Penanganan Wabah Corona, Pemerintah Diminta Perkuat Fasilitas Medis

Rabu, 18 Maret 2020 - 06:06 WIB
Penanganan Wabah Corona, Pemerintah Diminta Perkuat Fasilitas Medis
Penanganan Wabah Corona, Pemerintah Diminta Perkuat Fasilitas Medis
A A A
JAKARTA - Upaya penanganan wabah corona (Covid-19) bukan perkara mudah. Salah satu yang menjadi kendala riil di lapangan terkait dengan keterbatasan fasilitas medis. Karena itu, pemerintah dituntut untuk mengerahkan sumber dayanya memperkuat kebutuhan tersebut.

Beberapa fasilitas dimaksud yang sangat dibutuhkan untuk menghadapi pasien dalam pemantauan (PDP) atau pasien positif corona antara lain alat pelindung diri (APD) seperti baju dan goggle, perlengkapan, ventilator, negative pressure.

Kondisi tersebut diungkapkan dr Fariz Nurwidya dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia kepada Sindonews di Jakarta kemarin. Anggota Komisi V DPR Rifqi Karsayuda menuntut pemerintah menuntaskan persoalan tersebut agar penanganan wabah corona tidak kalang kabut.

Wabah corona patut mendapat perhatian serius karena terus menunjukkan peningkatan. Data terakhir menyebutkan 172 orang positif corona dan 5 orang meninggal dunia. Penambahan terbanyak ada di DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Kepulauan Riau.

Melihat perkembangan tersebut, pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperpanjang masa darurat bencana nonalam virus korona (Covid-19) dari 29 Februari sampai dengan 29 Mei 2020.

Namun, penanganan darurat terkendala terbatasnya fasilitas medis. Fariz Nurwidya mengingatkan, dampak kurangnya fasilitas medis sangat berbahaya. Satu sisi kondisi tersebut mengancam dokter dan tenaga kesehatan saja, bahkan beberapa dokter dan perawat sudah terpapar corona. (Baca: DPR Sebut Tak Ada Alat uji Corona di Daerah, Rakyat Diminta Waspada)

“Bayangkan kita misalnya, ada dokter mau intubasi. Kalau dia pakainya enggak lengkap, alat bantu napas kan harus intubasi. Kalau APD-nya nggak lengkap, dokternya berhadapan langsung dengan rongga mulut si pasien yang banyak virusnya itu. Bayangkan kalau tidak terlindungi sama sekali, dilepas gitu aja tenaga kesehatan. Jadi, kami nggak mau seperti dikorbankan,” ujar Fariz di Jakarta kemarin.

Di sisi lain, kekurangan fasilitas tersebut di antaranya dipastikan akan membuat lama hasil swab tenggorokan. Bahkan tak kalah urgen, perlunya penambahan alat ventilator mekanik. “Penambahan alat ventilator mekanik, banyak orang yang jatuh ke gagal napas tapi alat ventilator mekaniknya nggak ada. Bantuan pengadaan negative pressure, jadi gitu sih yang utama,” ujar Fariz.

Anggota Komisi V DPR Rifqi Karsayuda mengakui kesiagaan pemerintah dengan menunjuk ratusan rumah sakit rujukan pasien dengan indikasi terdampak atau terpapar Covid-19 di setiap daerah. Sayangnya, alat uji untuk mengetahui seseorang terdeteksi virus ini baru ada di DKI Jakarta, Jabar, dan Jatim. "Ini membuat daerah-daerah yang tak ada alat uji Covid-19 seperti tak memiliki pedoman dan data," tutur politikus PDIP dari Daerah Pemilihan Kalimantan Selatan ini kemarin.

Rifqi pun berharap pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dapat segera mendistribusikan alat uji corona ke seluruh wilayah Nusantara, termasuk Kalsel. "Pemerintah daerah dan DPRD juga harus proaktif berkoordinasi dan menyiapkan anggaran untuk menyiapkan alat uji dan langkah-langkah lain di daerah," serunya.

Dia pun mendorong pemerintah lebih fokus pada penanganan corona. Di sisi lain, DPR sedang mendiskusikan sejauh mana APBN 2020 bisa direvisi dan dananya difokuskan pada pemberantasan corona. Dengan cara ini, dia berharap pemerintah bisa menangani corona dengan baik. (Baca juga: Jumlah Positif Terus Bertambah, Pemerintah Dinilai Lamban Tangani Corona)

"Negara harus menyediakan sarana itu. Di Amerika, pemerintah setempat menyiapkan dana Rp700 triliun untuk ini. Di Indonesia, Kementerian Keuangan baru menyiapkan Rp1 triliun," pungkas Rifqi.

