DPR Kritik Minimnya Sosialisasi Pencegahan Corona kepada Masyarakat

Jum'at, 06 Maret 2020 - 14:07 WIB
DPR Kritik Minimnya Sosialisasi Pencegahan Corona kepada Masyarakat
DPR Kritik Minimnya Sosialisasi Pencegahan Corona kepada Masyarakat
A A A
JAKARTA - Komisi IX DPR mengkritik keras minimnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah dan juga tidak adanya panduan kepada masyarakat dalam pencegahan wabah virus corona (Covid-19). Hal ini membuat kebingungan di masyarakat yang menyebabkan salah satunya adalah panic buying, serta perbedaan perlakuan di masing-masing kantor pelayanan publik.

"Enggak, belum. Saya melihat pemerintah belum melakukan sosialisasi ya karena kalau sosialisasi itu kan harusnya yang masif. Saya dari dulu konsisten ngomong kalau bisa SMS blast. Saya juga sudah ngomong dengan Pak Moeldoko dari KSP (Kepala Staf Kepresidenan) harus SMS blast, SMS blast dalam artian mereka melakukan sosialisasi, pencegahan, penularan, dan lain sebagainya," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh saat dihubungi, Jumat (6/3/2020).

Perempuan yang akrab disapa Ninik ini mengakui bahwa memang selama ini pemerintah melakukan sosialisasi lewat media sosial (medsos). Namun, itu dirasa belum cukup masif. Dan, sosialisasi ini seharusnya melibatkan seluruh pihak termasuk dari kementerian lembaga (K/L) terkait termasuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang harus menyosialisasikan ini di sekolah-sekolah dan kampus.

"Jadi sosialisasi belum dilakukan dengan baik ya. Bahkan nomor telepon yang menjadi hotline-nya kita Komisi IX baru tahu saat datang ke Kemenkes dan Menko waktu acara kemarin malam juga menyampaikan itu. Sebelumnya belum pernah tahu hotline-nya seperti apa, sosialisasinya seperti apa," sesalnya. (Baca Juga: Saat Pengurus Golkar Jalani Pengecekan Suhu Tubuh di Cikeas).

Menurut politikus PKB ini, panic buying juga salah satu akibat yang ditimbulkan lantaran kurangnya sosialisasi dan ketidaktahuan masyarakat. Sehingga, harga-harga seperti masker dan juga sanitizer menjadi mahal bahkan langka. "Masyarakat juga tidak tahu siapa sih yang harus pakai masker siapa yang enggak, dan yang pakai masker caranya seperti apa," imbuh Ninik

Ninik juga menyayangkan belum adanya standar operasional prosedur (SOP) soal bagaimana masyarakat saat di tempat publik dan bagaimana kantor pelayanan publik bertindak. Seperti misalnya yang dikeluhkan oleh warga yang satu perumahan dengan dua pasien yang positif corona, mereka tidak bisa bekerja lantaran kantornya mengharuskan mereka membawa surat keterangan bebas corona. Sementara, Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat pun tidak bisa mengeluarkan itu karena tidak ada SOP.

"Seharusnya seluruh Kementerian termasuk BUMN juga memerintahkan untuk tidak melakukan hal yang di luar SOP, kata Pak Moeldoko KSP dan kementerian baru melakukan rapat kemarin kan. Jadi too late, terlalu terlambat, masyarakat Indonesia sudah mencari informasi sendiri," pinta Ninik.

Selain itu, Ninik juga menyayangkan bahwa di kalangan pemerintah sendiri masih ada ego sektoral di masing-masing K/L sehingga, peraturan antara satu K/L dengan K/L lainnya berbeda. Di DPR misalnya, ada surat edaran dari Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR untuk membawa hand sanitizer, larangan bepergian ke luar negeri kecuali urusan yang amat mendesak, dan pengecekan suhu tubuh saat masuk ke Kompleks Parlemen Senayan.

"Semestinya kantor pelayanan publik punya standar. Saya masih melihat ada ego sektoral karena belum menyebut sama sekali bahwa tim gabungan ini akan (melakukan apa), belum sama sekali. Pak Moeldoko mengatakan bahwa tim ini akan dihandle oleh KSP. Cuma kemarin hasil rapat, KSP belum menerangkan atau paham kasus seperti ini," tandasnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5394 seconds (0.1#10.140)