BPIH Belum Alami Penyesuaian, Komponen Biaya Haji Merangkak Naik
A
A
A
JAKARTA - Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) selama tiga tahun terakhir belum mengalami penyesuaian, yakni berada di kisaran Rp35 juta per orang. Padahal komponennya terus mengalami peningkatan setiap tahun, misalnya tarif penerbangan, makanan, dan lainnya.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ihsan Yunus membenarkan kondisi tersebut. Yakni, sejumlah komponen BPIH kembali meningkat di tahun 2020 ini. Dia mencontohkan, adanya keharusan pemberlakuan visa dari Kerajaan Arab Saudi sebesar 300 real per kepala, di mana pada tahun lalu biaya itu belum ada.
"Masalahnya ketika Menteri (Menteri Agama Fachrul Razi) rapat dengan Komisi VIII, dia menyatakan tidak akan ada kenaikan. Padahal tahun ini ada banyak komponen biaya tambahan yang memang tidak bisa dihindari," ujar Ihsan di Jakarta, Minggu (19/1/2020).
Selain soal visa, sambung dia, ada pula penambahan fasilitas makan yang sebelumnya 40 kali menjadi 50 kali. Lalu DPR pun meminta supaya uang living cost atau uang saku tetap 1.500 real per orang tidak dikurangi menjadi 1.000 real seperti yang diusulkan oleh pemerintah.
"Karena pengalaman sebelumnya, untuk bayar 'dam; saja, rata-rata jamaah Indonesia harus membayar sekitar 400 sampe 600 real. Jadi sisanya hanya sedikit. Karena itu kami minta supaya uang living cost tetap di 1.500 real," pinta Ihsan.
Hanya Ihsan menyadari penyesuaian BPIH ini tidak bisa dilakukan secara serta-merta. Melainkan harus dilakukan sosialisasi dan edukasi terlebih dahulu kepada seluruh masyarakat, agar mereka memahami seluruh komponen biaya haji dan ada subsidi di dalamnya.
"Tiga tahun belum pernah ada penyesuaian, artinya subsidi ini bisa saja mengambil dari calon-calon jamaah haji yang belum berangkat. Dan setiap tahun subsidinya naik terus. Nah ini yang jadi masalah," tuturnya.
Sebelumnya, Deputi bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama, Kemenko PMK, Agus Sartono mengatakan terkait pembiayaan penyelenggaraan ibadah haji memang perlu dilihat secara komprehensif. “Pertama, kita tahu inflasi setiap tahun sekitar 4%. Kedua, kualitas pelayanan terus meningkat dan jenis pelayanan juga meningkat,” klaimnya.
Menurut Agus, idealnya biaya penyelenggaraan ibadah haji juga mengalami penyesuaian. “Jika per tahun inflasi 3%, sehingga selama lima tahun mestinya disesuaikan sekitar 15%," katanya.
Sementara itu, lanjut dia, biaya penyelenggaraan ibadah haji sebagian dibayar oleh jamaah haji dan sebagian dari nilai manfaat atas setoran yang sudah dilakukan beberapa tahun. "Sejak beberapa tahun BPKH telah melakulan pengelolaan dana haji lebih baik. Di antaranya nilai manfaat didistribusikan ke masing-masing jamaah haji yang masih dalam daftar tunggu. Nilai manfaat tersebut masuk dalam virtual account masing-masing jamaah," tandasnya.
Dijelaskan Agus, pada saatnya jamaah haji tiba giliran untuk berangkat maka diharapkan kekurangannya tidak terlalu besar. Jadi memang tidak tepat kalau nilai manfaat dihabiskan untuk mensubsidi jamaah haji yang berangkat lebih awal.
Jadi BPKH sudah mulai membenahi pengelolaan dana haji tersebut. "Tugas kita semua untuk mengedukasi masyarakat. Sebenarnya berapa besar total biaya per jamaah. Kemudian berapa nilai tabungan haji sejak setoran awal hingga jamaah haji mendapat giliran untuk berangkat," paparnya.
Biaya riil penyelenggaraan haji pada tahun 2020 diperkirakan akan naik disebabkan adanya inflasi, fluktuasi mata uang, biaya penerbangan, makan, penginapan, dan lain-lain. Kenaikan biaya riil ini tidak diiringi dengan kenaikan biaya direct cost (yang dibayar jamaah).
Sejak tahun 2018 ongkos haji yang dibayar oleh jamaah haji tidak mengalami kenaikan tetap diangka Rp35,2 juta. Biaya Direct Cost yang tidak naik ini mengakibatkan peningkatan tajam pada penggunaan nilai manfaat untuk menutup biaya riil yang diperlukan.
