Lockdown Diperpanjang, Nasib TKI di Malaysia Semakin Memprihatinkan
A
A
A
JAKARTA - Para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia terancam kelaparan, menyusul kebijakan perpanjangan Perintah Kawalan Pergerakan (PKP) atau lockdown hinggal 14 April 2020 mendatang.
Semula Pemerintah Malaysia menetapkan kebijakan lockdown sejak 18-31 Maret 2020 dengan tujuan untuk menekan laju penyebaran virus Corona (COVID-19).
Jika ada warga negara yang melanggar ataupun warga asing akan diambil tindakan oleh Polis Diraja Malaysia(PDRM) berdasarkan Akta 343 Pencegahan dan Pengawalan Penyakit Berjangkit 1988 mendapat perhatian masyarakat umum, dengan denda tidak lebih dari RM1.000 atau dipenjara tidak lebih dari enam bulan kurungan atau kedua-duanya.
"Kondisi secara umum di Malaysia sangat sepi dan sunyi. Tidak ada lagi aktivitas berkumpulnya masyarakat umum dan aktivitas bekerja sehari-hari. Tak terkecuali kondisi masyarakat Indonesia yang ada di Malaysia, khususnya bagi pekerja migran Indonesia (PMI) yang mencari nafkah di Malaysia juga mau tidak mau harus tunduk dan patuh terhadap kebijakan Pemerintah Malaysia," ujar Direktur Pusat Penyelesaian Permasalahan Warga Negara Indonesia di Malaysia (P3WNI) Dato' M Zainul Arifin dalam keterangan tertulis kepada SINDOnews, Kamis 26 Maret 2020.
Menurut dia, kondisi PMI di Malaysia sangat memprihatinkan. Sudah hampir dua pekan mereka tidak diperbolehkan bekerja sebagaimana mestinya karena kebijakan Pemerintah Malaysia untuk mencegah menularnya Covid-19 lebih besar.
"Pada prinsipnya kita mendukung kebijakan Pemerintah Malaysia menjaga warga negaranya, termasuk warga asing khususnya warga negara Indonesia agar tetap sehat. Tetapi perlu diperhatikan dan dianggap penting bahwa pekerja migran Indonesia yang bekerja di Malaysia memiliki kondisi sangat berbeda dengan PMI yang bekerja di negara lain seperti Hong Kong, Taiwan, Macau, Timur Tengah dan lainnya. Sebab PMI di Malaysia saat ini masih banyak yang bekerja untuk kebutuhan sehari-hari. Artinya satu hari tidak bekerja maka tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya," tuturnya.
Menurut Zainul Arifin, pekerja Indonesia di Malaysia lebih takut "virus kelaparan" ketimbang Coron. Sebab jika tidak bisa bekerja maka mereka tidak bisa makan.
"Kondisi PMI kita di Malaysia banyak yang bekerja di sektor informal seperti pembangunan infrastruktur, buruh pabrik perkilangan, restoran, cleaning service, serta lainnya yang mana mereka mendapatkan gaji ada perhari, per minggu," katanya.
Menurut dia, masih banyak PMI di Malaysia yang non-prosedural, yaitu mereka yang digolongkan sebagai Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI), dan ada juga PMI yang memiliki permit (izin) kerja tidak sesuai dengan peruntukannya. Seperti permit kerja di sektor perkebunan digunakan bekerja di sektor restoran.
"Artinya banyak PMI bekerja di Malaysia yang sebagiannya tidak memiliki majikan," tutur pria asal Bangka yang menikah dengan warga negara Malaysia ini.
Karena itu, pihaknya meminta kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggota DPR RI dan Perusahaan Penempatan Jasa TKI Swasta (PJTKIS)/P3MI untuk peduli dan ikut memikirkan nasib para PMI yang kondisinya saat ini kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan tidak bisa pulang ke kampung halaman.
