Kinerja Kapolri layak dievaluasi Presiden & DPR

Rabu, 28 Desember 2011 - 14:16 WIB
Kinerja Kapolri layak dievaluasi Presiden & DPR
Kinerja Kapolri layak dievaluasi Presiden & DPR
A A A
Sindonews.com - Institusi kepolisian terus menuai kritik. Belum usai desakan menggeser kepolisian dari posisi di bawah Presiden menjadi di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemndagri), kini giliran Kapolri yang dikritik.

Akibat serentetan tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian, muncul desakan untuk mengevaluasi kinerja Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo. Evaluasi ini bisa dilakukan oleh Presiden atau DPR.

"Apakah memang ada kesalahan Kapolri atau ini puncak gunung es saat menjadi
Kapolri," ujar Ketua DPR Marzuki Alie di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (28/12/2011).

Dia berharap evaluasi terhadap Kapolri dilakukan secara obyektif menunggu hasil investigasi internal terkait bentrokan Bima. "Apa yang disampaikan presiden itu penting. Hasilnya kita tunggu, jangan sampai kita salah menghukum melakukan tindakan," ujarnya.

Wakil ketua Dewan Pembina Partai Demokrat ini mengatakan, insiden yang berujung bentrokan merupakan akibat dari kasus lama yang tidak terselesaikan. Misalnya bentrokan di Mesuji Lampung dan Sumatera Selatan termasuk Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), merupakan akibat dari kasus lama yang tidak terselesaikan.

"Semua kasus itu kasus lama semua. Enggak ada kasus baru tapi meledaknya sekarang. Dulu rakyat takut berdemo, tapi sekarang tidak. Makanya dalam melihat itu harus arif jernih," tukasnya.

Kritikan lain juga mengenai banyaknya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh kepolisian. Pelanggaran terbanyak terjadi di Medan Suamtera Utara.

"Polisi ada 107 kasus dengan persentase 74 persen dari 145 kasus pelanggaran HAM yang ada. Sisanya disusul OTK/ Satpam, TNI, Satpol PP, Kejaksaan dan Biroktrat," ungkap Sekretaris Eksekutif Badan Bantuan Hukum Sumatera Utara, Benget Silitonga dalam konfrensi persnya mengenai Catatan Akhir Tahun di Medan.

Dia menyebutkan pelanggaran tersebut, 31 di antaranya berupa kasus penganiayaan, 20 pembiaran kasus, pembunuhan di luar prosedur hukum sebanyak 9 kasus, perjudian 7 kasus, penyiksaan sebanyak 6 kasus, keterlibatan narkoba 6 kasus, teror dan intimidasi 5 kasus, pencurian dan penggelapan 4 kasus, pelecehan seksual 3 kasus, dan perampokan 1 kasus. "Medan itu sampai 36 kasus, itu yang mendominasi," sebutnya.

Dia menambahkan, tingginya pelanggaran yang dilakukan pihak kepolisian, menurutnya, karena institusi tersebut sampai saat ini tidak independen dalam menjalankan tugasnya dan lebih menunjukkan keberpihakkan kepada kaum pemodal. Selain itu, ketidakterbukaan anggaran pihak kepolisian juga menjadi salah satu pendukung keberpihakan polisi terhadap perusahaan.

"Mereka selalu mengatakan penegakan hukum, tapi tidak mengayomi rakyat. Buktinya saja, setiap ada perselisihan yang melibatkan rakyat dengan perusahaan, selalu yang menjadi korban kekerasan itu rakyat," tambahnya.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6244 seconds (0.1#10.140)