Pahlawan devisa masih jadi sapi perah

Selasa, 04 Oktober 2011 - 15:09 WIB
Pahlawan devisa masih jadi sapi perah
Pahlawan devisa masih jadi sapi perah
A A A
Sindonews.com - Tenaga kerja wanita yang bekerja sebagai penata laksana rumah tangga (PLRT) masih rentan mendapatkan kekerasan dari majikannya. Pemerintah yang seharusnya melakukan perlindungan bagi warganya masih setengah hati mengeluarkan kebijakan.

Bahkan setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, justru membuat tenaga kerja Indonesia di luar negeri layaknya sapi perah bagi negaranya sendiri.

Seperti tim investigasi terpadu yang dibuat oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tiga bulan lalu. Tim ini bertugas untuk mengevaluasi kondisi TKI di negara-negara penerima.

Pembentukan Tim ini berdasarkan hasil evaluasi yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 11 Aprl 2011. BPK menilai banyak hal yang mesti diperbaiki dalam pengiriman TKI ke luar negeri.

"Kalau memang di negara tertentu baik lembaga maupun pemerintahnya nyata-nyata tidak layak, tidak memenuhi syarat dalam perlindungan hak TKI dan sisi-sisi lain negara kita bisa melaksanakan moratorium sampai semua siap, sampai TKI bisa bekerja dengan baik," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat itu, seperti dikutip dari Okezone.

Namun ternyata tim investigasi terpadu dinilai bekerja tidak sesuai dengan amanat Undang-undang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKLN).

Seperti diketahui tim investigasi terpadu menyimpulkan hanya ada empat negara aman untuk penempatan TKI, yakni Malaysia, Arab, Hong Kong, dan Taiwan. Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Kemenakertrans Reyna Usman pernah mengatakan, keempat negara itu termasuk kategori layak sebagai tujuan TKI.

Menurut Reyna, Hong Kong dan Taiwan memiliki kebijakan dan peraturan perlindungan migrant worker yang cukup baik dibanding negara-negara penempatan lainnya. Kekerasan terhadap TKl di dua negara ini semakin kecil.

"Yang masih banyak adalah urusan kontrak kerja, tidak sesuainya gaji yang dibayarkan, masalah agensi TKI nakal," ujar Reyna, Kamis 29 September 2011, seperti dikutip dari Okezone.

Malaysia, adalah negara penempatan sektor PLRT terbesar dan prospektif karena berbagai kemudahan akses serta faktor kesamaan bahasa dan budaya. MoU telah tandatangani akan dikawal melalui joint task force (Satgas gabungan). Malaysia-Indonesia telah sepakat skema penempatan yang telah diformulasikan bersama untuk memudahkan kedua belah pihak dalam melakukan fasilitasi penempatan, terutama peningkatan aspek perlindungan TKI.

Sedangkan Arab Saudi, "Arab Saudi masih menjadi negara penempatan terbaik di Kawasan Timur Tengah. Tugas kita mengurangi masalahnya, terutama soal kekerasan," terang Reyna.

Kesimpulan tim terpadu yang memutuskan empat negara ini sebagai tujuan yang layak bagi TKW, dianggap jauh dari akal sehat, dan menunjukkan inkonsistensi sikap pemerintah terkait perbaikan perlindungan TKI. Pemerintah tidak berpijak pada UU PPTKLN, yang mengamanatkan pengiriman TKI ke negara yang memiliki mekanisme perlindungan domestik tenaga kerja, sudah memiliki MoU dengan Indonesia.

Anggota Fraksi PDIP Eva Kusuma Sundari menyayangkan kesimpulan yang dibuat oleh tim investigasi terpadu yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tiga bulan lalu itu.

Eva mempertanyakan kesimpulan atas empat negara itu. Misalnya Malaysia dan Arab Saudi. "RI masih memberlakukan moratorium pengiriman TKI ke Saudi dan Malaysia karena absennya perlindungan. Kok bisa lalu disimpulkan sebagai negara-negara yang aman?" ujar Eva mempertanyakan, dalam pesannya kepada Sindonews, Selasa (4/10/2011).

Sementara dengan Taiwan, Eva mengungkapkan kelemahan pengiriman TKI ke negeri itu. "Tiadanya hubungan diplomatik dengan Taiwan sehingga banyak permasalahan TKI tersendat, plus tiadanya kebijakan upah minimum, sama sekali tidak menjadi konsideran Tim Evaluasi. Sehingga pertanyaannya, apa framework dan kriteria dalam melaksanakan evaluasi?" tukasnya.

Politikus yang dikenal cukup vokal ini menengarai, kesimpulan atas keempat negara itu didasarkan alasan ekonomi, yakni membisniskan TKI ketika sistem proteksi belum berlaku. "Perilaku tersebut juga menunjukkan pelecehan terhadap rekomendasi-rekomendasi DPR yang meminta pembenahan internal dalam negeri dituntaskan, dan pembuatan MoU dengan semua receiving countries," tuturnya.

"Saya amat menyesalkan cara bekerja Tim yang tidak didorong demi TKW tetapi demi kas masuk. Perilaku menumbalkan warga negara demi fresh money ini merupakan pengkhianatan serius pemerintah terhadap amanah UUD 1945," tegasnya lagi.

Untuk itu, Presiden sudah selayaknya membubarkan tim investigasi evaluasi tersebut, dan fokus pada mewujudkan semua rekomendasi paripurna DPR yang diorientasikan semata ke perbaikan perlindungan TKI.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6478 seconds (0.1#10.140)