Nama Indonesia Berkibar di Azerbaijan
A
A
A
JAKARTA - Emil, nama panggilan pemuda Azerbaijan itu mulai menjalankan tugasnya menjemput para tamu dari berbagai negara saat keluar dari Bandara Udara Internasional Hayder Aliyev, Baku, menuju hotel di pusat ibu kota Azerbaijan itu.
Sejak Jumat 7 Februari 2020, Emil bersama seniornya Bahram Jafarli dan kelompoknya mendampingi para tamu antara lain dari Indonesia, Malaysia, Korea Selatan, Vietnam dan China, puluhan lagi mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan rumah makan.
Tugas utama mereka ialah membuat nyaman tetamunya terutama saat menjadi pemantau atau meliput pemilihan anggota Majelis Nasional Azerbaijan pada Minggu 9 Februari 2020.
Di saat mobil meluncur mulus di atas jalan raya menuju hotel, Emir yang berdiri di depan pintu menyebut nama Indonesia. “Saya pernah menyaksikan Festival Kebudaayaan Indonesia yang digelar di Baku,” ujarnya.
Ternyata tak hanya Emil menyebut kata Indonesia. Sejumlah warga negara Azerbaijan lainnya juga mengatakan saat bertemu di hotel atau sekolah bahwa mereka pernah pergi ke tempat-tempat pariwisata di Bali, Lombok atau destinasi lainnya.
“Saat di Lombok, saya merasakan gempa bumi tahun lalu,” ujar salah seorang di antara mereka mengenang.
Berkat promosi gencar oleh Kedutaan Besar RI di Baku, nama Indonesia makin terkenal. Duta Besar Indonesia untuk Azerbaijan Prof Dr Husnan Bey Fananie sangat aktif mempromosikan Indonesia di negara kawasan Kaukasus Selatan itu sejak penugasannya tahun 2016 hingga kini,
Misalnya KBRI sukses menggelar Indonesian Cultural Festival (ICF) 2019 di Heydar Aliyev dan Fountain Square, Baku, setelah festival yang diselenggarakan tahun-tahun sebelumnya.
ICF 2019 dibuka langsung oleh Menteri Budaya dan Pariwisata Azerbaijan, Abulfas Qarayev dan dihadiri pula oleh Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Nurhayati Ali Assegaf.
Dalam sambutannya Qarayev mengungkapkan banyak terima kasih kepada sahabat Indonesia yang telah menyukseskan ICF 2019. Qarayev mengakui ICF 2019 telah membuat warga Azerbaijan mengetahui akan keberagaman suku, bahasa, budaya, serta keindahan alam Indonesia.
Dalam perbincangan baru-baru ini, Dubes Husnan mengatakan ICF merupakan salah satu kegiatan untuk memepromosiskan Indonesia dan membuktikan Indonesia semakin dikenal di Azerbaijan.
“ICF ini adalah bukti kita ingin memajukan sektor budaya Indonesia, sektor ekonomi dan sektor hubungan diplomasi kita kepada Azerbaijan. Dengan banyak terlihat sekali antusiasme warga Azerbaijan yang ikut memeriahkan acara ICF,” tutur Husnan.
Acara ini pun dilanjutkan seminar multikulturalisme dan pertemuan bisnis. Diakhiri dengan acara eksebisi dan performa seni Indonesia selama tiga hari bertempat di Fountain Square.
ICF itu dimeriahkan oleh musisi dan seniman dari Indonesia, seperti musik Dekat, Tanayu, Sandya Barya Angklung IIP BUMN, Pencak Silat PSHT Reog, Studio Seni Indonesia dan Rumah Angklung.
Tim tari mahasiswa dari pusat studi Indonesia Azerbaijan University of Languages yang diasuh oleh KBRI menampilkan tarian dari berbagai provinsi yang ada di Indonesia.
Produk-produk unggulan yang juga mewakili Indonesia di ICF 2019 antara lain yaitu batik, tenun, kopi, cokelat, dan produk kosmetik dan olahraga.
Dubes Husnan pun mengunjungi sejumlah universitas ternama di Azerbaijan dan memberikan ceramah. Gelar guru besar atau profesor kehormatan diraihnya dari Azerbaijan University of Languages di bidang pendidikan dan pertukaran budaya antara dua negara tahun 2018.