Jika biaya haji 2020 tetap diangka Rp35,2 juta maka penggunaan nilai manfaat/ indirect cost menjadi jauh lebih besar daripada biaya yang dibayar jamaah sebesar Rp37,9 juta.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ihsan Yunus membenarkan kondisi tersebut. Yakni, sejumlah komponen BPIH kembali meningkat di tahun 2020 ini. Dia mencontohkan, adanya keharusan pemberlakuan visa dari Kerajaan Arab Saudi sebesar 300 real per kepala, di mana pada tahun lalu biaya itu belum ada.
"Masalahnya ketika Menteri (Menteri Agama Fachrul Razi) rapat dengan Komisi VIII, dia menyatakan tidak akan ada kenaikan. Padahal tahun ini ada banyak komponen biaya tambahan yang memang tidak bisa dihindari," ujar Ihsan di Jakarta, Minggu (19/1/2020).
Selain soal visa, sambung dia, ada pula penambahan fasilitas makan yang sebelumnya 40 kali menjadi 50 kali. Lalu DPR pun meminta supaya uang living cost atau uang saku tetap 1.500 real per orang tidak dikurangi menjadi 1.000 real seperti yang diusulkan oleh pemerintah.
"Karena pengalaman sebelumnya, untuk bayar 'dam; saja, rata-rata jamaah Indonesia harus membayar sekitar 400 sampe 600 real. Jadi sisanya hanya sedikit. Karena itu kami minta supaya uang living cost tetap di 1.500 real," pinta Ihsan.
Hanya Ihsan menyadari penyesuaian BPIH ini tidak bisa dilakukan secara serta-merta. Melainkan harus dilakukan sosialisasi dan edukasi terlebih dahulu kepada seluruh masyarakat, agar mereka memahami seluruh komponen biaya haji dan ada subsidi di dalamnya.
"Tiga tahun belum pernah ada penyesuaian, artinya subsidi ini bisa saja mengambil dari calon-calon jamaah haji yang belum berangkat. Dan setiap tahun subsidinya naik terus. Nah ini yang jadi masalah," tuturnya.
Sebelumnya, Deputi bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama, Kemenko PMK, Agus Sartono mengatakan terkait pembiayaan penyelenggaraan ibadah haji memang perlu dilihat secara komprehensif. “Pertama, kita tahu inflasi setiap tahun sekitar 4%. Kedua, kualitas pelayanan terus meningkat dan jenis pelayanan juga meningkat,” klaimnya.
Menurut Agus, idealnya biaya penyelenggaraan ibadah haji juga mengalami penyesuaian. “Jika per tahun inflasi 3%, sehingga selama lima tahun mestinya disesuaikan sekitar 15%," katanya.
Sementara itu, lanjut dia, biaya penyelenggaraan ibadah haji sebagian dibayar oleh jamaah haji dan sebagian dari nilai manfaat atas setoran yang sudah dilakukan beberapa tahun. "Sejak beberapa tahun BPKH telah melakulan pengelolaan dana haji lebih baik. Di antaranya nilai manfaat didistribusikan ke masing-masing jamaah haji yang masih dalam daftar tunggu. Nilai manfaat tersebut masuk dalam virtual account masing-masing jamaah," tandasnya.
Dijelaskan Agus, pada saatnya jamaah haji tiba giliran untuk berangkat maka diharapkan kekurangannya tidak terlalu besar. Jadi memang tidak tepat kalau nilai manfaat dihabiskan untuk mensubsidi jamaah haji yang berangkat lebih awal.
Jadi BPKH sudah mulai membenahi pengelolaan dana haji tersebut. "Tugas kita semua untuk mengedukasi masyarakat. Sebenarnya berapa besar total biaya per jamaah. Kemudian berapa nilai tabungan haji sejak setoran awal hingga jamaah haji mendapat giliran untuk berangkat," paparnya.
Biaya riil penyelenggaraan haji pada tahun 2020 diperkirakan akan naik disebabkan adanya inflasi, fluktuasi mata uang, biaya penerbangan, makan, penginapan, dan lain-lain. Kenaikan biaya riil ini tidak diiringi dengan kenaikan biaya direct cost (yang dibayar jamaah).
Sejak tahun 2018 ongkos haji yang dibayar oleh jamaah haji tidak mengalami kenaikan tetap diangka Rp35,2 juta. Biaya Direct Cost yang tidak naik ini mengakibatkan peningkatan tajam pada penggunaan nilai manfaat untuk menutup biaya riil yang diperlukan.
Jika biaya haji 2020 tetap diangka Rp35,2 juta maka penggunaan nilai manfaat/ indirect cost menjadi jauh lebih besar daripada biaya yang dibayar jamaah sebesar Rp37,9 juta.
(kri)