NU Tekankan Pentingnya Membangun Ekosistem Digital

Rabu, 29 Januari 2020 - 20:55 WIB
NU Tekankan Pentingnya Membangun Ekosistem Digital
NU Tekankan Pentingnya Membangun Ekosistem Digital
A A A
JAKARTA - Perkembangan teknologi yang begitu canggih menuntut semua kalangan untuk bisa beradaptasi. Termasuk dalam hal berdakwah. Hal ini pula yang mendasari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menekankan pentingnya membangun ekosistem digital.

Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini mengemukakan pentingnya membangun ekosistem digital di NU, baik untuk kepentingan dakwah, membangun peradaban maupun pengembangan ekonomi.

"Kalau kita tidak manfaatkan teknologi maka kita akan ketinggalan zaman. Kita harus bangun ekosistem digital. Seluruh aktivitas dakwah maupun pemberdayaan ekonomi, mari kita hidupkan dalam satu nafas dari NU, untuk NU untuk kemajuan peradaban dunia," ujar Helmy Faishal dalam acara Media Sosial NU Gathering di Gedung PBNU, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (29/1/2020).

Helmy menuturkan, tatanan dunia saat ini mengalami banyak perubahan yang menantang. Sebagai contoh dalam pengembangan ekonomi. Menurutnya, iuran di lingkungan NU tidak bisa lagi menggunakan cara-cara konvensional, melainkan harus mengikuti perkembangan zaman, yakni lewat aplikasi yang tersedia, seperti NU Care-Lazisnu, NUCash atau aplikasi lainnya.

"Bayangkan saja, kalau 102 juta warga NU yang ada setiap hari urunan seribu rupiahan saja, sehari sudah berapa itu? 102 juta kali seribu perak berapa? Rp102 miliar dalam sehari. Ini apa yang saya sampaikan sebagai satu gagasan ini bukan sesuatu yang utopis atau mimpi," katanya.

Menurutnya, penguasaan terhadap digital juga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan dakwah. Misalnya ketika seseorang membuat status di media sosial yang berisi kebaikan maka akan dibaca oleh banyak orang sehingga kebaikan tersebut tersebar ke banyak orang. Hal itu disebutnya berbeda jika penyebaran kebaikan menggunakan cara-cara manual dan tidak memanfaatkan digital, maka informasi kebaikan atau efek keterpengaruhan atas suatu kebaikan itu tidak luas. "Maka menurut saya pendefinisian kita dalam konteks dakwah digital, ekonomi digital adalah suatu keniscayaan," ucapnya.

Hadir dalam diskusi tersebut sebagai pembicara antara lain Direktur NU Online Savic Ali, Wasekjen PBNU yang juga Pelaksana NU Cash H Muhammad Said Aqil, Wasekjen PBNU yang juga Pelaksana NU Channel Imam Pituduh, CEO Kesan Hamdan Hamedan, CEO NUjek Moch Ghozali, dan Founder Alvara Research Center Hasanuddin Ali.

Wasekjen PBNU yang juga Pelaksana NU Channel Imam Pituduh mengatakan, saat ini dalam berdakwah dan menjalankan kehidupan sehari-hari tidak bisa hanya mengandalkan offline tapi juga online secara beriringan. Sebab, masyarakat sedang dihadapkan pada empat perang besar dalam menguasai cara berfikir.

Pertama adalah pop culture war, yakni peperangan yang sengaja diproduksi oleh berbagai negara melalui televisi, musik, film, animasi, game, termasuk e-sport. "Tapi itu semua (isinya) tidak banyak yang diisi orang kita, semua diprodukai negara kain. Ada K-pop dari Korea, J-pop dari Jepang, C-Pop dari China dan produk-produk barat," tuturnya.

Selanjutnya adalah digital war, yakni peperangan dalam penyediaan device yang juga banyak dimainkan negara-negara seperti China, Jepang, India, dan negara-negara Barat. "Sementara kita hanya jadi penikmat. Tak hanya device-nya, bahkan konten aplikasinya ada jutaan," tuturnya.

Kemudian digital currency war atau peperangan dalam hal mata uang digital. "Nah ini NU sudah siapkan atau belum. Warga NU yang 102 juta, bagaimana seluruh transaksinya? Bagaimana memulai di ranah ini," katanya.

Terakhir adalah biological war. "Kita bukan produsen konten positif, tapi hanya reaksional dari konten. Apa yang sudah kita berikan ke NU. Seharusnya kita bikin sebanyak-banyaknya aplikasi yang saling melengkapi karena ekosistem digital itu harus sharing," tuturnya.

Sementara itu, CEO Kesan Hamdan Hamedan mengatakan, dirinya menciptakan aplikasi Kesan (Kedaulatan Santri) sejak pertengahan 2019 lalu, dan hingga kini sudah diunduh sekitar 40.000 di lebih 40 negara, termasuk yang paling banyak selain Indonesia adalah di Amerika Serikat. Aplikasi ini memiliki banyak fitur yang khas memuat berbagai kebutuhan umat Islam, terutama nahdliyin. Seperti fitur zikir dan salawat, kitab kuning, artikel Islami.

"Ada juga ceramah dari ulama (NU) Nusantara. Ada fitur tanya kiai soal fikih sehari-hari, dan berbagai artikel Islami. Kami ingin menjawab kebutuhan masyarakat terhadap pemahaman Islam yang sesuai dengan alaman NU," katanya.
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7648 seconds (0.1#10.140)