Wabah Corona di Wuhan, Pria Lebih Rentan Terserang Virus

Sabtu, 01 Februari 2020 - 07:05 WIB
Wabah Corona di Wuhan, Pria Lebih Rentan Terserang Virus
Wabah Corona di Wuhan, Pria Lebih Rentan Terserang Virus
A A A
JAKARTA - Pasien terjangkit virus corona bertambah setiap harinya, terutama di China. Virus yang menyerang saluran pernapasan ini memang mirip dengan commondcold atau flu dan influenza.

Sebelum ramai kasus virus corona yang ditularkan melalui hewan liar ke manusi beberapa virus seperti flu burung, SARS, dan MERS telah terlebih dahulu masuk dan menyerang saluran pernafasan manusia. Tak tanggung-tanggung, korban jiwa dari virus tersebut cukup banyak. Lantas, adakah perbedaan virus corona dengan flu burung dan SARS?

“Jika dilihat pada pasien yang terkena flu burung misalnya, kalaupun kita periksa foto rontgennya dari jam ke jam, dia akan berubah. Kalau diperiksa darah, ternyata leukositnya turun, trombositnya turun. Tapi kalau virus corona ini belum mendapatkan gambaran spesifik seperti flu burung, SARS, dan MERS,” ungkap Diah Handayani dari Departemen Pulmonologi Rumah Sakit Persahabatan.

Tidak hanya itu, penyebaran virus corona lebih rentan terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Perbandingan pasien sakit akibat virus corona di China antara laki-laki dan perempuan adalah 13:4 atau setiap 13 laki-laki yang terkena virus corona, hanya ada 4 perempuan yang positif mengidap penyakit sama. “Jumlah laki-laki di China memang lebih banyak daripada perempuan. Selain itu, karena laki-laki juga memiliki mobilitas tinggi,” jelas Diah.

Dia menambahkan, merokok salah satu kebiasaan yang harus dihindari karena asap rokok mampu melumpuhkan rambut getar atau cilia yang ada di saluran napas, jadi mengurangi kemampuan sistem pernapasan dalam membersihkan saluran napas.

Hal senada diungkapkan Fera Ibrahim dari Departemen Mikrobiologi FKUI. Menurutnya, lelaki memiliki jumlah reseptor ACE2 lebih banyak dari pada perempuan. “Setiap virus yang ingin masuk ke dalam sel tubuh kita harus ada tempat masuknya yang disebut reseptor. Reseptornya virus corona ini adalah ACE2 sama seperti SARS. Berdasarkan penelitian tentang SARS, peneliti mencari ada di mana saja ACE2 dan ditemukan bahwa hasilnya lebih banyak di laki-laki daripada perempuan,” ungkap Fera.

Tentunya dibutuhkan prosedur medis yang panjang untuk mengetahui apakah pasien tersebut terjangkit virus corona atau tidak. Uji klinis hanya bisa dilakukan di laboratorium Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan milik Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. “Dalam tata laksana medis untuk pemeriksaan virus corona, yang dilakukan adalah pemeriksaan usap atau swap tenggorokan dan polymerase chainreaction,” kata Fera.

Setelah dilakukan pemeriksaan, apabila hasilnya positif maka pasien akan di karantina atau diisolasi. Jangka waktu yang diberikan untuk isolasi ini pun bergantung pada kondisinya, sampai benar-benar dinyatakan sembuh. “Prosedur isolasi serupa juga berlaku saat wabah lain seperti flu burung (H5N1) dan MERS-CoV menerpa. Selama cara penularannya sama, maka prosedur medis yang dilakukan untuk menangani kasus wabah pun terbilang sama saja,” tambah Fera.

Sejauh ini belum ada vaksin atau obat untuk virus corona, begitu juga MERS dan SARS. Hal yang bisa dilakukan adalah pengobatan sesuai gejala dan pencegahan agar virus ini tidak menular. “Sampai saat ini, kita tengah meneliti vaksin dari beberapa virus tersebut. Karena membuat vaksin membutuhkan proses panjang, kita ambil terlebih dahulu protein dari virus tersebut dan akan kita cocokkan,” jelas Fera.

