Polisi masih blokade Puskesmas di Bima

Senin, 26 Desember 2011 - 17:59 WIB
Polisi masih blokade Puskesmas di Bima
Polisi masih blokade Puskesmas di Bima
A A A
Sindonews.com - Paska bentrok antara warga dengan aparat gabungan, kondisi Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) masih mencekam. Sejumlah polisi dengan senjata lengkap masih tampak berjaga dan memblokade Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).

Kabar masih diblokadenya Puskesmas di Bima didapat Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) melalui salah seorang warga Bima. Hingga kini, belum diketahui apa motivasi polisi tersebut.

Diduga, aksi blokade Puskesmas itu dimaksudkan untuk menutupi dan mengetahui jumlah warga lainnya yang terkait dengan bentrok berdarah, pada Rabu 21 Desember 2011. Namun apapun alasannya, aksi blokade Puskesmas itu hanya semakin menunjukkan arogansi polisi di mata masyarakat Bima dan dunia.

Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Eksternal Nurkholis mengatakan, aksi polisi itu menjadi satu bukti buat tim Komnas HAM untuk melakukan investigasi pelanggaran HAM berat yang dilakukan aparat kepolisian. "Aksi blokade polisi telah menghalangi informasi mengenai kondisi warga yang dirawat di sana," ujarnya di kantor Komnas HAM, Senin (26/12/2011).

Menurut warga Bima yang melaporkan peristiwa itu ke Komnas HAM, aksi pemblokiran Puskesmas untuk pengamanan aset publik dari pembakaran warga. Tentu saja alasan itu tidak lantas diterima mentah-mentah oleh anggota Komnas HAM.

Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim menambahkan, pihaknya sudah membentuk tim investigasi untuk mengetahui kebenaran yang terjadi di Bima. Tim akan diterjunkan Selasa 27 Desember 2011, dipimpin oleh komisioner Komnas HAM Ridha Saleh.

"Menurut informasi yang kita terima, ada tiga orang yang tewas akibat bentrok di Bima, yakni Syaiful (17), Arief Rahman (19) dan Arifudin Arrahman," terangnya.

Khusus untuk korban terakhir, dirinya mengaku masih belum mengetahui identitas resmi korban. Komnas HAM baru mengetahui nama korban saja, dari warga yang melapor. Sebab, hingga saat ini, Puskesmas tersebut masih dijaga dan orang tidak boleh sembarang masuk.

Diberitakan sebelumnya, aksi unjuk rasa yang tergabung dalam Front Rakyat Anti-Tambang (FRAT) di Pelabuhan Sape, Bima, terjadi karena penolakan warga terhadap tambang emas milik PT Sumber Mineral Nusantara (SMN). Karena perusahaan itu membongkar tanah dan mengganggu sumber air, dan pertanian warga.

Sebenarnya, penolakan warga Lambu, Kabupaten Bima terhadap PT SMN telah dilakukan dua tahun terakhir. Sejak PT SMN mendapat Izin Usaha Penambangan (IUP) pada 2008 selama 25 tahun. Kemudian izin itu diperbaharui oleh Pemerintah Kabupaten Bima dengan diberikannya IUP bernomor 188/45/357/004/2010.

Kemudian, PT SMN memperluas tambangnya sebanyak 24.980 Ha di kecamatan Lambu, Sape dan Langgudu dan seluas 14.318 Ha untuk PT Indo Mineral Cipta Persada yang beroperasi di kecamatan Parado atas ijin Pemerintah pusat. PT Sumber Mineral Nusantara dimiliki sebagian besar sahamnya oleh PT Arc Exploration Ltd dari Australia.

Sejak izin tambang itu terbit, masyarakat sekitar sudah sangat resah hingga lahirlah FRAT. Aksi unjuk rasa menolak tambang dan pencabutan izin perusahaan pun terus didengungkan. Namun pemerintah daerah enggan mengabulkan permintaan itu, warga pun turun ke jalan melakukan mogok dengan menduduki pelabuhan Sape.

Dengan alasan mengganggu ketertiban dan keamanan, aksi warga dibubarkan oleh satuan Brigade Mobil (Brimob) gabungan. Pengunjuk rasa ditembaki dengan peluru tajam dan pelabuhan Sape yang diduduki pengunjuk rasa selama hampir lima hari direbut kembali aparat kepolisian. (san)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8871 seconds (0.1#10.140)