Pererat Kerukunan, Kemenag-Walubi Gelar Cap Go Meh Bersama
A
A
A
JAKARTA - Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) bersama Kementerian Agama (Kemenag) menggelar Perayaan Cap Go Meh bersama di JIExpo Convention Centre and Theatre, Kemayoran Jakarta Pusat.
“Acara ini bertujuan untuk meningkatkan kerukunan umat lintas agama di Tanah Air serta mengajak semua pihak bekerja keras guna mewujudkan Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Nasional oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden, Kiai Ma'ruf Amin,” ujar Ketua Umum Walubi, S. Hartati, Senin (17/2/2020)
Acara yang digelar dalam rangka memperingati Hari Raya Imlek 2571 ini mengambil tema Bekerja Keras untuk Indonesia Maju dan Jaya dengan sub tema Cap Go Meh 2571 Tahun 2020 Turut Mewujudkan Cinta Tanah Air dan Semarak Budaya Sesama Antar Anak Bangsa, Marilah Kita Meningkatkan Moral Spiritual dan Kerukunan Lintas Beragama, serta Persatuan dan Kesatuan Indonesia Maju berazaskan Pancasila dalam Bingkai NKRI.
Menurut dia, penyelenggaraan ini merupakan suatu kehormatan bagi Walubi karena dapat bekerja sama dengan Kementerian Agama menyelenggarakan acara Cap Go Meh Bersama ini.
Dia menjelaskan, secara harfiah Cap Go Meh adalah hari ke- 15 setelah tahun baru Imlek. Istilah Cap Go Meh berasal dari dialek Tiociu atau Hokkien. Cap Go yang artinya lima belas sedangkan Meh berarti malam. Dengan demikian, Cap Go Meh secara harfiah dapat diartikan sebagai “malam ke- lima belas”.
Bagi umat Buddha, kata dia, merayakan Hari Magha Puja adalah mengenang peristiwa tepat 10 bulan Sang Buddha mencapai pencerahan sempurna menjadi Buddha, di Taman Tupai, Hutan Bambu Veluvana Arama, di kota Rajagaha di Bulan Magha.
Cap Go Meh merupakan salah satu momentum yang tepat untuk ramai-ramai mempererat toleransi dan kerukunan, persatuan dan kesatuan untuk Indonesia maju, berazaskan Pancasila dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
”Pada dasarnya perayaan Cap Go Meh merupakan perayaan terpenting bagi warga Tionghoa di seluruh belahan dunia, termasuk di Indonesia sehingga perayaan tersebut sudah menjadi tradisi budaya milik bangsa Indonesia,” katanya.
Perayaan Cap Go Meh di Indonesia terbilang istimewa karena telah berakulturasi dengan budaya setempat. Misalnya di daerah Singkawang terdapat ritual pawai tatung, pembakaran replika naga untuk menolak bala satu kota. Begitu juga perayaan Cap Go Meh di Gorontalo yang terbilang unik, pawai dan acara lainnya diikuti bukan hanya oleh orang Tionghoa, tapi juga oleh warga dari etnis lain yang beragama Islam dan Kristen.
Termasuk di daerah lain seperti Pontianak, Makassar, Manado, Semarang, Yogyakarta, Solo, Cirebon, Medan, Jambi, juga Jakarta. ”Kini, perayaan Cap Go Meh bukan lagi milik warga Tionghoa saja, melainkan sudah menjadi bagian dari kekayaan budaya bangsa Indonesia dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika,” katanya.
Pada 2020 ini, berdasarkan kepercayaan warga Tionghoa merupakan tahun Tikus Logam. Menurut penanggalan, tahun Tikus Logam merupakan tahun yang penuh keterampilan bagi umat manusia untuk mendapatkan berkah.
”Tikus logam dipercaya adalah shio yang paling tua di dalam tatanan warga Tionghoa. Hal itu menandakan, pada 2020 ini akan banyak orang yang lebih semangat dan kerja keras serta cerdik dalam mencapai suatu usaha. Hal ini juga mendorong bangsa Indonesia bersemangat mencapai cita-cita dan bekerja keras untuk negeri yang kita cintai ini,” ujarnya.
Perayaan Cap Go Meh Bersama 2020 kali ini dihadiri oleh warga masyarakat Tionghoa Indonesia, para Pejabat Pemerintahan, Tokoh pemuka Agama serta masyarakat lintas golongan yang akan hadir di area JIExpo Convention Centre and Theatre tempat penyelenggaraan acara.
Perayaan Cap Go Meh ini juga diisi oleh drama musikal berjudul Bekerja Keras untuk Indonesia Maju dan Jaya. Drama Musikal ini disutradarai langsung oleh Ketua Umum Walubi, S. Hartati Murdaya, yang didukung penata musik Purwacaraka, dan penulis naskah Undung Wiyono, serta penanggung jawab pagelaran Haryati Abelam.