Cucu pendiri Pondok Pesantren Modern Gontor itu dan pernah menjadi santrinya menerima sedikitnya empat penghargaan, Satu di antaranya Azerbaijan Best Award 2019 diberikan atas keaktifan dan kedutaan besar yang ia pimpin dalam pengembangan kerjasama Azerbaijan-Indonesia di bidang peradaban, seni-budaya dan sosial.
Dubes Husnan dan segala aktivitasnya di Azerbaijan sebagai wakil resmi Indonesia tak terlepas dari semangat pengabdiannya sebagai seorang santri. Rekam jejaknya dapat ditelusuri dari buku “Menapaki Kaki-kaki Langit” yang ditulis oleh Imam Fathurrohman tahun 2014.
Dampak ICF
Dampak positif dari ICF yang mengharumkan nama Indonesia di Azerbaijan telah terlihat dan terasakan. Setidaknya bagi Istikanah, direktur CV Indoarab Enterprise, yang termotivasi untuk memanfaatkan ICF 2019 dengan memamerkan produk briket dari batok kelapa (charcoal briquete).
Kini dia bersama asosiasinya sedang memproses untuk buka kantor menjual produk tersebut yang permintaannya cukup besar. “Saya lihat potensi dan peluang untuk pasarkan komoditas ini cukup besar,” kata Istikanah.
Menurut dia, faktor yang menyebabkan dirinya mengambil keputusan untuk membuka pasar di Azerbaijan dan bahkan negara-negara lain karena ruang untuk pengusaha lokal di dalam negeri sudah semakin sempit berkembang.
Dia mengatakan, banyak orang asing buka usaha sejenis di Indonesia dengan sangat leluasa. Di antara mereka buka bisnis tidak melalui jalur yang seharusnya sesuai dengan peraturan pemerintah bagi penanam modal asing.
Dia juga memeroleh masukan untuk berbisnis setelah bertemu dengan Dubes Azerbaijan untuk Indonesia Jalal Mirzayev baru-baru ini.
Veeramalla Anjaiah, Redaktur Senior the Jakarta Post, surat kabar berhasa Inggris merasakan efeknya. Dia terkenang kembali saat dirinya dan pimpinan Komnas HAM diundang ke Azerbaijan beberapa tahun lalu. Di salah satu kafe di Fountain Square, mereka rileks sejenak. Ketika pemilik kafe mengetahui tamunya dari Indonesia, mereka mendapat suguhan gratis.
Anjaiah telah beberapa kali mengunjungi Azerbaijan. Pertama kali dia menginjakkan kakinya di negara yang mendapat julukan “Land of Fire” itu pada tahun 2006 setelah Azerbaijan membuka hubungan diplomatik RI-Azerbaijan.
Selama kunjungan ke sejumlah kota di Azerbaijan, dia menulis sebuah buku dwi-bahasa (Inggris dan Indonesia) berjudul “Azerbaijan Seen from Indonesia”.
“Hubungan kedua negara yang sudah cukup lama dijalin akan lebih kuat lagi jika Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev berkunjung ke Indonesia,” ujarnya.
“Dibandingkan saat kunjungan pertama saya, perkembangan Azerbaijan semakin maju dan modern,” lanjutnya.
Setelah tugas-tugasnya sebagai penghubung dan pendamping para tamu asing rampung, Bahram tergopoh-gopoh menemui tamunya dari Indonesia saat hendak meninggalkan hotel dan menyerahkan dua kotak Baklava, kue khas Azerbaijan. Pemuda ini sempat tak terlihat sejenak karena membeli oleh-oleh itu. Sebelumnya dia memperoleh kopi instan produk Indonesia dari Anjaiah.
Emil kembali ambil alih tugas dari Bahram dengan mengantar para tamu ke bandara itu hingga ke Salam Lounge yang sudah dipenuhi para tamu VIP dari berbagai negara khususnya Turki.
