Tak Ada Kompromi Soal Kedaulatan Teritorial

Kamis, 23 Januari 2020 - 22:29 WIB
Tak Ada Kompromi Soal Kedaulatan Teritorial
Tak Ada Kompromi Soal Kedaulatan Teritorial
A A A
AUSTRALIA - Konflik Laut China Selatan (LCS) dan pembanguan berkelanjutan menjadi isu menarik di ajang Asia Pasific Parliamentary Forum (APPF) ke 28 di Canberra, Australia pada 13-16 Januari 2020.

Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Charles Honoris mengungkap berbagai dinamika yang terjadi dalam pembahasan dua tema tersebut sehingga menjadi kesepakatan yang masuk dalam resolusi, terutama yang menyangkut kepentingan nasional Indonesia. Berikut petikan wawancara dengan politikus PDI Perjuangan tersebut di Canberra, beberapa waktu lalu.

Apa yang menjadi fokus pembahasan isu pembangunan berkelanjutan di APPF?

Saya menyampaikan langkah langkah pemerintah Indonesia maupun parlemen Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan. Kami sampaikan bagaimana peran DPR selama ini sangat krusial dalam hal pembahasan bersama pemerintah dari sisi undang UU, dari sisi penganggaran.

Juga dari sisi mengajak masyarakat ikut bergotong royong menghapus kemiskinan, menekan pengangguran, mengangkat kualitas pendidikan, meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Jadi kami mengajak parlemen negara-negara APPF untuk ke depan bekerja sama secepat mungkin bisa mewujudkan agenda tujuan pembangunan berkelanjutan.

Apa sebenarnya kendala pembangunan berkelanjutan khususnya di Indonesia?

Saya rasa yang menjadi kendala bukan saja di Indonesia tapi juga di banyak negara adalah sumber dana. Karena untuk mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan butuh biaya besar. Bagi Indonesia, kita juga harus mencari sumber dana yang bisa disisihkan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Nah contohnya dari sisi regulasi, pemerintah bersama DPR sudah memastikan bahwa dari APBN 20% disisihkan untuk sektor pendidikan, 5% untuk sektor kesehatan.

Lalu UU Terkait Perseroan Terbatas juga mengharuskan perusahaan di bidang pertambangan agar menyisihkan sebagian keuntungannya untuk CSR. Sehingga bukan saja dari DPR dan pemerintah, juga ada kontribusi dari perusahaan dan masyarakat untuk bisa mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Apa solusi yang ditawarkan parlemen Indonesia dalam APPF soal isu tersebut?

Bagaimana kita bersama sama bergotong royong saling belajar, saling sharing juga kiat-kiat keberhasilan di negara masing masing untuk bisa membangun manusia di negara masing masing. Sehingga di Indonesia, kita bisa belajar dari negara lain dan negara lain juga bisa belajar dari keberhasilan Indonesia.

Tema Laut China Selatan sempat menghangat di sidang APPF. Dinamika yang terjadi seperti apa?

Jadi kami meminta agar poin terkait dengan menjaga perdamaian dan keamanan di wilayah Laut China Selatan bisa masuk dalam resolusi. Tapi memang ada penolakan dari Tiongkok karena memang kita ketahui hari ini Tiongkok memiliki konflik dengan beberapa negara di Asia Tenggara terkait dengan klaim teritorial khususnya di wilayah Laut. Tapi sebelumnya kami dengan beberapa negara lain yang sama-sama konsern memastikan dengan keamanan di sana, perdamaian di sana dan kebebasan bernavigasi bagi kapal di wilayah tersebut. Kami bersama-sama akhirnya memastikan untuk memasukkan poin tersebut dalam resolusi.

Apakah akhirnya terjadi kesepakatan khusus dengan Tiongkok soal Laut China Selatan?

Akhirnya forum menyepakati bahwa poin terkait dengan memastikan keamanan dan perdamaian di wilayah Asia Pasifik khususnya di wilayah laut harus sesuai dengan hukum dan peraturan internasional termasuk UNCLOS sebagai hukum laut harus dimasukkan di dalam resolusi tersebut.

Hasil resolusi APPF soal Laut China Selatan apakah nanti akan dikoordinasikan dengan pemerintah?

Tentu saja. Saya sebagai anggota Komisi I sudah berkali kali menyampaikan kepada pemerintah. kepada mitra kami Kementerian Luar Negeri bahwa dalam hal kedaulatan teritorial kita tidak ada ruang untuk berkompromi. Tidak ada ruang untuk negoisasi. Kita butuh ketegasan. Artinya, negara harus hadir di wilayah yang dipersengketakan oleh pihak asing. Negara harus hadir dan aktif memastikan kedaulatan negara Republik Indonesia. Dan ke depan, tentu saja apa yang kita bahas dan resolusi yang kita munculkan akan memberikan dorongan dan legitimasi yang lebih kuat bagi Indonesia. Yakni, untuk ikut berkontribusi dalam memastikan adanya keamanan dan perdamaian serta kebebasan bernavigasi di wilayah yang hari ini diklaim oleh Tiongkok.