Penampilan drama musikal ini diharapkan dapat menjadi inspirasi dan motivasi bagi masyarakat Indonesia untuk bangkit berperan serta mamajukan kesejahteraan seluruh warga bangsa Indonesia.
“Acara ini bertujuan untuk meningkatkan kerukunan umat lintas agama di Tanah Air serta mengajak semua pihak bekerja keras guna mewujudkan Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Nasional oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden, Kiai Ma'ruf Amin,” ujar Ketua Umum Walubi, S. Hartati, Senin (17/2/2020)
Acara yang digelar dalam rangka memperingati Hari Raya Imlek 2571 ini mengambil tema Bekerja Keras untuk Indonesia Maju dan Jaya dengan sub tema Cap Go Meh 2571 Tahun 2020 Turut Mewujudkan Cinta Tanah Air dan Semarak Budaya Sesama Antar Anak Bangsa, Marilah Kita Meningkatkan Moral Spiritual dan Kerukunan Lintas Beragama, serta Persatuan dan Kesatuan Indonesia Maju berazaskan Pancasila dalam Bingkai NKRI.
Menurut dia, penyelenggaraan ini merupakan suatu kehormatan bagi Walubi karena dapat bekerja sama dengan Kementerian Agama menyelenggarakan acara Cap Go Meh Bersama ini.
Dia menjelaskan, secara harfiah Cap Go Meh adalah hari ke- 15 setelah tahun baru Imlek. Istilah Cap Go Meh berasal dari dialek Tiociu atau Hokkien. Cap Go yang artinya lima belas sedangkan Meh berarti malam. Dengan demikian, Cap Go Meh secara harfiah dapat diartikan sebagai “malam ke- lima belas”.
Bagi umat Buddha, kata dia, merayakan Hari Magha Puja adalah mengenang peristiwa tepat 10 bulan Sang Buddha mencapai pencerahan sempurna menjadi Buddha, di Taman Tupai, Hutan Bambu Veluvana Arama, di kota Rajagaha di Bulan Magha.
Cap Go Meh merupakan salah satu momentum yang tepat untuk ramai-ramai mempererat toleransi dan kerukunan, persatuan dan kesatuan untuk Indonesia maju, berazaskan Pancasila dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
”Pada dasarnya perayaan Cap Go Meh merupakan perayaan terpenting bagi warga Tionghoa di seluruh belahan dunia, termasuk di Indonesia sehingga perayaan tersebut sudah menjadi tradisi budaya milik bangsa Indonesia,” katanya.
Perayaan Cap Go Meh di Indonesia terbilang istimewa karena telah berakulturasi dengan budaya setempat. Misalnya di daerah Singkawang terdapat ritual pawai tatung, pembakaran replika naga untuk menolak bala satu kota. Begitu juga perayaan Cap Go Meh di Gorontalo yang terbilang unik, pawai dan acara lainnya diikuti bukan hanya oleh orang Tionghoa, tapi juga oleh warga dari etnis lain yang beragama Islam dan Kristen.
Termasuk di daerah lain seperti Pontianak, Makassar, Manado, Semarang, Yogyakarta, Solo, Cirebon, Medan, Jambi, juga Jakarta. ”Kini, perayaan Cap Go Meh bukan lagi milik warga Tionghoa saja, melainkan sudah menjadi bagian dari kekayaan budaya bangsa Indonesia dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika,” katanya.
Pada 2020 ini, berdasarkan kepercayaan warga Tionghoa merupakan tahun Tikus Logam. Menurut penanggalan, tahun Tikus Logam merupakan tahun yang penuh keterampilan bagi umat manusia untuk mendapatkan berkah.
”Tikus logam dipercaya adalah shio yang paling tua di dalam tatanan warga Tionghoa. Hal itu menandakan, pada 2020 ini akan banyak orang yang lebih semangat dan kerja keras serta cerdik dalam mencapai suatu usaha. Hal ini juga mendorong bangsa Indonesia bersemangat mencapai cita-cita dan bekerja keras untuk negeri yang kita cintai ini,” ujarnya.
Perayaan Cap Go Meh Bersama 2020 kali ini dihadiri oleh warga masyarakat Tionghoa Indonesia, para Pejabat Pemerintahan, Tokoh pemuka Agama serta masyarakat lintas golongan yang akan hadir di area JIExpo Convention Centre and Theatre tempat penyelenggaraan acara.
Perayaan Cap Go Meh ini juga diisi oleh drama musikal berjudul Bekerja Keras untuk Indonesia Maju dan Jaya. Drama Musikal ini disutradarai langsung oleh Ketua Umum Walubi, S. Hartati Murdaya, yang didukung penata musik Purwacaraka, dan penulis naskah Undung Wiyono, serta penanggung jawab pagelaran Haryati Abelam.
Penampilan drama musikal ini diharapkan dapat menjadi inspirasi dan motivasi bagi masyarakat Indonesia untuk bangkit berperan serta mamajukan kesejahteraan seluruh warga bangsa Indonesia.
(cip)