Bidik Kasus Korupsi, Kejagung Telusuri Aset Satya Wijayantara

Rabu, 05 Februari 2020 - 07:01 WIB
Bidik Kasus Korupsi,...
Bidik Kasus Korupsi, Kejagung Telusuri Aset Satya Wijayantara
A A A
JAKARTA - Setelah menetapkan tujuh tersangka perkara dugaan tindak korupsi di salah satu bank milik pemerintah cabang Semarang dan Gresik, Kejaksaan Agung (Kejagung) terus melakukan penyidikan secara mendalam terhadap para tersangka dengan melakukan koordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan.

Dalam kasus yang disinyalir merugikan negara hampir Rp50 miliar tersebut, tiga tersangka dari internal Bank yang telah ditetapkan antara lain SW atau Satya Wijayantara sebagai Kepala Divisi Asset Manajement yang juga ketua DPP Serikat Pekerja, L, SB (AMD yang juga head area II Bank) dan AM (Kepala Unit Komersial Landing Bank cabang Sidoarjo).

Ketiganya diduga secara sepihak melakukan pembaruan utang (novasi) dengan cara melawan hukum dan mengalirkan dana yang diduga hasil korupsi itu kepada pihak swasta yang kini juga telah jadi tersangka.

"Kami baru mau memulai penelusuran aset juga, kemudian ada koordinasi ke BPK, tahapannya pemeriksaan (secara) berangsur minggu depan,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah mengungkapkan kepada wartawan di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (3/2/2020).

Penelusuran aset-aset milik tersangka akan dilakukan oleh BPK, karena dalam kasus ini para tersangka perkara dugaan korupsi di Bank tersebut telah merugikan Negara senilai Rp50 miliar.

BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.

Hal ini sesuai Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (UU BPK). Seperti diketahui Kejagung menilai prosedur pengucuran pinjaman tersebut diduga tidak sesuai dengan surat edaran Direksi, sehingga hal itu mengakibatkan kredit macet sebesar Rp11,9 miliar.

"Jadi novasi itu tidak sesuai dengan ketentuan, melawan hukum dan itu alirannya ke swasta tadi. Yang jelas kalau peran orang, saat mereka keluarkan novasi, ada perbuatan melawan hukum," tandas Febri pekan lalu di Jakarta.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7919 seconds (0.1#10.140)