Pulau Padang terancam rusak!

Senin, 19 Desember 2011 - 14:34 WIB
Pulau Padang terancam rusak!
Pulau Padang terancam rusak!
A A A
Sindonews.com - Keluhan masyarakat terhadap PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dalam penguasaan Hutan Tanaman Industri (HTI) sering dikeluhkan oleh masyarakat. Namun, hingga kini pemerintah dinilai belum maksimal dalam menindaklanjutinya.

Akhirnya, masyarakat setempat kembali menyampaikan keluhan. Namun keluhan ini disampaikan di depan gedung DPR melalui aksi jahit mulut sekaligus sebagai bentuk protes.

"Bayangkan, di lahan gambut kami tanahnya dikeruk dan dibuat jalur untuk keluar-masuk kapal RAPP, ini jelas merusak ekosistem lahan gambut," ujar Koordinasi aksi M Ridwan di depan gedung DPR, Jakarta, Senin (19/12/2011).

Aksi jahit mulut ini dilakukan sekira delapan orang yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Penyelematan Pulau Padang. Mereka menuntut dicabutnya Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan (Menhut) nomor 327 tahun 2009.

SK ini terbit pada 12 Juni 2009 ketika Menhut-nya dijabat oleh MS Kaban. Dalam SK itu diberikan tambahan seluas 115.025 Ha kepada PT RAPP, dari 115.025 Ha ini, 41.205 Ha berada di Pulau Padang.

Padahal Pulau Padang termasuk kategori pulau kecil, di mana, Sumber Daya Alam (SDA) yang terbatas dan mempunyai lingkungan yang sensitif dengan jumlah penduduk 35.224 dan luas pulau bertanah gambut 110.000 Ha. Hal ini juga diperkuat oleh Undang-Undang (UU) nomor 27 yahun 2007.

"Maka dari itu tuntutan kami jelas, cabut SK no 327 tahun 2009. Kami tolak segala bentuk pola kemitraan termasuk pemberian sagu hati maupun enclaving dari RAPP. SK ini hanya mementingkan kepentingan pemilik modal," tegasnya.

Selain itu, keberadaan kawasan HTI di Pulau Padang mengancam keberlangsungan hidup dan mengancam eksistensi pulau terdepan Indonesia yang sangat strategis dalam aspek pertahanan dan keamanan nasional.

"Pulau padang adalah salah satu pulau yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Konflik yang berlangsung sejak tahun 2009 ini berawal dari tumpang tindihnya tanah yang menjadi hak masyarakat lokal dengan Hutan Tanaman Industri RAPP," jelasnya.

Pada kesempatan itu dia juga menyampaikan, alasan lokasi aksi di depan gedung DPR. Menurutnya, ketika pemerintah tidak lagi mendengar apsirasi rakyatnya, anggota DPR selaku wakil rakyat menjadi tempat pengaduan terakhir.

"Menhut terlalu lamban dalam menyelsaikan masalah ini," terangnya.

Menanggapi keluhan ini, anggota Komisi IV DPR selaku salah satu alat kelengkapan DPR yang membidangi kehutanan, Viva Yoga Mauladi berjanji untuk memanggil pimpinan PT RAPP. Pemanggilan ini direncanakan setelah masa reses atau masa persidangan berikutnya.

"Saya akan mendorong pimpinan Komisi IV DPR untuk memanggil pimpinan PT. RAPP," janji Viva ketika berbincang dengan Sindonews.com.

Dia mengakui pihaknya sering mendapat keluhan terkait PT. RAPP dari masyarakat setempat. Maka itu dia meminta kepada Menhut untuk tidak menambah lahan baru di area tersebut sebelum ada penyelesaian dengan warga setenpat.

"PT RAPP itu kan swasta murni. Pemerintah di sini harus jelas posisinya membela rakyatnya. Minimal ada penyelesaian dalam masalah ini," ucapnya.

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini berpendapat perlu ada tim dari pemerintah yang terjun ke lapangan untuk mengetahui persoalan yang dikeluhkan itu. Jika ditemukan bukti-bukti pelanggaran, sebaiknya SK tersebut segera dicabut. "Jadi tidak perlu lagi ada peneguran," tegasnya.

Lebih lanjut disampaikan oleh Viva, izin HTI itu dikeluarkan tentu ada persyaratan sebelumnya. Disebutkan, pengelolaan tidak HTI tidak boleh keluar dari luas yang sudah ditentukan.

Selanjutnya, harus diuuji berdasarkan dampak lingkungan. Artinya, tidak boleh merusak lingkungan dan ekosistem alam. "Kalau dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan, pemerintah wajib mengkaji kembali SK tersebut," tutupnya.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7096 seconds (0.1#10.140)