Kekerasan dipicu manuver politik
A
A
A
Sindonews.com– Pengamat intelijen Wawan Purwanto menilai, berbagai insiden sosial di Tanah Air disebabkan persoalan yang sudah menjadi benang kusut di berbagai sektor.
Menurut dia, apa yang terjadi saat ini tidak bisa disebut sebagai kelemahan intelijen, sebab intelijen di Indonesia hanya berfungsi sebagai support of information, bukan sebagai lembaga eksekutor.
Dia menjelaskan, kerusuhan dan penembakan di Tanah Air berbasis pada berbagai kepentingan. Seluruh pihak yang berkepentingan itu melakukan manuver,yang pada akhirnya berubah menjadi isu nasional. Kepentingan politik dan hak milik menjadi penyebab paling utama berbagai insiden ini.
“Misalnya di Aceh ada kepentingan pilkada. Selain itu, belum dikembalikannya semua senjata setelah perjanjian Helsinki membuat sipil bisa bertindak seenaknya. Di Kotawaringin dan di Papua juga sama.Sementara di Mesuji dan Bima ada kepentingan soal hak kepemilikan,” tegas Wawan di Jakarta, Senin, 1 Januari 2012.
Apa yang terjadi di balik berbagai insiden ini, menurut Wawan, disebabkan risiko berdemokrasi yang tidak dibarengi dengan kebebasan mutlak dan kesetaraan warga,serta adanya benturan aturan. “Ini semua tidak terjadi mendadak, tapi sudah diset sedemikian rupa,” paparnya.
Pihak-pihak yang berkepentingan itu selalu memanfaatkan momen di setiap bulannya. Misalnya Mei ada isu buruh, lalu Desember ada momen HUT Bintang Kejora, hari HAM,Natal,sertaTahun Baru. Hal ini, ujarnya, menjadi potret tidak adanya integritas kerja antarlembaga di Indonesia.
Ada kesan, ungkap Wawan, setiap lembaga bekerja sendirisendiri tanpa kerja sama. Karena itu, menurut dia, saat intelijen memberikan informasi terkait dengan rencana adanya pergerakkan massa,semua lini tidak bergerak bersamaan, namun bergerak sendiri-sendiri tanpa koordinasi.
Seharusnya semua lembaga bekerja bersama dengan satu tujuan.“Misalnya di Mesuji,BPN (Badan Pertanahan Nasional), Polri, pemda setempat harus bergerak. Lalu di Aceh, pemda, Polri dan semua lembaga yang lain harus bekerjasama,” ujar dia.
Langkah dalam jangka pendek yang bisa dilakukan untuk meredam berbagai kerusuhan, kekerasan, dan kekejian ini, ungkap Wawan, harus dilakukan investigasi dan ungkap semua persoalan hingga ke akarnya. Lalu,benahi apa yang menjadi akar masalah.“Yang salah ditindak, jangan pandang bulu. Jika penegak hukum yang salah, tindak juga, agar semua menjadi tuntas,” tegasnya.
Seperti diketahui, tindak anarkistis yang berakhir dengan kehilangan nyawa atau harta benda masih saja terjadi di sejumlah daerah. Terakhir terjadi di Kampung Epatie Distrik Paniai Timur, Kabupaten Paniai, Papua Barat. Sekelompok orang tak dikenal membakar rumah dinas Wakil Bupati Paniai. Pembakaran terjadi pada, Sabtu 31 Desember 2011 pukul 01.00 WIT.
Pada hari yang sama,tindak anarkistis juga terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam. Empat orang menjadi korban penembakan. Selang satu hari, satu lagi korban tewas ditemukan karena tembakan. Peristiwa penembakan tersebut terjadi di Kecamatan Langkahan, Lhokseumawe, Aceh Utara.
Sebelumnya juga terjadi penembakan di dua lokasi berbeda pada malam pergantian tahun. Di Bireun, dua pelaku memberondong mes pekerja galian kabel PT Telkom dengan senjata laras panjang AK-47, tiga orang tewas.
Selang beberapa jam,seorang penjaga toko Istana Boneka di Kota Banda Aceh tewas ditembak senjata genggam. Sama dengan kejadian di Bireun,kejadian di Langkahan ini pelaku menggunakan sepeda motor dan senjata AK-47.
Setelah menembak, pelaku langsung kabur. Mereka juga sempat menembakkan senjatanya ke arah rumah penduduk. Kekerasan dan kekejian tak hanya terjadi di Aceh dan Papua.
Di Pangkalan Bun, Kota Waringin Barat, Kalimantan Tengah,polisi menemukan dua mayat tanpa kepala.Di kabupaten yang sama,beberapa waktu lalu sempat terjadi kerusuhan massa yang membakar rumah bupati.
Dua mayat itu ditemukan di area Golf PT PBNA milik Grup Astra di Desa Pangkut, Kecamatan Arut Utara,Kotawaringin Barat.Korban tewas adalah petugas keamanan di perusahaan itu, Sugiman, 36, dan kontraktor pengangkut sawit Sumali,41.
