Umar Patek minta maaf atas ulahnya
A
A
A
Sindonews.com - Tersangka kasus bom Bali I, Umar Patek, melontarkan pernyataan yang mengejutkan dalam sidang lanjutan pemalsuan dokumen keimigrasian. Umar Patek dan istrinya, Ruqoyah binti Husein Huseno alias Fatimah Zahra, membacakan surat permintaan maaf kepada pemerintah.
"Saya meminta maaf kepada pemerintah Republik Indonesia karena telah membuat dokumen (keimigrasian) dengan cara yang tidak benar, dan data-data tidak benar," ujar Umar Patek, saat memberikan kesaksian di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (28/11/2011).
Umar juga berterima kasih kepada pemerintah Indonesia telah dipulangkan ke Indonesia untuk menjalani proses peradilan. "Saya bersama istri berterima kasih karena telah dipulangkan sejak ditangkap di Pakistan," paparnya.
Ucapan terima kasih juga ia sampaikan kepada berbagai pihak yang telah berusaha untuk memulangkannya ke Indonesia. "Saya berterima kasih kepada HM Syafii dari Kepala Densus 88, dan H. Ahmad Deplu karena telah memulangkan saya ke Indonesia," jelasnya.
Sidang kasus ini terkait dengan pemalsuan dokumen keimigrasian yang dilakukan Ruqoyah dan Umar Patek. Pada Juli 2009 lalu, Umar dan istrinya sempat mengajukan permohonan paspor dari kantor imigrasi Jakarta Timur. Mereka berdua berhasil mendapatkannya dengan mengajukan identitas palsu.
Pemalsuan dokumen keimigrasian yang dilakukan Umar Patek beserta istrinya Ruqoyah dikarenakan keinginan arsitek Bom Bali itu untuk berhijrah ke Afganistan.
"Berhijrah inisiatif saya, dan sesuai dengan surat An Nisa ayat 97 tentang perintah berhijrah," kata Umar Patek, saat memberikan kesaksian di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (28/11/2011).
Umar menjelaskan paspor yang digunakan ke Afganistan adalah paspor untuk umroh. "Data semua yang saya berikan tidak sebenarnya," terangnya.
Kepengurusan dokumen palsu yang dilakukan dari pembuatan KTP, hingga paspor dikerjakan semuanya oleh Heru Kuncoro. "Saya mengurus dokumen pada 2009 lalu, sekitar akhir Mei, jadi Juni," paparnya.
Umar Patek bersama Ruqoyah sengaja datang kembali ke Indonesia untuk membuat paspor dan visa pada tahun 2009. Keduanya ditemani Hari Kuncoro, dan Hasano, seorang warga negara Filipina saat membuat Paspor dan Visa yang digunakan untuk ke Afganistan tersebut.
"Dari Filipina datang ke Indonesia melalui Sabah menggunakan kapal, lalu ke Kaltim, menuju Surabaya dan melanjutkan perjalanan dengan bus ke Jakarta," kata Umar Patek.
Umar mengatakan saat dari Filipina menuju Indonesia, dia memotong jenggot untuk menyamar. "Saya menyamar karena masuk DPO kasus Bom Bali I," ujarnya.
Sesampai di Jakarta, Umar tinggal di Pamulang bersebelahan dengan Dulmatin, yang merupakan teman semasa kecilnya. "Yang mengurus tempat tinggal dan lainnya di Jakarta Dulmatin," terangnya.
Untuk mengurus kepergiannya ke Afganistan, dirinya meminta tolong dibuatkan KTP, KK, akte kelahiran, dan paspor palsu. "Mengurus dokumen pada tahun 2009 sekitar akhir bulan Mei, dan jadi Juni," paparnya.
Pada 31 Agustus 2010, ida bersama istrinya kemudian meninggalkan Indonesia menuju Afganistan dengan menggunakan pesawat Thai Airways yang sebelumnya transit di Bangkok. "Kemudian dari Bangkok langsung ke Pakistan, dan sampai di sana pada 31 Agustus 2010, sekitar pukul 23.00 waktu Pakistan," jelasnya.
Sesampainya di Pakistan, dia dijemput Nadim, teman dekat Hari Kuncoro, untuk mengurus dokumen sebelum menyebrang ke Afganistan. "Namun di Pakistan saya ditangkap, pada 25 Januari 2011," ungkapnya.