Virus Misterius yang Berbahaya

Sampai saat ini, jumlah negara yang melaporkan kasus virus corona pun semakin bertambah. Seperti dikutip data Worldometers dalam skala global, angkanya sudah mencapai 9.171 kasus. Hal ini menambah total kematian di daratan China.

Virus Novel Coronavirus (2019-nCoV) diduga muncul dari beberapa hewan seperti kelelawar serta ular, dan kontak erat dengan hewan diduga menjadi penyebabnya.

Virus famili korona ini banyak terdapat pada hewan dan manusia. Virus ini pertama kali ditemukan pada manusia pada 1960, dan hingga sekarang telah diidentifikasi ada tujuh human Coronavirus (HCoV) termasuk MERS, SARS, dan nCoV. Sama seperti SARS dan MERS, virus Corona juga berasal dari hewan.

Hal ini ditegaskan Ketua Divisi Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Erlina Burhan. Menurutnya, virus corona biasanya ditemukan pada hewan. Apakah hanya ada di kelelawar, itu sedang diteliti. Namun, dari beberapa pasien yang telah mengidap hasil tes RNA, virus ini sama dengan RNA kelelawar.

“Virus ini bisa ada dalam tubuh manusia karena adanya kontak erat antara hewan tersebut dan manusia. Ini termasuk dalam virus baru dan sama seperti SARS,” ujar Erlina, yang juga Ketua Pokja Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Rumah Sakit Persahabatan.

Virus yang menyerang saluran pernapasan ini memunculkan gejala seperti demam, lemas, batuk kering, sesak, dan kesulitan bernapas. Beberapa kondisi ada yang ditemukan lebih berat, khususnya pada orang lanjut usia atau dengan penyakit penyerta lainnya yang memiliki risiko lebih tinggi untuk memperberat kondisi kesehatan.

Penularan virus corona secara umum melalui droplets atau percikan saat bersin atau batuk. Droplets dapat melampaui jarak tertentu, yaitu satu meter pada permukaan mukosa yang rentan, karena ukurannya besar maka tidak akan bertahan lama di udara.

Erlina menjelaskan, kalau batukatau bersin akan mengeluarkan droplets atau aerosol yang partikelnya lebih kecil dan jaraknya lebih jauh. Maka itu, biasakan adab bersin dan batuk harus ditutup. Rata-rata, rentan usia yang terjangkit sudah usia di atas 40. “Sampai saat ini belum ada laporan anak-anak muda terjangkit coronavirus. Karena biasanya yang terjangkit usianya sudah rentan 40 tahun ke atas, karena sistem imun yang sudah lemah. Terlebih lagi jika memiliki komplikasi penyakit bisa mengakibatkan kematian. Karena coronavirus ini memiliki tingkat kematian 4-5% berbeda dengan SARS yang tingkat kematiannya di atas 50%,” jelas Erlina.

Hanya, ada beberapa prosedur penanganan untuk pasien yang telah positif mengidap coronavirus ini. Penanganannya pun dibagi berdasarkan gejala si penderita, mulai gejala ringan, sedang, hingga kronis.

Pasien yang telah dikatakan kronis akan menimbulkan beberapa gejala seperti gelisah, denyut nadi kencang dan tidak menentu, berkeringat dingin, dan lidah berwarna ungu gelap. “Pasien dengan gejala seperti ini tentunya akan kita isolasi dan mendapatkan tata laksana atau pengobatan yang sifatnya supportif,” kata Erlina.

Nantinya, pasien yang sudah dikarantina hanya akan diberikan penanganan medis untuk mengatasi gejala yang mereka alami. “Jika timbul masalah seperti ini, kita beri obat demam dan batuk. Bila nanti timbul sesak dan kekurangan oksigen maka kita beri terapi oksigen. Bila pasien kekurangan cairan maka kita tambahkan cairan,” jelas Erlina saat ditemui KORANSINDO di Kawasan Salemba, Jakarta.
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.4290 seconds (0.1#10.140)