Wakil Ketua Komisi III DPR Nasir Djamil meminta Kepolisian untuk segera mengusut dan menyelidiki semua kasus kerusuhan, kekerasan, dan kekejian yang terjadi. Polri, ujarnya, harus segera menangkap pelaku dan mengungkap dibalik motif aksi tersebut.
”Polri harus segera menerjunkan intelijennya guna segera menangkap otak pelaku,” tegas politikus PKS ini.
Menurut Nasir, jika dalam kasus teroris saja Polri sangat cepat bergerak dan menangkap pelaku, seharusnya dalam kasus kerusuhan, kekerasan, dan kekejian, seperti yang terjadi di Aceh, Polri dapat bergerak sama, cepat menangkap pelakunya.
Nasir mengaku khawatir jika kasus-kasus ini tidak cepat diatasi dan ditangkap pelakunya,maka akan merembet pada isu lainnya dan menjadi besar. ”Kami tidak ingin kasus ini terus berkembang ke isu-isu lainnya,sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat,”tandasnya.
Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari mengaku prihatin dan risau atas berbagai kasus kekerasan,kerusuhan,dan kekejian di daerah. Menurut dia,seharusnya Polri tidak tinggal diam atas kejadian ini.Politikus PDIP ini mengatakan, jika kasus-kasus itu terkait dengan politis, menko polhukam dan presiden yang bisa menyelesaikan.
”Saya harap,menko polhukam dan presiden segera menangani dan tidak melakukan pembiaran demi agenda-agenda politik 2014,”tegasnya.
Sementara itu,dari berbagai insiden yang terjadi,Polri mengaku masih banyaknya warga sipil yang memiliki senjata api.Padahal, saatini, siapapun yang berstatus sipil dilarang memiliki senjata api. Karena itu,Polri hanya bisa mengimbau agar masyarakat sipil yang memiliki senjata api segera menyerahkannya ke kepolisian.
“Langkah berikutnya akan dilakukan razia senjata,itu akan kita bahas nanti,” jelas Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Saud Usman Nasution.
Khusus kasus penembakan di NAD,Saud mengungkapkan, Mabes Polri segera mengirimkantimke Acehuntukmemburu para pelaku. Mabes Polri, ujarnya, juga telah mengirimkan pasukan Brimob guna membantu Polda Aceh untuk mengamankan pilkada provinsi itu.
Saud pun meyakinkan, Polri tetap berupaya untuk menyelidiki dan mengungkap berbagai insiden berdarah di Aceh.
Menurut dia, apa yang terjadi saat ini tidak bisa disebut sebagai kelemahan intelijen, sebab intelijen di Indonesia hanya berfungsi sebagai support of information, bukan sebagai lembaga eksekutor.
Dia menjelaskan, kerusuhan dan penembakan di Tanah Air berbasis pada berbagai kepentingan. Seluruh pihak yang berkepentingan itu melakukan manuver,yang pada akhirnya berubah menjadi isu nasional. Kepentingan politik dan hak milik menjadi penyebab paling utama berbagai insiden ini.
“Misalnya di Aceh ada kepentingan pilkada. Selain itu, belum dikembalikannya semua senjata setelah perjanjian Helsinki membuat sipil bisa bertindak seenaknya. Di Kotawaringin dan di Papua juga sama.Sementara di Mesuji dan Bima ada kepentingan soal hak kepemilikan,” tegas Wawan di Jakarta, Senin, 1 Januari 2012.
Apa yang terjadi di balik berbagai insiden ini, menurut Wawan, disebabkan risiko berdemokrasi yang tidak dibarengi dengan kebebasan mutlak dan kesetaraan warga,serta adanya benturan aturan. “Ini semua tidak terjadi mendadak, tapi sudah diset sedemikian rupa,” paparnya.
Pihak-pihak yang berkepentingan itu selalu memanfaatkan momen di setiap bulannya. Misalnya Mei ada isu buruh, lalu Desember ada momen HUT Bintang Kejora, hari HAM,Natal,sertaTahun Baru. Hal ini, ujarnya, menjadi potret tidak adanya integritas kerja antarlembaga di Indonesia.
Ada kesan, ungkap Wawan, setiap lembaga bekerja sendirisendiri tanpa kerja sama. Karena itu, menurut dia, saat intelijen memberikan informasi terkait dengan rencana adanya pergerakkan massa,semua lini tidak bergerak bersamaan, namun bergerak sendiri-sendiri tanpa koordinasi.
Seharusnya semua lembaga bekerja bersama dengan satu tujuan.“Misalnya di Mesuji,BPN (Badan Pertanahan Nasional), Polri, pemda setempat harus bergerak. Lalu di Aceh, pemda, Polri dan semua lembaga yang lain harus bekerjasama,” ujar dia.