Umar juga mengakui kalau dirinya juga pernah datang ke Indonesia pada tahun 2000, sebelum kembali lagi ke Filipina. "Pada tahun 2002 saya kembali ke Filipina," imbuhnya.
Pada sidang sebelumnya, JPU mendakwa Ruqoyah dengan pasal berlapis mengenai pemalsuan dokumen, yaitu Pasal 266 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 (1) KUHP dan Pasal 266 ayat 2 KUHP jo pasal 55 ayat.
Namun gembong teroris tidak sekalipun menyampaikan permintaan maaf atas tindak teroris yang didalanginya di Bali, 12 Oktober 2002 silam. Peristiwa bom Bali pertama ini merupakan rangkai peladakan tiga bom di tiga tempat.
Dua ledakan pertama terjadi di Paddy's Pub dan Sari Club (SC) di Jalan Legian, Kuta, sekira pukul 23.05 WITA. Kurang lebih 10 menit kemudian, pukul 23.15 WITA, bom meledak di Renon, berdekatan dengan kantor Konsulat Amerika Serikat.
Sebanyak 202 korban tewas dan 209 orang luka-luka. Sebagian korban merupakan turis asing yang sedang berwisata malam.
Berdasarkan kesimpulan Tim Investigasi Gabungan Polri dan kepolisian luar negeri yang melakukan penyelidikan, Umar Patek menggunakan bom berjenis TNT seberat 1 kg dan di depan Sari Club, merupakan bom RDX berbobot antara 50-150 kg. Sementara bom di dekat konsulat Amerika Serikat menggunakan jenis TNT berbobot kecil yakni 0,5 kg.
Amrozi bin Nurhasyim, salah satu kunci pelaku peledakan bom, ditangkap di rumahnya di di Desa Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur. Amrozi membeberkan lima orang yang menjadi tim inti peledakan.
Ali Imron, Ali Fauzi, Qomaruddin adalah eksekutor di Sari Club dan Paddy's. Sementara M Gufron dan Mubarok menjadi orang yang membantu mempersiapkan peledakan.
Imam Samudra, Idris dan Dulmatin diduga merupakan peracik bom Bali I. Bersama Ali Imron, Umar alias Wayan, dan Umar alias Patek, merekapun ditetapkan sebagai tersangka.
"Saya meminta maaf kepada pemerintah Republik Indonesia karena telah membuat dokumen (keimigrasian) dengan cara yang tidak benar, dan data-data tidak benar," ujar Umar Patek, saat memberikan kesaksian di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (28/11/2011).
Umar juga berterima kasih kepada pemerintah Indonesia telah dipulangkan ke Indonesia untuk menjalani proses peradilan. "Saya bersama istri berterima kasih karena telah dipulangkan sejak ditangkap di Pakistan," paparnya.
Ucapan terima kasih juga ia sampaikan kepada berbagai pihak yang telah berusaha untuk memulangkannya ke Indonesia. "Saya berterima kasih kepada HM Syafii dari Kepala Densus 88, dan H. Ahmad Deplu karena telah memulangkan saya ke Indonesia," jelasnya.
Sidang kasus ini terkait dengan pemalsuan dokumen keimigrasian yang dilakukan Ruqoyah dan Umar Patek. Pada Juli 2009 lalu, Umar dan istrinya sempat mengajukan permohonan paspor dari kantor imigrasi Jakarta Timur. Mereka berdua berhasil mendapatkannya dengan mengajukan identitas palsu.
Pemalsuan dokumen keimigrasian yang dilakukan Umar Patek beserta istrinya Ruqoyah dikarenakan keinginan arsitek Bom Bali itu untuk berhijrah ke Afganistan.
"Berhijrah inisiatif saya, dan sesuai dengan surat An Nisa ayat 97 tentang perintah berhijrah," kata Umar Patek, saat memberikan kesaksian di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (28/11/2011).
Umar menjelaskan paspor yang digunakan ke Afganistan adalah paspor untuk umroh. "Data semua yang saya berikan tidak sebenarnya," terangnya.
Kepengurusan dokumen palsu yang dilakukan dari pembuatan KTP, hingga paspor dikerjakan semuanya oleh Heru Kuncoro. "Saya mengurus dokumen pada 2009 lalu, sekitar akhir Mei, jadi Juni," paparnya.