Hingga kemarin, pihak pemerintah berusaha keras untuk meningkatkan kemampuan mengatasi corona. Salah satunya dilakukan dengan menyiapkan rumah sakit. Teranyar, pemerintah menggerakkan 109 rumah sakit TNI, 53 rumah sakit Polri, dan 65 rumah sakit BUMN.

Juru Bicara Pemerintah Terkait Penanganan Virus Corona (Covid-19) Achmad Yurianto mengungkapkan, beberapa rumah sakit swasta juga siap berpartisipasi. “Di dalam kaitan ini, salah satu di antaranya adalah Rumah Sakit Pertamina Jaya. Ini mendedikasikan seluruh tempat tidurnya untuk kasus Covid-19. Demikian juga rumah sakit swasta yang lain yang tersebar di Jakarta dan sekitarnya,” jelasnya.

Dia kemudian menuturkan, 172 pasien positif corona telah menjalani perawatan di rumah sakit. Namun, ada juga yang melaksanakan self-isolated di rumah, terutama mereka yang gejalanya tidak terlalu berat. Dia menyebut ketentuan self-isolated di rumah sudah disosialisasikan.

“Karena isolasi rumah ini juga bukan sesuatu yang sulit, sederhana namun membutuhkan komitmen yang kuat; bukan hanya dari pasien, namun juga dari keluarganya. Karena pasien juga harus menggunakan masker. Kemudian, dia harus menjaga jarak atau sering disebut sebagai social distancing dengan seluruh anggota keluarga lain yang ada di rumah,” katanya.

Status Darurat Diperpanjang

Pemerintah melalui BNPB memperpanjang masa darurat bencana nonalam virus corona (Covid-19) dari 29 Februari sampai dengan 29 Mei 2020. Keputusan tersebut tertuang dalam surat keputusan bernomor 13.A Tahun 2020 yang ditandatangani Kepala BNPB sekaligus Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Corona, Letnan Jenderal Doni Monardo.

“Perpanjangan Status Keadaan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam diktum kesatu berlaku selama 91 (sembilan puluh satu) hari, terhitung sejak tanggal 29 Februari 2020 sampai dengan tanggal 29 Mei 2020,” bunyi surat keputusan yang diterima SINDO di Jakarta (17/3/2020).

Pemberlakuan perpanjangan ini yang disebutkan dalam surat keputusan karena penyebaran virus semakin meluas dan menyebabkan jatuhnya korban jiwa. Selain itu, penyebaran virus bisa berimplikasi pada kerugian harta benda, dampak psikologis pada masyarakat, serta mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat. (Baca juga: Antisipasi Lonjakan Pasien Corona, Pemeritah Siapkan Langkah Ini)

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Kebencanaan BNPB Agus Wibowo membenarkan perpanjangan masa status darurat corona. Kondisi ini diambil karena skala penyebaran virus ini semakin meluas.

“Karena ini (virus corona) skalanya makin besar dan Presiden memerintahkan untuk melakukan percepatan, maka ada perpanjangan status lagi, status karena keadaan tertentu,” ungkap Agus dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta (17/3/2020).

Agus menjelaskan penetapan status darurat dilakukan pada tiga hal, yakni status siaga darurat yaitu kalau bencana belum terjadi; kemudian pada status tanggap darurat yakni saat status bencana terjadi; dan status darurat transisi yaitu darurat ke pemulihan. “Itu semuanya adalah satu keadaan darurat,” katanya.

“Karena pada saat itu kita perlu bekerja dengan cepat, kita dukungan operasi yang tepat, sehingga atas persetujuan dari Menko PMK saat itu disetujui untuk Kepala BNPB mempunyai kewenangan mengeluarkan status keadaan tertentu darurat penanggulangan penyakit coronavirus ini atau Covid-19 ini, sehingga ditentukan tanggal 28 Januari sampai dengan tanggal 28 Februari 2020,” tambah Agus.

Selanjut, status darurat diperpanjang lagi karena sampai saat ini belum ada daerah-daerah yang melakukan penetapan status keadaan darurat. “Sehingga BNPB perlu memperpanjang lagi dari tanggal 29 Februari sampai tanggal 29 Mei 2020. Jadi diperpanjang lagi supaya lebih fleksibel, karena kita menunggu daerah-daerah yang melakukan atau mengeluarkan status darurat,” tegasnya. (Dita Angga/Kiswondari/Binti Mufarida)
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8610 seconds (0.1#10.140)