DPR: Pemerintah Harus Tegas dalam Menerapkan PSBB
A
A
A
JAKARTA - Penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) masih menimbulkan polemik. Bahkan, kebingungan di masyarakat dan para pengambil kebijakan sendiri. Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani mendorong pemerintah pusat agar lebih tegas lagi.
PSBB itu, katanya, rancu karena membutuhkan waktu dan persetujuan menteri kesehatan. “Perlu ketegasan PSBB jangan sampai maju kena, mundur kena. Mobilitas enggak bisa ditahan, persebaran meningkat. Sekarang ujung tombaknya tenaga kesehatan. Enggak di-back up. Yang tertular harus dirawat. Sementara kapasitas rumah sakit atau yang menjadi rujukan COVID enggak sanggup,” katanya kepada SINDOnews.com, Kamis (2/4/2020). (Baca juga: Pilih Opsi PSBB, Pemerintah Dinilai Ingin Atasi Bencana Tanpa Munculkan Bencana Baru)
Netty mengusulkan karantina wilayah untuk wilayah yang menjadi episentrum pandemik Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus II (Sars Cov-II).“Bisa karantina wilayah, rumah sakit, yang seperti itu tinggal ditetapkan saja oleh pemerintah. Saya secara pribadi menduga-duga pemerintah maunya karantina tapi enggak punya anggaran besar,” ujarnya. (Baca juga: Jokowi Minta Menkes Segera Terbitkan Aturan Rinci PSBB)
Menetapkan karantina wilayah memang punya implikasi luas, termasuk tanggung jawab yang besar bagi pemerintah pusat. Segala kebutuhan masyarakat dan hewan ternaknya harus dipenuhi pemerintah.
Saat ini, DKI Jakarta dan beberapa daerah penyangganya merupakan zona merah. Netty menilai anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Jakarta mencukupi untuk memenuhi masyarakat yang tinggal di Ibu Kota.
“APBD DKI itu melampaui kementerian. Beberapa anggaran kementerian kalah besar dari APBD DKI. Ini sebenarnya tinggal izin dan ketegasan. Bawa ini ke arah humanity bukan politis. Jangan sampai diperkeruh oleh situasi. Kita ingin menyelamatkan 270 atau DKI 10 jutaan orang dan ditambah wilayah penyangganya,” katanya.
PSBB itu, katanya, rancu karena membutuhkan waktu dan persetujuan menteri kesehatan. “Perlu ketegasan PSBB jangan sampai maju kena, mundur kena. Mobilitas enggak bisa ditahan, persebaran meningkat. Sekarang ujung tombaknya tenaga kesehatan. Enggak di-back up. Yang tertular harus dirawat. Sementara kapasitas rumah sakit atau yang menjadi rujukan COVID enggak sanggup,” katanya kepada SINDOnews.com, Kamis (2/4/2020). (Baca juga: Pilih Opsi PSBB, Pemerintah Dinilai Ingin Atasi Bencana Tanpa Munculkan Bencana Baru)
Netty mengusulkan karantina wilayah untuk wilayah yang menjadi episentrum pandemik Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus II (Sars Cov-II).“Bisa karantina wilayah, rumah sakit, yang seperti itu tinggal ditetapkan saja oleh pemerintah. Saya secara pribadi menduga-duga pemerintah maunya karantina tapi enggak punya anggaran besar,” ujarnya. (Baca juga: Jokowi Minta Menkes Segera Terbitkan Aturan Rinci PSBB)
Menetapkan karantina wilayah memang punya implikasi luas, termasuk tanggung jawab yang besar bagi pemerintah pusat. Segala kebutuhan masyarakat dan hewan ternaknya harus dipenuhi pemerintah.
Saat ini, DKI Jakarta dan beberapa daerah penyangganya merupakan zona merah. Netty menilai anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Jakarta mencukupi untuk memenuhi masyarakat yang tinggal di Ibu Kota.
“APBD DKI itu melampaui kementerian. Beberapa anggaran kementerian kalah besar dari APBD DKI. Ini sebenarnya tinggal izin dan ketegasan. Bawa ini ke arah humanity bukan politis. Jangan sampai diperkeruh oleh situasi. Kita ingin menyelamatkan 270 atau DKI 10 jutaan orang dan ditambah wilayah penyangganya,” katanya.
(cip)