Polri sebaiknya di bawah Kemendagri atau Kejaksaan Agung?

Senin, 26 Desember 2011 - 13:36 WIB
Polri sebaiknya di bawah Kemendagri atau Kejaksaan Agung?
Polri sebaiknya di bawah Kemendagri atau Kejaksaan Agung?
A A A
Sindonews.com - Serentetan tindak kekerasan hingga menimbulkan korban jiwa, menyebabkan desakan restrukturisasi Polri secara kelembagaan. Tindakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian, menunjukkan institusi tersebut gagal mereformasi dirinya setelah pisah dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

Polri dinilai salah dalam melakukan pengamanan berbagai peristiwa, khususnya berkaitan dengan aspirasi masyarakat. Munculnya kekerasan dan korban jiwa dalam berbagai protes masyarakat, karena Polri mengedepankan sikap militeristik.

"Kasus Bima bukti reformasi Polri gagal total," ujar anggota Komisi II DPR dari Fraksi
Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB), Abdul Malik Haramain, Jakarta, Senin (26/12/2011).

Menurutnya, Polri harus diubah posisinya jangan lagi berada di bawah Presiden secara langsung. Sebaiknya, diletakkan di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Hal ini, diharapkan bisa mengembalikan institusi tersebut kepada fungsi utamanya, sebagai pengayom masyarakat.

"Ke depan, Polri harus di bawah koordinasi Kemendagri dan tidak lagi bertanggungjawab langsung ke Presiden. Reformasi pokok itu untuk memperkuat tugas Polri sebagai pengayom masyarakat dan penegak hukum," imbuhnya.

Seperti diketahui, sejumlah aksi protes yang dilakukan masyarakat kerap berujung pada tindak kekerasan dan korban jiwa. Sebut saja bentrokan di Mesuji terkait sengketa lahan antara warga setempat dengan pihak pengusaha beberapa waktu lalu. Polisi dituding terlibat.

Belum usai kasus bentrokan Mesuji, kemudian muncul lagi bentrokan di Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Dalam bentrokan ini juga muncul korban jiwa dari warga setempat yang diduga melibatkan aparat kepolisian. Belum lagi, serentetan bentrokan lainnya, seperti di areal tambang PT Freeport Papua.

Pernyataan senada juga disampaikan oleh anggota Komisi III (hukum) DPR Eva Kusuma Sundari. Menurutnya, serangkaian tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap warga, bentuk kegagalan institusi tersebut dalam mereformasi diri.

"Terbunuhnya beberapa petani dan aktivis mahasiswa adalah indikasi gagalnya reformasi Polri dengan paradigma baru mereka. PDIP menyatakan duka cita dan penyesalan mendalam atas peristiwa di Bima," tukasnya.

Dia mengatakan, berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh aparat kepolisian akibat kewenangan yang terlalu luas tanpa diimbangi akuntabilitas. "Minimnya kontrol berimplikasi kewenangan-kewenangan Polri seringkali dipergunakan dengan tidak sah dan tidak proporsional, termasuk dalam menggunakan kekerasan," ucapnya.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menambahkan. Prosedur tetap (Protap) yang selama ini diterapkan oleh kepolisian juga patut dipertanyakan. Tak menutup kemungkinan Protap yang dilahirkan tersebut justru diperalat oleh pemodal, bahkan oknum pejabat teras kepolisian sendiri. Maka itu, pihaknya meminta audit kinerja oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) demi memperbaiki profesionalisme kinerja polisi.

"Protap juga rawan diperalat pemodal dan oknum pejabat polisi untuk memperkaya diri. PDI Perjuangan menyarankan DPR untuk meminta audit kinerja BPK yang diorientasikan pada perbaikan profesionalisme dan akuntabilitas Polri," jelasnya.

Lebih lanjut disampaikan Eva, kurangnya kontrol terhadap Polri, perlu dipikirkan untuk
menempatkan institusi tersebut di bawah Jaksa Agung sebagai bagian dari penegak hukum. "Restrukturisasi internal Polri juga diperlukan agar organisasi diarahkan pada penguatan polsek-polsek bukan justru penguatan Mabes Polri sebagaimana yang sudah terjadi selama ini," pungkasnya.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5943 seconds (0.1#10.140)