BNPT Gandeng Pengusaha Berdayakan Ekonomi Eks Napiter dan Penyintas
A
A
A
JAKARTA - Pemberdayaan bagi para mantan narapidana terorisme (napiter) dan korban dari aksi terorisme (penyintas) dinilai sangat penting.
Hal tersebut dinilai sebagai bentuk kepedulian negara kepada mereka yang sudah sadar dan juga para korban aksi terorisme. Hal ini tidak bisa dilakukan oleh pemerintah saja karena perlu bekerja sama dari berbagai pihak untuk menyelesaikan permasalahan radikal terorisme ini.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius menyampaikan itu usai menghadiri acara diskusi Reconcile Perspektif Keadilan Sosial dan Peran Dunia Usaha Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Radikalisme dan Terorisme.
Acara yang berlangsung di Hotel Grand Tjokro, Jakarta, Minggu 9 Februari 2020 malam ini menghadirkan para mantan napiter, penyintas dan pelaku dunia usaha.
“Dari pertemuan malam ini kita bisa memberi inspirasi kepada rekan-rekan pengusaha, yayasan dan lainnya untuk bersama-sama mengatasi persoalan ini karena tidak mungkin semua bisa dikerjakan oleh pemerintah,” kata Kepala BNPT Komjen Suhardi.
Kepala BNPT menjelaskan, ada mantan teroris yang sudah sadar dan keluarga penyintas yang juga harus diperhatikan. Dengan adanya bantuan dari para pengusaha maka dirinya berharap bisa membantu mereka semua khususnya dalam masalah ekonomi.
“Karena kalau kita bicara masalah radikal terorisme pasti ada hulu masalahnya dan itu sangat complicated, salah satunya adalah masalah ekonomi. Nah sekarang itu yang sedang kita urai salah satunya adalah kita beri akses untuk bantuan ekonomi sehingga jangan sampai mantan teroris yang sudah baik ini kembali (melakukan perbuatan) lagi,” tutur mantan Sekretaris Utama Lemhannas ini.
Untuk itu, kata mantan Kabareskrim Polri ini, dengan bantuan dari mantan napiter yang sudah sadar ini diharapkan bisa lebih efektif lagi untuk menyampaikan pesan kepada kelompok yang rentan terpapar paham tersebut agar bisa direduksi untuk diluruskan kembali.
“Kalau misalnya ada yang menggunakan dalil-dalil yang keras, yang salah, itu bisa diluruskan sama mereka mantan napiter ini. Nah ini sangat produktif menurut saya, ke depannya dengan bantuan mereka kita bisa menyadarkan kelompok-kelompok yang rentan ini,” ucap mantan Kapolda Jawa Barat ini.
Kemudian untuk mantan napiter yang akan disalurkan sebagai tenaga kerja di perusahaan nantinya, kata dia, akan dilakukan proses asessmen terlebih dahulu dengan meibatkan berbagai unsur terkait.
“Untuk mantan napiter yang nanti akan diserap sebagai tenaga kerja di perusahaan swasta tentu akan kami asessmen dulu melibatkan semua departemen, mulai dari BNPT, dari Kejaksaan, Lapas (Lembaga Pemasyarakatan), Densus 88 polri Dan tentunya juga ada dari psikolog. Kita tidak main-main. Jadi nantinya yang akan disalurkan adalah mereka-mereka yang betul-betul sudah sadar dan sudah clear,” tuturnya.
Hadir dalam acara tersebut, Yayasan Pelita Harapan Bangsa (YPHB) yang akan membantu mantan teroris di Indonesia. YPHB akan membuat program khusus agar mantan pelaku radikalisme mudah mendapat pekerjaan. YPHB nantinya juga akan menggandeng Kingdom Business Community (KBC) yang sedikitnya memiliki 15.000 anggota dari kalangan pengusaha swasta di dalam negeri.
Perwakilan YPHB yang juga koordinator KBC, Julian Foe menyampaikan bahwa para pengusaha ini siap membantu BNPT untuk mengatasi permasalah radikal terorisme khususnya di bidang ekonomi.