Masalah Laut China Selatan tidak akan berhenti atau selesai sampai di APPF saja. Apakah tema ini akan terus diperjuangkan dalam forum yang lain?

Dalam setiap kesempatan tentu saja kita akan mengangkat hal ini apabila memang masih adanya intrusi dari Tiongkok, atau masih ada pelanggaran hak kedaulatan dari negara lain. Mungkin bukan saja Tiongkok ya. Vietnam juga pernah melakukan hal yang sama. Tentu kita akan bawa terus karena sekali lagi apapun alasannya, bicara kedaulatan, kedaulatan negara, kedaulatan teritorial, hak kedaulatan, hak berdaulat Indonesia tidak bisa ditawar lagi. Kita tak boleh bernegosiasi soal itu, kita akan tegas soal itu. Kita akan memastikan bahwa setiap resolusi yang berkenaan dengan keamanan wilayah, kedaulatan wilayah, terkait dengan kepentingan nasional.

Parlemen Indonesia sangat aktif dalam APPF terbukti dengan banyaknya rekomendasi yang masuk dalam resolusi di APPF kali ini. Komentar Anda?

Ini menjadi bukti bahwa parlemen Indonesia menjalankan fungsinya sesuai dengan yang sudah ditetapkan di UU MD3, fungsi diplomasi parlemen. Dan tentu saja hari ini kita melihat bahwa diplomasi tidak saja dilakukan oleh eksekutif tapi juga ada namanya multi track diplomacy, kepentingan nasional, harus kita jaga bersama sama sehingga walaupun misalkan DPR berisikan anggota anggota dari 9 fraksi yang berbeda tetapi ketika berbicara kepentingan naisonal tidak ada perbedaaan. Kita semua mengedepankan apa yang kita cita-citakan bersama untuk kepentingan Indonesia.

Seberapa besar implementasi APPF berpengaruh pada kawasan Asia Pasifik terutama untuk Indonesia?

Tujuan pembangunan berkelanjutan adalah sesuatu yang dicanangkan oleh PBB tetapi tujuan pembangunan berkelanjutan juga menjadi fokus utama dalam sidang sidang APPF sebelumnya. Indonesia dalam mengimplementasikannya dalam berbagai kebijakan, peran parlemen penting. Resolusi-resolusi yang lalu kami bawa ke Jakarta. Kami distribusikan ke komisi-komisi terkait dan sudah menjadi dasar pertimbangan dalam memformulasikan baik itu regulasi, kebijakan, maupun pengawasan DPR terhadap kerja-kerja pemerintah. Tentu saja saya sangat yakin resolusi-resolusi tersebut sangat berperan dalam program program pembangunan nasional.

Apa harapan Anda pasca sidang APPF ini?

Tentu saja, resolusi yang banyak kita telorkan di APPF tidak sekadar menjadi sesuatu yang hanya kita bahas di sini saja. Tetapi semua negara anggota yang hadir disini bisa membawa resolusi yang sudah dihasilkan disini dan mencoba untuk mengimplementasikan dalam kebijakan nasional di negara masing-masing termasuk Indonesia. Karena saya melihat hal-hal positif yang sudah kita hasilkan di sini termasuk terkait dengan kita harus menciptakan kawasan yang lebih aman, lebih baik. Baik itu dalam arti membangun manusianya, meningkatkan sektor perdagangan, melindungi HAM di kawasan dan juga meningkatkan kapasitas SDM di kawasan Asia Pasifik.

Apa saran Anda penyelenggaraan APPF ke depan?

Saya melihat penyelenggaan di Australia ini sudah cukup baik ya. Ke depan, tentu saja harapannya akan lebih banyak lagi negara yang menjadi anggota APPF. Kali ini kita kedapatan ada 10 negara Pasifik Selatan yang menjadi observer. Untuk meninjau, melihat bagaimana persidangan dan apa yang dilakukan di forum-forum APPF, resolusinya seperti apa. Saya yakin dengan kegiatan kali ini, negara negara tersebut tertarik untuk menjadi anggota.

Kami berharap tentu saja tahun depan lebih banyak negara yang datang sehingga kita bisa mendapatkan lebih banyak masukan,. Lebih banyak solusi juga, lebih banyak ilmu, informasi, dan resolusi yang dihasilkan juga berguna untuk untu lebih banyak negara APPF.
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6465 seconds (0.1#10.140)