DPR diminta prioritaskan penyelesaian RUU Pemilu

Jum'at, 30 Desember 2011 - 15:16 WIB
DPR diminta prioritaskan penyelesaian RUU Pemilu
DPR diminta prioritaskan penyelesaian RUU Pemilu
A A A
Sindonews.com- Proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) atas perubahan UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu di DPR sudah melewati waktu yang cukup panjang. Padahal UU itu idealnya tuntas 2,5 tahun sebelum pelaksanaan Pemilu 2014.

Jika RUU ini terlambat disahkan menjadi UU, dampaknya bisa mengurangi kualitas Pemilu. Maka itu, pembahasan RUU ini seharusnya menjadi prioritas di DPR untuk diselesaikan.

"Kesepakatan-kesepakatan yang rasional dan berbasis komitmen untuk meningkatkan efektivitas demokrasi di dalam merumuskan pasal-pasal UU Pemilu harus diikhtiarkan dengan sungguh-sungguh," ujar Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dalam pesan singkatnya, Jumat (30/12/2011).

Menurutnya, penyempurnaan RUU Pemilu menjadi landasan hukum yang pasti, serta menjamin peningkatan daya representasi dan akuntabilitas politik hasil Pemilu. Namun demikian, pada saat yang sama juga membutuhkan waktu persiapan dan pelaksanaan yang cukup bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Persiapan yang tertata rapi dan memadai dari segi waktu adalah salah satu faktor yang menjamin electoral process berjalan baik. "Awal tahun 2012, agenda yang mendesak adalah menuntaskan pembahasan RUU Pemilu. Kita memang membutuhkan UU Pemilu yang lebih baik, lebih lengkap, lebih cocok, dan lebih sempurna," jelasnya.

Dia menyebutkan ada, ada empat poin krusial terkait pembahasan RUU Pemilu. Pertama, perdebatan mengenai sistem proporsional tertutup dengan memilih tanda gambar parpol yang diusulkan Fraksi PDIP, PKS, dan PKB. Sisa fraksi lainnya mendukung sistem proporsional terbuka dengan suara terbanyak.

Kedua, mengenai ambang batas parlemen atau parliamentary trheashold (PT). Fraksi Demokrat mengajukan 4 persen, F-PG dan F-PDIP 5 persen. Sisa fraksi lainnya PKS, PKB, PAN, PPP, Gerindra, dan Hanura berkukuh pada angka 3 persen.

Ketiga, perdebatan menyoal alokasi kursi per Daerah pemilihan (Dapil). Perdebatannya, partai-partai besar menginginkan alokasi kursi per dapil dikurangi menjadi 3-8 kursi. Tetapi partai-partai menengah dan kecil tetap menginginkan alokasi 3-10 kursi per Dapil seperti Pemilu 2009.

Perdebatan keempat menyangkut metode penghitungan suara dan konversinya menjadi kursi. "Jangan sampai UU Pemilu selesainya telat dan pasti itu akan punya konsekuensi terhadap proses penyelenggaraan dan hasil Pemilu 2014," tukasnya.

Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Saan Mustopa menambahkan, ide sistem proporsional tertutup sebagai hal aneh karena berusaha membawa kondisi masa lalu yang sering dikritik oleh banyak pihak.

"Ini kemunduran atau setback. Sistem proporsional tertutup itu sudah diuji di beberapa pemilu. Jawaban sistem tertutup adalah sistem terbuka," kata Saan.

Menurutnya, sistem proporsional tertutup yang sudah dilaksanakan lebih dari tujuh pemilu sebelum Pemilu 2009 dinilai gagal memberi keterwakilan rakyat. Sebab itu, sistem proporsional terbuka merupakan jawaban sekaligus koreksi terhadap sistem proporsional tertutup.

"Sistem proporsional terbuka itu baru satu kali diujicoba. Jangan langsung dianggap gagal," tandasnya.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7242 seconds (0.1#10.140)