“Kalau dari yang telah dipaparkan oleh Kepala BNPT kami pengusaha bisa masuk membantu lewat pemberdayaan ekonomi. Jadi saya kira hal yang bisa kita kerjasamakan untuk membantu BNPT adalah penyerapan tenaga kerja, mentoring bisnis dan beasiswa,” ujar Julian Foe.
Julian mengatakan, program ini tidak hanya akan dikhususkan buat mantan terpidana radikalisme. Tetapi para penyintas juga akan diikutsertakan.
“Anggota kami sudah banyak juga yang mau membantu. Sebetulnya mereka juga sudah biasa, karena mereka juga sudah sering menampung mantan narapidana sebagai karyawan mereka," tutur Julian Foe.
Julian menjelaskan, syarat mantan narapidana terorisme yang ingin bekerja harus benar-benar bersih dari paham radikal terorisme. Hal itu sesuai dari hasil rekomendasi yang diterima dari BNPT nantinya.
Sedangkan untuk penyintas, kata dia, tidak memiliki syarat khusus. Perusahaan swasta nantinya akan menyesuaikan pekerjaan dengan penyintas tersebut. “Tidak ada syarat khusus bagi penyintas. Kita tahu kalau penyintas itu tentu pasti ada masalah juga pada fisiknya," kata Julian.
Sementara itu salah satu penyintas yang hadir dalam acara tersebut, Vivi Normasari mengakui masih banyak penyintas lain yang memiliki nasib sama, yakni yang kesulitan untuk bekerja karena cacat fisik akibat serangan aksi terorisme.
“Dengan adanya program ini bagi saya Allhamdulillah. Jadi ini semacam hadiah, sedikit banyak ini memberi perhatian kepada para penyintas," ucap Vivi yang merupakan korban bom di Hotel JW Marriot pada tahun 2003 silam ini.
Pejabat BNPT yang hadir mendampingi Kepala BNPT dalam acara tersebut antara lain Deputi I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi, Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis; Direktur Pencegahan, Brigjen Pol Hamli; Direktur Perlindungan Brigjen Pol Herwan Chaidir, Direktur Deadikalisasi Prof Irfan Idris dan pejabat eselon III dan IV lainnya. Sementara para mantan napiter yang hadir di antaranya Ali Fauzi Manzi, Yudi Zulfahri dan Sofyan Tsauri.
Hal tersebut dinilai sebagai bentuk kepedulian negara kepada mereka yang sudah sadar dan juga para korban aksi terorisme. Hal ini tidak bisa dilakukan oleh pemerintah saja karena perlu bekerja sama dari berbagai pihak untuk menyelesaikan permasalahan radikal terorisme ini.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius menyampaikan itu usai menghadiri acara diskusi Reconcile Perspektif Keadilan Sosial dan Peran Dunia Usaha Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Radikalisme dan Terorisme.
Acara yang berlangsung di Hotel Grand Tjokro, Jakarta, Minggu 9 Februari 2020 malam ini menghadirkan para mantan napiter, penyintas dan pelaku dunia usaha.
“Dari pertemuan malam ini kita bisa memberi inspirasi kepada rekan-rekan pengusaha, yayasan dan lainnya untuk bersama-sama mengatasi persoalan ini karena tidak mungkin semua bisa dikerjakan oleh pemerintah,” kata Kepala BNPT Komjen Suhardi.
Kepala BNPT menjelaskan, ada mantan teroris yang sudah sadar dan keluarga penyintas yang juga harus diperhatikan. Dengan adanya bantuan dari para pengusaha maka dirinya berharap bisa membantu mereka semua khususnya dalam masalah ekonomi.
“Karena kalau kita bicara masalah radikal terorisme pasti ada hulu masalahnya dan itu sangat complicated, salah satunya adalah masalah ekonomi. Nah sekarang itu yang sedang kita urai salah satunya adalah kita beri akses untuk bantuan ekonomi sehingga jangan sampai mantan teroris yang sudah baik ini kembali (melakukan perbuatan) lagi,” tutur mantan Sekretaris Utama Lemhannas ini.
Untuk itu, kata mantan Kabareskrim Polri ini, dengan bantuan dari mantan napiter yang sudah sadar ini diharapkan bisa lebih efektif lagi untuk menyampaikan pesan kepada kelompok yang rentan terpapar paham tersebut agar bisa direduksi untuk diluruskan kembali.
