Tahun 2024 Jadi Panggung Para Politikus Baru
A
A
A
JAKARTA - Pemilu 2024 masih jauh, namun berbagai kajian akademis mulai bermunculan. Ini bisa menjadi gambaran kepada publik sehingga mereka bisa mengenal lebih mendalam tokoh-tokoh yang bakal mereka pilih sebagai pemimpin ke depan.
Hasil kajian yang dilakukan Indonesia Political Opinion (IPO) menunjukkan publik mulai merasa "bosan" dengan tokoh-tokoh lama dan menginginkan figur-figur baru untuk bertarung dalam Pilpres 2024.
Dalam pertanyaan terbuka yang dilontarkan ke publik mengenai siapa nama-nama tokoh lama dan baru, muncul sejumlah jawaban. Di antara yang disebut dengan nama lama di benak publik, yakni Prabowo Subianto, Mahfud MD, Hidayat Nur Wahid, Muhaimin Iskandar, Hatta Rajasa, Sri Mulyani, dan Bambang Soesatyo.
Sementara untuk tokoh baru atau muda yang muncul antara lain Sandiaga Uno, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Tito Karnavian, Ridwan Kamil, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Puan Maharani, Tri Rismaharini, Airlangga Hartarto, Khofifah Indar Parawansa, Zulkifli Hasan, dan Gatot Nurmantyo.
Direktur Eksekutif IPO, Dedi Kurnia Syah Putra mengatakan, di antara tokoh lama yang paling dikenal publik adalah prabowo Subianto dengan tingkat pengenalam mencapai 92,6%.
Namun, hal ini dinilai bukan sesuatu yang menarik karena faktanya Prabowo memang adalah capres di 2014 dan 2019 sehingga meskipun kalah, tetapi tetap populer.
Namun, menurutnya tren Prabowo terus mengalami penurunan. Bahkan, jika saat pertama kali diangkat menjadi Menhan tingkat kepercayaan publik kepada Prabowo paling tinggi, namun setelah 100 hari ternyata trennya menurun.
"Kalau dilanjutkan sampai 2024, lebih besar potensinya kalah daripada menang. Artinya kalaupun Prabowo mengikuti kontestasi 2024, itu harus kerja keras meskipun dia berpasangan dengan parpol yang berkuasa sekalipun. Artinya ada kelelahan publik dalam memilih tokoh-tokoh lama termasuk ke Prabowo," kata Dedi saat diskusi bertajuk Political Outlook 2024: Regenerasi Elite Politik Nasional Indonesia Masa Depan di d'consulate, Jakarta Pusat, Jumat (13/3/2020).
Hal menarik, kata Dedi, ada nama-nama yang dianggap publik sebagai tokoh baru. Meskipun di antara mereka ada nama yang sudah beken seperti Sandiaga Uno, AHY, Tito Karnavian dan sejumlah kepala daerah seperti Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, dan Khofifah Indarparawansa.
Untuk klasterisasi kepala daerah, dari empat ini yang tertinggi potensi untuk diusung menjadi calon presiden adalah Ganjar Pranowo yang saat ini menjawab Gubernur Jawa Tengah.
"Secara popularitas dia di bawah Anies Baswedan, tetapi potensi keterusungan jauh melebihi Anies Baswedan. Sepopuler apapun Anies Baswedan itu punya kans kecil kalau bicara tingkat keterusungan. Persoalannya meski Ganjar Pranowo punya tingkat keterusungan tinggi, dia akan terganjal Puan Maharani karena satu parpol," tuturnya.
Karena itu, meski masih terlalu dini untuk mendiskusikan peluang kepala daerah maju di pilpres, kata Dedi, namun hal ini sudah terbaca sejak awal sehingga mereka hanya perlu menjaga performa kinerja untuk bisa dikonversikan menjadi elektabilitas.
Hasil kajian yang dilakukan Indonesia Political Opinion (IPO) menunjukkan publik mulai merasa "bosan" dengan tokoh-tokoh lama dan menginginkan figur-figur baru untuk bertarung dalam Pilpres 2024.
Dalam pertanyaan terbuka yang dilontarkan ke publik mengenai siapa nama-nama tokoh lama dan baru, muncul sejumlah jawaban. Di antara yang disebut dengan nama lama di benak publik, yakni Prabowo Subianto, Mahfud MD, Hidayat Nur Wahid, Muhaimin Iskandar, Hatta Rajasa, Sri Mulyani, dan Bambang Soesatyo.
Sementara untuk tokoh baru atau muda yang muncul antara lain Sandiaga Uno, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Tito Karnavian, Ridwan Kamil, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Puan Maharani, Tri Rismaharini, Airlangga Hartarto, Khofifah Indar Parawansa, Zulkifli Hasan, dan Gatot Nurmantyo.
Direktur Eksekutif IPO, Dedi Kurnia Syah Putra mengatakan, di antara tokoh lama yang paling dikenal publik adalah prabowo Subianto dengan tingkat pengenalam mencapai 92,6%.
Namun, hal ini dinilai bukan sesuatu yang menarik karena faktanya Prabowo memang adalah capres di 2014 dan 2019 sehingga meskipun kalah, tetapi tetap populer.
Namun, menurutnya tren Prabowo terus mengalami penurunan. Bahkan, jika saat pertama kali diangkat menjadi Menhan tingkat kepercayaan publik kepada Prabowo paling tinggi, namun setelah 100 hari ternyata trennya menurun.
"Kalau dilanjutkan sampai 2024, lebih besar potensinya kalah daripada menang. Artinya kalaupun Prabowo mengikuti kontestasi 2024, itu harus kerja keras meskipun dia berpasangan dengan parpol yang berkuasa sekalipun. Artinya ada kelelahan publik dalam memilih tokoh-tokoh lama termasuk ke Prabowo," kata Dedi saat diskusi bertajuk Political Outlook 2024: Regenerasi Elite Politik Nasional Indonesia Masa Depan di d'consulate, Jakarta Pusat, Jumat (13/3/2020).
Hal menarik, kata Dedi, ada nama-nama yang dianggap publik sebagai tokoh baru. Meskipun di antara mereka ada nama yang sudah beken seperti Sandiaga Uno, AHY, Tito Karnavian dan sejumlah kepala daerah seperti Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, dan Khofifah Indarparawansa.
Untuk klasterisasi kepala daerah, dari empat ini yang tertinggi potensi untuk diusung menjadi calon presiden adalah Ganjar Pranowo yang saat ini menjawab Gubernur Jawa Tengah.
"Secara popularitas dia di bawah Anies Baswedan, tetapi potensi keterusungan jauh melebihi Anies Baswedan. Sepopuler apapun Anies Baswedan itu punya kans kecil kalau bicara tingkat keterusungan. Persoalannya meski Ganjar Pranowo punya tingkat keterusungan tinggi, dia akan terganjal Puan Maharani karena satu parpol," tuturnya.
Karena itu, meski masih terlalu dini untuk mendiskusikan peluang kepala daerah maju di pilpres, kata Dedi, namun hal ini sudah terbaca sejak awal sehingga mereka hanya perlu menjaga performa kinerja untuk bisa dikonversikan menjadi elektabilitas.
(dam)