Duet Sipil dan Militer Dinilai Ideal untuk Pimpin BIN
A
A
A
JAKARTA - Cendekiawan muslim Komaruddin Hidayat berpendapat, sudah menjadi kebutuhan bangsa bila duet sipil dan militer memimpin Badan Intelijen Negara (BIN) saat ini.
"Rasanya sih okay. Karena sejarah militer Indonesia itu anak kandung rakyat (civil society)," ujar Komaruddin Hidayat yang juga mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah, Jakarta, dalam rilis yang diterima redaksi, Selasa (2/3/2020).
Meskipun militer dituntut kerja profesional berdasarkan undang-undang (UU), yakni UU No 4 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), serta tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang ada, kata Komaruddin, secara historis militer itu lahir dari rahim civil society.
"Jadi kalau sekarang ada gagasan utk mempertemukan sipil-militer untuk memimpin BIN, itu ide yg bagus," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Suhendra Hadikuntono dan Mayor Jenderal TNI Abdul Hafil Fuddin akan menjadi duet maut pimpinan BIN yang menjadi harapan rakyat, terutama rakyat Aceh, rakyat Papua dan para pemuda yang sudah menyatakan dukungan moral kepada keduanya, Suhendra Hadikuntono sebagai calon Kepala BIN, Mayjen Abdul Hafil Fuddin sebagai calon Wakil Kepala BIN.
Atas dukungan dari rakyat agar Suhendra dan Abdul Hafil menjadi duet maut pimpinan BIN itu, keduanya diharapkan segera bertemu untuk menyamakan visi, misi dan persepsi bila kelak benar-benar diangkat Presiden Joko Widodo sebagai pimpinan BIN.
Suhendra adalah tokoh intelijen senior yang selama ini banyak mendapat dukungan masyarakat dari Sabang sampai Merauke untuk menjadi Kepala BIN menggantikan Budi Gunawan. Dukungan tertulis antara lain disampaikan Wali Nanggroe Aceh Tengku Malik Mahmud Al Haythar, Gubernur Jenderal Negara Republik Federal Papua Barat Markus Yenu, dan ratusan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) tingkat nasional.
Adapun Mayjen Abdul Hafil Fuddin adalah dosen Universitas Pertahanan (Unhan) yang pernah menjadi Panglima Daerah Militer (Pangdam) Iskandar Muda, Aceh.
Pria kelahiran Banda Aceh tahun 1962 dan lulusan Akmil tahun 1985 ini sudah kenyang pengalaman dan malang melintang di berbagai penugasan, baik di dalam maupun luar negeri, termasuk di bidang intelijen.
Perpaduan sosok sipil-militer, Suhendra-Abdul Hafil, ini diyakini akan menjadi duet maut pimpinan BIN yang belum diganti sejak Jokowi dilantik sebagai Ptesiden RI periode pertama, 2014-2019, hingga kini periode kedua, 2019-2024.
Banyak masukan bahwa kondisi BIN saat ini cukup lemah, antara lain ditandai dengan banyaknya kasus kebobolan seperti kurusuhan di Papua dan Papua Barat yang gagal diantisipasi, serta penusukan Wiranto saat menjabat Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.
Tantangan intelijen di masa depan pun akan lebih kompleks, sehingga BIN perlu sosok profesional dan pendobrak, yang bisa berpikir out the box, sehingga mampu membuat BIN sebagai jendela, mata dan telinga Presiden sebagai bahan dalam membuat kebijakan dan keputusan.
"Di negara manapun intelligen dipimpin sipil bahkan george bush presiden amerika dulunya Direktur CIA jelas pengamat sosial politik Rudi S Kamri yang pada 22 Februari lalu bertemu Presiden Jokowi di Bireun, Aceh, di sela acara Kenduri Kebangsaan, di Jakarta, Sabtu (29/2/2020).
"Rasanya sih okay. Karena sejarah militer Indonesia itu anak kandung rakyat (civil society)," ujar Komaruddin Hidayat yang juga mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah, Jakarta, dalam rilis yang diterima redaksi, Selasa (2/3/2020).
Meskipun militer dituntut kerja profesional berdasarkan undang-undang (UU), yakni UU No 4 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), serta tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang ada, kata Komaruddin, secara historis militer itu lahir dari rahim civil society.
"Jadi kalau sekarang ada gagasan utk mempertemukan sipil-militer untuk memimpin BIN, itu ide yg bagus," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Suhendra Hadikuntono dan Mayor Jenderal TNI Abdul Hafil Fuddin akan menjadi duet maut pimpinan BIN yang menjadi harapan rakyat, terutama rakyat Aceh, rakyat Papua dan para pemuda yang sudah menyatakan dukungan moral kepada keduanya, Suhendra Hadikuntono sebagai calon Kepala BIN, Mayjen Abdul Hafil Fuddin sebagai calon Wakil Kepala BIN.
Atas dukungan dari rakyat agar Suhendra dan Abdul Hafil menjadi duet maut pimpinan BIN itu, keduanya diharapkan segera bertemu untuk menyamakan visi, misi dan persepsi bila kelak benar-benar diangkat Presiden Joko Widodo sebagai pimpinan BIN.
Suhendra adalah tokoh intelijen senior yang selama ini banyak mendapat dukungan masyarakat dari Sabang sampai Merauke untuk menjadi Kepala BIN menggantikan Budi Gunawan. Dukungan tertulis antara lain disampaikan Wali Nanggroe Aceh Tengku Malik Mahmud Al Haythar, Gubernur Jenderal Negara Republik Federal Papua Barat Markus Yenu, dan ratusan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) tingkat nasional.
Adapun Mayjen Abdul Hafil Fuddin adalah dosen Universitas Pertahanan (Unhan) yang pernah menjadi Panglima Daerah Militer (Pangdam) Iskandar Muda, Aceh.
Pria kelahiran Banda Aceh tahun 1962 dan lulusan Akmil tahun 1985 ini sudah kenyang pengalaman dan malang melintang di berbagai penugasan, baik di dalam maupun luar negeri, termasuk di bidang intelijen.
Perpaduan sosok sipil-militer, Suhendra-Abdul Hafil, ini diyakini akan menjadi duet maut pimpinan BIN yang belum diganti sejak Jokowi dilantik sebagai Ptesiden RI periode pertama, 2014-2019, hingga kini periode kedua, 2019-2024.
Banyak masukan bahwa kondisi BIN saat ini cukup lemah, antara lain ditandai dengan banyaknya kasus kebobolan seperti kurusuhan di Papua dan Papua Barat yang gagal diantisipasi, serta penusukan Wiranto saat menjabat Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.
Tantangan intelijen di masa depan pun akan lebih kompleks, sehingga BIN perlu sosok profesional dan pendobrak, yang bisa berpikir out the box, sehingga mampu membuat BIN sebagai jendela, mata dan telinga Presiden sebagai bahan dalam membuat kebijakan dan keputusan.
"Di negara manapun intelligen dipimpin sipil bahkan george bush presiden amerika dulunya Direktur CIA jelas pengamat sosial politik Rudi S Kamri yang pada 22 Februari lalu bertemu Presiden Jokowi di Bireun, Aceh, di sela acara Kenduri Kebangsaan, di Jakarta, Sabtu (29/2/2020).
(maf)