"Peran pemerintah penting untuk memikirkan masalah ini sebab di dalam UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI, disebutkan PMI harus dilindungi dan dilayani oleh Pemerintah. Disebutkan juga UU tidak membedakan mana PMI resmi ataupun PMI yang tak resmi. Semuanya wajib dilindungi dan dilayani," tuturnya.
Selain itu, kata Zainul Arifin, dalam UUD 1945 juga disebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak yang sama.
"Kami meminta kepada Pemerintah Pusat untuk memberikan bantuan makanan dan minuman seperti sembako kepada PMI di Malaysia untuk bertahan hidup hingga selesai kebijakan lockdown di Malaysia," harapnya.
Selain itu, juga memberikan kiriman bantuan alat kesehatan perlindungan diri seperti masker dan lainnya. Serta memfasilitasi dan mempermudah PMI di Malaysia yang ingin pulang ke kampung halamannya.
"Kami juga berharap Pemerintah Pusat untuk segera merespons dan mengambil tindakan cepat untuk membantu saudara kita Pekerja Migran Indonesia yang saat ini ada ratusan ribu bahkan lebih mencari nafkah di Malaysia. Kita tahu bahwa PMI adalah bagaian dari WNI yang harus dilindungi dan memiliki hak yang sama dengan WNI yang ada di Indonesia," katanya.
Bahkan, kata Zainul Arifin, PMI adalah "pahlawan devisa negara" yang membantu negara untuk mengisi pembangunan meskipun terkadang PMI tidak menikmati pembangunan tersebut.
"Kami merayu kepada para pengusaha PJTKI/P3MI, para orang kaya yang dermawan dan masyarakat umum yang peduli nasib PMI untuk menyisihkan sedikit rezekinya untuk membantu saudara kita PMI di Malaysia hanya sekadar untuk memenuhi sedikit kebutuhan perut mereka agar bertahan hidup," harapnya.
Pihaknya juga membuka tabungan peduli PMI di Malaysia mulai 25-31 Maret 2020. Bagi mereka yang siap membantu bisa menghubungi nomor telepon +6282310145845 atas nama Direktur P3WNI Malaysia.
Semula Pemerintah Malaysia menetapkan kebijakan lockdown sejak 18-31 Maret 2020 dengan tujuan untuk menekan laju penyebaran virus Corona (COVID-19).
Jika ada warga negara yang melanggar ataupun warga asing akan diambil tindakan oleh Polis Diraja Malaysia(PDRM) berdasarkan Akta 343 Pencegahan dan Pengawalan Penyakit Berjangkit 1988 mendapat perhatian masyarakat umum, dengan denda tidak lebih dari RM1.000 atau dipenjara tidak lebih dari enam bulan kurungan atau kedua-duanya.
"Kondisi secara umum di Malaysia sangat sepi dan sunyi. Tidak ada lagi aktivitas berkumpulnya masyarakat umum dan aktivitas bekerja sehari-hari. Tak terkecuali kondisi masyarakat Indonesia yang ada di Malaysia, khususnya bagi pekerja migran Indonesia (PMI) yang mencari nafkah di Malaysia juga mau tidak mau harus tunduk dan patuh terhadap kebijakan Pemerintah Malaysia," ujar Direktur Pusat Penyelesaian Permasalahan Warga Negara Indonesia di Malaysia (P3WNI) Dato' M Zainul Arifin dalam keterangan tertulis kepada SINDOnews, Kamis 26 Maret 2020.
Menurut dia, kondisi PMI di Malaysia sangat memprihatinkan. Sudah hampir dua pekan mereka tidak diperbolehkan bekerja sebagaimana mestinya karena kebijakan Pemerintah Malaysia untuk mencegah menularnya Covid-19 lebih besar.