Umar Patek bersama Ruqoyah sengaja datang kembali ke Indonesia untuk membuat paspor dan visa pada tahun 2009. Keduanya ditemani Hari Kuncoro, dan Hasano, seorang warga negara Filipina saat membuat Paspor dan Visa yang digunakan untuk ke Afganistan tersebut.
"Dari Filipina datang ke Indonesia melalui Sabah menggunakan kapal, lalu ke Kaltim, menuju Surabaya dan melanjutkan perjalanan dengan bus ke Jakarta," kata Umar Patek.
Umar mengatakan saat dari Filipina menuju Indonesia, dia memotong jenggot untuk menyamar. "Saya menyamar karena masuk DPO kasus Bom Bali I," ujarnya.
Sesampai di Jakarta, Umar tinggal di Pamulang bersebelahan dengan Dulmatin, yang merupakan teman semasa kecilnya. "Yang mengurus tempat tinggal dan lainnya di Jakarta Dulmatin," terangnya.
Untuk mengurus kepergiannya ke Afganistan, dirinya meminta tolong dibuatkan KTP, KK, akte kelahiran, dan paspor palsu. "Mengurus dokumen pada tahun 2009 sekitar akhir bulan Mei, dan jadi Juni," paparnya.
Pada 31 Agustus 2010, ida bersama istrinya kemudian meninggalkan Indonesia menuju Afganistan dengan menggunakan pesawat Thai Airways yang sebelumnya transit di Bangkok. "Kemudian dari Bangkok langsung ke Pakistan, dan sampai di sana pada 31 Agustus 2010, sekitar pukul 23.00 waktu Pakistan," jelasnya.
Sesampainya di Pakistan, dia dijemput Nadim, teman dekat Hari Kuncoro, untuk mengurus dokumen sebelum menyebrang ke Afganistan. "Namun di Pakistan saya ditangkap, pada 25 Januari 2011," ungkapnya.
Umar juga mengakui kalau dirinya juga pernah datang ke Indonesia pada tahun 2000, sebelum kembali lagi ke Filipina. "Pada tahun 2002 saya kembali ke Filipina," imbuhnya.
Pada sidang sebelumnya, JPU mendakwa Ruqoyah dengan pasal berlapis mengenai pemalsuan dokumen, yaitu Pasal 266 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 (1) KUHP dan Pasal 266 ayat 2 KUHP jo pasal 55 ayat.
Namun gembong teroris tidak sekalipun menyampaikan permintaan maaf atas tindak teroris yang didalanginya di Bali, 12 Oktober 2002 silam. Peristiwa bom Bali pertama ini merupakan rangkai peladakan tiga bom di tiga tempat.
Dua ledakan pertama terjadi di Paddy's Pub dan Sari Club (SC) di Jalan Legian, Kuta, sekira pukul 23.05 WITA. Kurang lebih 10 menit kemudian, pukul 23.15 WITA, bom meledak di Renon, berdekatan dengan kantor Konsulat Amerika Serikat.
Sebanyak 202 korban tewas dan 209 orang luka-luka. Sebagian korban merupakan turis asing yang sedang berwisata malam.
Berdasarkan kesimpulan Tim Investigasi Gabungan Polri dan kepolisian luar negeri yang melakukan penyelidikan, Umar Patek menggunakan bom berjenis TNT seberat 1 kg dan di depan Sari Club, merupakan bom RDX berbobot antara 50-150 kg. Sementara bom di dekat konsulat Amerika Serikat menggunakan jenis TNT berbobot kecil yakni 0,5 kg.
Amrozi bin Nurhasyim, salah satu kunci pelaku peledakan bom, ditangkap di rumahnya di di Desa Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur. Amrozi membeberkan lima orang yang menjadi tim inti peledakan.
Ali Imron, Ali Fauzi, Qomaruddin adalah eksekutor di Sari Club dan Paddy's. Sementara M Gufron dan Mubarok menjadi orang yang membantu mempersiapkan peledakan.
Imam Samudra, Idris dan Dulmatin diduga merupakan peracik bom Bali I. Bersama Ali Imron, Umar alias Wayan, dan Umar alias Patek, merekapun ditetapkan sebagai tersangka.
()