“Saya mengucapkan banyak terima kasih atas keberadaan Anda di negara kami dan terkesan dengan perilaku Anda yang tak mengeluh atas kekurangan-kekurangan kami dalam menjamu,” ujarnya seraya mengatakan dirinya ingin sekali mengunjungi Indonesia. (Penulis: Mohammad Anthoni, Observer Pemilu Azerbaijan)
Sejak Jumat 7 Februari 2020, Emil bersama seniornya Bahram Jafarli dan kelompoknya mendampingi para tamu antara lain dari Indonesia, Malaysia, Korea Selatan, Vietnam dan China, puluhan lagi mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan rumah makan.
Tugas utama mereka ialah membuat nyaman tetamunya terutama saat menjadi pemantau atau meliput pemilihan anggota Majelis Nasional Azerbaijan pada Minggu 9 Februari 2020.
Di saat mobil meluncur mulus di atas jalan raya menuju hotel, Emir yang berdiri di depan pintu menyebut nama Indonesia. “Saya pernah menyaksikan Festival Kebudaayaan Indonesia yang digelar di Baku,” ujarnya.
Ternyata tak hanya Emil menyebut kata Indonesia. Sejumlah warga negara Azerbaijan lainnya juga mengatakan saat bertemu di hotel atau sekolah bahwa mereka pernah pergi ke tempat-tempat pariwisata di Bali, Lombok atau destinasi lainnya.
“Saat di Lombok, saya merasakan gempa bumi tahun lalu,” ujar salah seorang di antara mereka mengenang.
Berkat promosi gencar oleh Kedutaan Besar RI di Baku, nama Indonesia makin terkenal. Duta Besar Indonesia untuk Azerbaijan Prof Dr Husnan Bey Fananie sangat aktif mempromosikan Indonesia di negara kawasan Kaukasus Selatan itu sejak penugasannya tahun 2016 hingga kini,
Misalnya KBRI sukses menggelar Indonesian Cultural Festival (ICF) 2019 di Heydar Aliyev dan Fountain Square, Baku, setelah festival yang diselenggarakan tahun-tahun sebelumnya.
ICF 2019 dibuka langsung oleh Menteri Budaya dan Pariwisata Azerbaijan, Abulfas Qarayev dan dihadiri pula oleh Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Nurhayati Ali Assegaf.
Dalam sambutannya Qarayev mengungkapkan banyak terima kasih kepada sahabat Indonesia yang telah menyukseskan ICF 2019. Qarayev mengakui ICF 2019 telah membuat warga Azerbaijan mengetahui akan keberagaman suku, bahasa, budaya, serta keindahan alam Indonesia.
Dalam perbincangan baru-baru ini, Dubes Husnan mengatakan ICF merupakan salah satu kegiatan untuk memepromosiskan Indonesia dan membuktikan Indonesia semakin dikenal di Azerbaijan.
“ICF ini adalah bukti kita ingin memajukan sektor budaya Indonesia, sektor ekonomi dan sektor hubungan diplomasi kita kepada Azerbaijan. Dengan banyak terlihat sekali antusiasme warga Azerbaijan yang ikut memeriahkan acara ICF,” tutur Husnan.
Acara ini pun dilanjutkan seminar multikulturalisme dan pertemuan bisnis. Diakhiri dengan acara eksebisi dan performa seni Indonesia selama tiga hari bertempat di Fountain Square.
ICF itu dimeriahkan oleh musisi dan seniman dari Indonesia, seperti musik Dekat, Tanayu, Sandya Barya Angklung IIP BUMN, Pencak Silat PSHT Reog, Studio Seni Indonesia dan Rumah Angklung.
Tim tari mahasiswa dari pusat studi Indonesia Azerbaijan University of Languages yang diasuh oleh KBRI menampilkan tarian dari berbagai provinsi yang ada di Indonesia.
Produk-produk unggulan yang juga mewakili Indonesia di ICF 2019 antara lain yaitu batik, tenun, kopi, cokelat, dan produk kosmetik dan olahraga.
Dubes Husnan pun mengunjungi sejumlah universitas ternama di Azerbaijan dan memberikan ceramah. Gelar guru besar atau profesor kehormatan diraihnya dari Azerbaijan University of Languages di bidang pendidikan dan pertukaran budaya antara dua negara tahun 2018.