"Pada prinsipnya kita mendukung kebijakan Pemerintah Malaysia menjaga warga negaranya, termasuk warga asing khususnya warga negara Indonesia agar tetap sehat. Tetapi perlu diperhatikan dan dianggap penting bahwa pekerja migran Indonesia yang bekerja di Malaysia memiliki kondisi sangat berbeda dengan PMI yang bekerja di negara lain seperti Hong Kong, Taiwan, Macau, Timur Tengah dan lainnya. Sebab PMI di Malaysia saat ini masih banyak yang bekerja untuk kebutuhan sehari-hari. Artinya satu hari tidak bekerja maka tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya," tuturnya.
Menurut Zainul Arifin, pekerja Indonesia di Malaysia lebih takut "virus kelaparan" ketimbang Coron. Sebab jika tidak bisa bekerja maka mereka tidak bisa makan.
"Kondisi PMI kita di Malaysia banyak yang bekerja di sektor informal seperti pembangunan infrastruktur, buruh pabrik perkilangan, restoran, cleaning service, serta lainnya yang mana mereka mendapatkan gaji ada perhari, per minggu," katanya.
Menurut dia, masih banyak PMI di Malaysia yang non-prosedural, yaitu mereka yang digolongkan sebagai Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI), dan ada juga PMI yang memiliki permit (izin) kerja tidak sesuai dengan peruntukannya. Seperti permit kerja di sektor perkebunan digunakan bekerja di sektor restoran.
"Artinya banyak PMI bekerja di Malaysia yang sebagiannya tidak memiliki majikan," tutur pria asal Bangka yang menikah dengan warga negara Malaysia ini.
Karena itu, pihaknya meminta kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggota DPR RI dan Perusahaan Penempatan Jasa TKI Swasta (PJTKIS)/P3MI untuk peduli dan ikut memikirkan nasib para PMI yang kondisinya saat ini kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan tidak bisa pulang ke kampung halaman.
"Peran pemerintah penting untuk memikirkan masalah ini sebab di dalam UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI, disebutkan PMI harus dilindungi dan dilayani oleh Pemerintah. Disebutkan juga UU tidak membedakan mana PMI resmi ataupun PMI yang tak resmi. Semuanya wajib dilindungi dan dilayani," tuturnya.
Selain itu, kata Zainul Arifin, dalam UUD 1945 juga disebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak yang sama.
"Kami meminta kepada Pemerintah Pusat untuk memberikan bantuan makanan dan minuman seperti sembako kepada PMI di Malaysia untuk bertahan hidup hingga selesai kebijakan lockdown di Malaysia," harapnya.
Selain itu, juga memberikan kiriman bantuan alat kesehatan perlindungan diri seperti masker dan lainnya. Serta memfasilitasi dan mempermudah PMI di Malaysia yang ingin pulang ke kampung halamannya.
"Kami juga berharap Pemerintah Pusat untuk segera merespons dan mengambil tindakan cepat untuk membantu saudara kita Pekerja Migran Indonesia yang saat ini ada ratusan ribu bahkan lebih mencari nafkah di Malaysia. Kita tahu bahwa PMI adalah bagaian dari WNI yang harus dilindungi dan memiliki hak yang sama dengan WNI yang ada di Indonesia," katanya.
Bahkan, kata Zainul Arifin, PMI adalah "pahlawan devisa negara" yang membantu negara untuk mengisi pembangunan meskipun terkadang PMI tidak menikmati pembangunan tersebut.
"Kami merayu kepada para pengusaha PJTKI/P3MI, para orang kaya yang dermawan dan masyarakat umum yang peduli nasib PMI untuk menyisihkan sedikit rezekinya untuk membantu saudara kita PMI di Malaysia hanya sekadar untuk memenuhi sedikit kebutuhan perut mereka agar bertahan hidup," harapnya.
Pihaknya juga membuka tabungan peduli PMI di Malaysia mulai 25-31 Maret 2020. Bagi mereka yang siap membantu bisa menghubungi nomor telepon +6282310145845 atas nama Direktur P3WNI Malaysia.
(dam)