hanya terdapat sembilan korban pada tiga lokasi di register 45 yakni Desa Sri Tanjung, Mesuji, Lampung, dan Desa Sodong, Mesuji, Sumatera Selatan, menunjukan dalam menangani kasus itu TGPF tidak memulai dari persoalan yang dilaporkan rakyat.Temuan TGPF berbeda dengan fakta dan data lapangan.
“Hal ini berbeda dengan hasil temuan kami, pengakuan kroban telah terjadi tindak kekerasan di delapan titik pada dua provinsi," ungkap Saurip. "Sampai kapan pun kalau niatnya tidak menyelasaikan masalah, masalahnya tidak akan ketemu," imbuhnya.
Sebelumnya, TGPF telah mengumumkan sedikit langkah-langkah yang ditempuh untuk mengungkap kasus Mesuji. Melalui Menteri Polhukam Djoko Suyanto, apa yang dilakukan TGPF di lokasi dipaparkan. Menurutnya, TGPF dua minggu bekerja, sudah melakukan wawancara kepolisian, warga, dan pemda.
"Ini progress report bukan laporan final, masih ada pengembangan-pengembangan selanjutnya," ujar Djoko, Senin 2 Januari 2012. Hasil akhir memang belum bisa disampikan karena tim masih harus melanjutkan investigasi ke sejumlah lokasi.
Sementara menurut Denny Indrayana, timnya sudah mendatangi tiga lokasi, Register 45 Kabupaten Mesuji, Lampung, Desa Sri Tanjung, Lampung; dan Sodong, Kecamatan Mesuji, Sumatera Selatan.
Ketiga lokasi tersebut memiliki detail persoalan yang berbeda. Jumlah korban jiwa 2010 hingga 2011 yaitu, di Register 45, hanya 1 orang bernama Made Aske, di Sri Tanjung 1 orang bernama Zaliani sedangkan di Sodong 7 orang. Jadi total seluruhnya 9 orang. (lin)
Mayor Jenderal (purn) Saurip Kadi yang selama ini mendampingi para korban Mesuji mengatakan, seharusnya kasus Mesuji ditangani kementerian setingkat menko, Komnas HAM atau Polri.
Jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ingin membentuk tim siluman seperti TGPF, tugasnya cukup melakukan sebatas check and balance kinerja birokrasi. Atau bahkan, SBY turun tangan langsung menyelesaikan kasus itu.
"Menangani kasus Gayus, pegawai golongan III saja keok, bagaimana mungkin bisa menangani kasus sebesar Mesuji ini," kata Saurip saat jumpa pers soal tuntutan rakyat Mesuji di Gedung Cawang Kecana, Jalan Mayjen Sutoyo, Jakarta, Selasa (3/1/2012).
Dengan pembentukan tim itu, kata Saurip, maka perlu dipertanyakan apakah SBY paham sistem kenegaraan atau tidak. Sebab, SBY telah bertindak seolah ketua RT yang memang tidak punya perangkat jelas, sehingga perlu di bentuk TGPF.
Menurut Saurip, pembentukan TGPF hanya menghamburkan uang negara dan merusak sistem ketatanegeraan yang ada. "Harusnya yang dikerahkan itu kementrian dan lembaga yang ada, sehingga kerjanya bisa diawasi DPR," imbau Saurip.
Ujung-ujungnya, nanti keberadaan TGPF hanya bisa mengantarkan prajurit bawahan saja masuk penjara, sedangkan akar masalah penyebab terjadinya tragedi kemanusiaan dibiarkan, tidak dibongkar. Seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa di Mesuji. Kondisi itu hanya akan melukai hati dan perasaan rakyat.
Masih menurut mantan Asisten Teritorial (Aster) Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) itu, ucpan Denny yang menyebut hanya terdapat sembilan korban pada tiga lokasi di register 45 yakni Desa Sri Tanjung, Mesuji, Lampung, dan Desa Sodong, Mesuji, Sumatera Selatan, menunjukan dalam menangani kasus itu TGPF tidak memulai dari persoalan yang dilaporkan rakyat.Temuan TGPF berbeda dengan fakta dan data lapangan.
“Hal ini berbeda dengan hasil temuan kami, pengakuan kroban telah terjadi tindak kekerasan di delapan titik pada dua provinsi," ungkap Saurip. "Sampai kapan pun kalau niatnya tidak menyelasaikan masalah, masalahnya tidak akan ketemu," imbuhnya.
Sebelumnya, TGPF telah mengumumkan sedikit langkah-langkah yang ditempuh untuk mengungkap kasus Mesuji. Melalui Menteri Polhukam Djoko Suyanto, apa yang dilakukan TGPF di lokasi dipaparkan. Menurutnya, TGPF dua minggu bekerja, sudah melakukan wawancara kepolisian, warga, dan pemda.
"Ini progress report bukan laporan final, masih ada pengembangan-pengembangan selanjutnya," ujar Djoko, Senin 2 Januari 2012. Hasil akhir memang belum bisa disampikan karena tim masih harus melanjutkan investigasi ke sejumlah lokasi.
Sementara menurut Denny Indrayana, timnya sudah mendatangi tiga lokasi, Register 45 Kabupaten Mesuji, Lampung, Desa Sri Tanjung, Lampung; dan Sodong, Kecamatan Mesuji, Sumatera Selatan.
Ketiga lokasi tersebut memiliki detail persoalan yang berbeda. Jumlah korban jiwa 2010 hingga 2011 yaitu, di Register 45, hanya 1 orang bernama Made Aske, di Sri Tanjung 1 orang bernama Zaliani sedangkan di Sodong 7 orang. Jadi total seluruhnya 9 orang. (lin)
()