“Kalau misalnya ada yang menggunakan dalil-dalil yang keras, yang salah, itu bisa diluruskan sama mereka mantan napiter ini. Nah ini sangat produktif menurut saya, ke depannya dengan bantuan mereka kita bisa menyadarkan kelompok-kelompok yang rentan ini,” ucap mantan Kapolda Jawa Barat ini.
Kemudian untuk mantan napiter yang akan disalurkan sebagai tenaga kerja di perusahaan nantinya, kata dia, akan dilakukan proses asessmen terlebih dahulu dengan meibatkan berbagai unsur terkait.
“Untuk mantan napiter yang nanti akan diserap sebagai tenaga kerja di perusahaan swasta tentu akan kami asessmen dulu melibatkan semua departemen, mulai dari BNPT, dari Kejaksaan, Lapas (Lembaga Pemasyarakatan), Densus 88 polri Dan tentunya juga ada dari psikolog. Kita tidak main-main. Jadi nantinya yang akan disalurkan adalah mereka-mereka yang betul-betul sudah sadar dan sudah clear,” tuturnya.
Hadir dalam acara tersebut, Yayasan Pelita Harapan Bangsa (YPHB) yang akan membantu mantan teroris di Indonesia. YPHB akan membuat program khusus agar mantan pelaku radikalisme mudah mendapat pekerjaan. YPHB nantinya juga akan menggandeng Kingdom Business Community (KBC) yang sedikitnya memiliki 15.000 anggota dari kalangan pengusaha swasta di dalam negeri.
Perwakilan YPHB yang juga koordinator KBC, Julian Foe menyampaikan bahwa para pengusaha ini siap membantu BNPT untuk mengatasi permasalah radikal terorisme khususnya di bidang ekonomi.
“Kalau dari yang telah dipaparkan oleh Kepala BNPT kami pengusaha bisa masuk membantu lewat pemberdayaan ekonomi. Jadi saya kira hal yang bisa kita kerjasamakan untuk membantu BNPT adalah penyerapan tenaga kerja, mentoring bisnis dan beasiswa,” ujar Julian Foe.
Julian mengatakan, program ini tidak hanya akan dikhususkan buat mantan terpidana radikalisme. Tetapi para penyintas juga akan diikutsertakan.
“Anggota kami sudah banyak juga yang mau membantu. Sebetulnya mereka juga sudah biasa, karena mereka juga sudah sering menampung mantan narapidana sebagai karyawan mereka," tutur Julian Foe.
Julian menjelaskan, syarat mantan narapidana terorisme yang ingin bekerja harus benar-benar bersih dari paham radikal terorisme. Hal itu sesuai dari hasil rekomendasi yang diterima dari BNPT nantinya.
Sedangkan untuk penyintas, kata dia, tidak memiliki syarat khusus. Perusahaan swasta nantinya akan menyesuaikan pekerjaan dengan penyintas tersebut. “Tidak ada syarat khusus bagi penyintas. Kita tahu kalau penyintas itu tentu pasti ada masalah juga pada fisiknya," kata Julian.
Sementara itu salah satu penyintas yang hadir dalam acara tersebut, Vivi Normasari mengakui masih banyak penyintas lain yang memiliki nasib sama, yakni yang kesulitan untuk bekerja karena cacat fisik akibat serangan aksi terorisme.
“Dengan adanya program ini bagi saya Allhamdulillah. Jadi ini semacam hadiah, sedikit banyak ini memberi perhatian kepada para penyintas," ucap Vivi yang merupakan korban bom di Hotel JW Marriot pada tahun 2003 silam ini.
Pejabat BNPT yang hadir mendampingi Kepala BNPT dalam acara tersebut antara lain Deputi I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi, Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis; Direktur Pencegahan, Brigjen Pol Hamli; Direktur Perlindungan Brigjen Pol Herwan Chaidir, Direktur Deadikalisasi Prof Irfan Idris dan pejabat eselon III dan IV lainnya. Sementara para mantan napiter yang hadir di antaranya Ali Fauzi Manzi, Yudi Zulfahri dan Sofyan Tsauri.
(dam)