Cucu pendiri Pondok Pesantren Modern Gontor itu dan pernah menjadi santrinya menerima sedikitnya empat penghargaan, Satu di antaranya Azerbaijan Best Award 2019 diberikan atas keaktifan dan kedutaan besar yang ia pimpin dalam pengembangan kerjasama Azerbaijan-Indonesia di bidang peradaban, seni-budaya dan sosial.
Dubes Husnan dan segala aktivitasnya di Azerbaijan sebagai wakil resmi Indonesia tak terlepas dari semangat pengabdiannya sebagai seorang santri. Rekam jejaknya dapat ditelusuri dari buku “Menapaki Kaki-kaki Langit” yang ditulis oleh Imam Fathurrohman tahun 2014.
Dampak ICF
Dampak positif dari ICF yang mengharumkan nama Indonesia di Azerbaijan telah terlihat dan terasakan. Setidaknya bagi Istikanah, direktur CV Indoarab Enterprise, yang termotivasi untuk memanfaatkan ICF 2019 dengan memamerkan produk briket dari batok kelapa (charcoal briquete).
Kini dia bersama asosiasinya sedang memproses untuk buka kantor menjual produk tersebut yang permintaannya cukup besar. “Saya lihat potensi dan peluang untuk pasarkan komoditas ini cukup besar,” kata Istikanah.
Menurut dia, faktor yang menyebabkan dirinya mengambil keputusan untuk membuka pasar di Azerbaijan dan bahkan negara-negara lain karena ruang untuk pengusaha lokal di dalam negeri sudah semakin sempit berkembang.
Dia mengatakan, banyak orang asing buka usaha sejenis di Indonesia dengan sangat leluasa. Di antara mereka buka bisnis tidak melalui jalur yang seharusnya sesuai dengan peraturan pemerintah bagi penanam modal asing.
Dia juga memeroleh masukan untuk berbisnis setelah bertemu dengan Dubes Azerbaijan untuk Indonesia Jalal Mirzayev baru-baru ini.
Veeramalla Anjaiah, Redaktur Senior the Jakarta Post, surat kabar berhasa Inggris merasakan efeknya. Dia terkenang kembali saat dirinya dan pimpinan Komnas HAM diundang ke Azerbaijan beberapa tahun lalu. Di salah satu kafe di Fountain Square, mereka rileks sejenak. Ketika pemilik kafe mengetahui tamunya dari Indonesia, mereka mendapat suguhan gratis.
Anjaiah telah beberapa kali mengunjungi Azerbaijan. Pertama kali dia menginjakkan kakinya di negara yang mendapat julukan “Land of Fire” itu pada tahun 2006 setelah Azerbaijan membuka hubungan diplomatik RI-Azerbaijan.
Selama kunjungan ke sejumlah kota di Azerbaijan, dia menulis sebuah buku dwi-bahasa (Inggris dan Indonesia) berjudul “Azerbaijan Seen from Indonesia”.
“Hubungan kedua negara yang sudah cukup lama dijalin akan lebih kuat lagi jika Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev berkunjung ke Indonesia,” ujarnya.
“Dibandingkan saat kunjungan pertama saya, perkembangan Azerbaijan semakin maju dan modern,” lanjutnya.
Setelah tugas-tugasnya sebagai penghubung dan pendamping para tamu asing rampung, Bahram tergopoh-gopoh menemui tamunya dari Indonesia saat hendak meninggalkan hotel dan menyerahkan dua kotak Baklava, kue khas Azerbaijan. Pemuda ini sempat tak terlihat sejenak karena membeli oleh-oleh itu. Sebelumnya dia memperoleh kopi instan produk Indonesia dari Anjaiah.
Emil kembali ambil alih tugas dari Bahram dengan mengantar para tamu ke bandara itu hingga ke Salam Lounge yang sudah dipenuhi para tamu VIP dari berbagai negara khususnya Turki.
“Saya mengucapkan banyak terima kasih atas keberadaan Anda di negara kami dan terkesan dengan perilaku Anda yang tak mengeluh atas kekurangan-kekurangan kami dalam menjamu,” ujarnya seraya mengatakan dirinya ingin sekali mengunjungi Indonesia. (Penulis: Mohammad Anthoni, Observer Pemilu Azerbaijan)
(dam)