Langkah dalam jangka pendek yang bisa dilakukan untuk meredam berbagai kerusuhan, kekerasan, dan kekejian ini, ungkap Wawan, harus dilakukan investigasi dan ungkap semua persoalan hingga ke akarnya. Lalu,benahi apa yang menjadi akar masalah.“Yang salah ditindak, jangan pandang bulu. Jika penegak hukum yang salah, tindak juga, agar semua menjadi tuntas,” tegasnya.
Seperti diketahui, tindak anarkistis yang berakhir dengan kehilangan nyawa atau harta benda masih saja terjadi di sejumlah daerah. Terakhir terjadi di Kampung Epatie Distrik Paniai Timur, Kabupaten Paniai, Papua Barat. Sekelompok orang tak dikenal membakar rumah dinas Wakil Bupati Paniai. Pembakaran terjadi pada, Sabtu 31 Desember 2011 pukul 01.00 WIT.
Pada hari yang sama,tindak anarkistis juga terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam. Empat orang menjadi korban penembakan. Selang satu hari, satu lagi korban tewas ditemukan karena tembakan. Peristiwa penembakan tersebut terjadi di Kecamatan Langkahan, Lhokseumawe, Aceh Utara.
Sebelumnya juga terjadi penembakan di dua lokasi berbeda pada malam pergantian tahun. Di Bireun, dua pelaku memberondong mes pekerja galian kabel PT Telkom dengan senjata laras panjang AK-47, tiga orang tewas.
Selang beberapa jam,seorang penjaga toko Istana Boneka di Kota Banda Aceh tewas ditembak senjata genggam. Sama dengan kejadian di Bireun,kejadian di Langkahan ini pelaku menggunakan sepeda motor dan senjata AK-47.
Setelah menembak, pelaku langsung kabur. Mereka juga sempat menembakkan senjatanya ke arah rumah penduduk. Kekerasan dan kekejian tak hanya terjadi di Aceh dan Papua.
Di Pangkalan Bun, Kota Waringin Barat, Kalimantan Tengah,polisi menemukan dua mayat tanpa kepala.Di kabupaten yang sama,beberapa waktu lalu sempat terjadi kerusuhan massa yang membakar rumah bupati.
Dua mayat itu ditemukan di area Golf PT PBNA milik Grup Astra di Desa Pangkut, Kecamatan Arut Utara,Kotawaringin Barat.Korban tewas adalah petugas keamanan di perusahaan itu, Sugiman, 36, dan kontraktor pengangkut sawit Sumali,41.
Wakil Ketua Komisi III DPR Nasir Djamil meminta Kepolisian untuk segera mengusut dan menyelidiki semua kasus kerusuhan, kekerasan, dan kekejian yang terjadi. Polri, ujarnya, harus segera menangkap pelaku dan mengungkap dibalik motif aksi tersebut.
”Polri harus segera menerjunkan intelijennya guna segera menangkap otak pelaku,” tegas politikus PKS ini.
Menurut Nasir, jika dalam kasus teroris saja Polri sangat cepat bergerak dan menangkap pelaku, seharusnya dalam kasus kerusuhan, kekerasan, dan kekejian, seperti yang terjadi di Aceh, Polri dapat bergerak sama, cepat menangkap pelakunya.
Nasir mengaku khawatir jika kasus-kasus ini tidak cepat diatasi dan ditangkap pelakunya,maka akan merembet pada isu lainnya dan menjadi besar. ”Kami tidak ingin kasus ini terus berkembang ke isu-isu lainnya,sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat,”tandasnya.
Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari mengaku prihatin dan risau atas berbagai kasus kekerasan,kerusuhan,dan kekejian di daerah. Menurut dia,seharusnya Polri tidak tinggal diam atas kejadian ini.Politikus PDIP ini mengatakan, jika kasus-kasus itu terkait dengan politis, menko polhukam dan presiden yang bisa menyelesaikan.
”Saya harap,menko polhukam dan presiden segera menangani dan tidak melakukan pembiaran demi agenda-agenda politik 2014,”tegasnya.
Sementara itu,dari berbagai insiden yang terjadi,Polri mengaku masih banyaknya warga sipil yang memiliki senjata api.Padahal, saatini, siapapun yang berstatus sipil dilarang memiliki senjata api. Karena itu,Polri hanya bisa mengimbau agar masyarakat sipil yang memiliki senjata api segera menyerahkannya ke kepolisian.
“Langkah berikutnya akan dilakukan razia senjata,itu akan kita bahas nanti,” jelas Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Saud Usman Nasution.
Khusus kasus penembakan di NAD,Saud mengungkapkan, Mabes Polri segera mengirimkantimke Acehuntukmemburu para pelaku. Mabes Polri, ujarnya, juga telah mengirimkan pasukan Brimob guna membantu Polda Aceh untuk mengamankan pilkada provinsi itu.
Saud pun meyakinkan, Polri tetap berupaya untuk menyelidiki dan mengungkap berbagai insiden berdarah di Aceh.
()