Belum Penuhi Syarat, Mimpi Natuna Menjadi Provinsi Masih di Awang-Awang

Selasa, 14 Januari 2020 - 10:19 WIB
Belum Penuhi Syarat,...
Belum Penuhi Syarat, Mimpi Natuna Menjadi Provinsi Masih di Awang-Awang
A A A
JAKARTA - Ketika ketegangan Indonesia versus China mencuat, wacana pemekaran Natuna menjadi provinsi kembali bergulir. Naiknya status Natuna dari kabupaten menjadi provinsi dipandang sebagai solusi atas permasalahan pelanggaran hak zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan kaya ikan tersebut.

Bupati Natuna Abdul Hamid Rizal menyatakan bahwa status kabupaten membuat gerak Natuna terbatas untuk mengawasi kegiatan pencurian ikan yang kerap terjadi. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Natuna tak bisa berbuat banyak terhadap aksi ilegal tersebut lantaran terbentur aturan dalam undang-undang (UU).Sementara, faktanya banyak kapal asing yang mencuri ikan di perairan Natuna. “Saya berharap dengan adanya pencurian ikan di laut agar kiranya wilayah ini lebih diperhatikan serius dengan meningkatkan status pemerintahan menjadi provinsi khusus,” kata Hamid, Selasa pekan lalu.
Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah kabupaten/kota tidak memiliki kewenangan terhadap perairan laut. Sementara, mayoritas wilayah Natuna merupakan perairan dan wilayah perbatasan yang berada di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). “Ini menyulitkan. Kami ini hanya batas pinggir pantai,” singgung Bupati Natuna dua periode tersebut.

Pemekaran Natuna bukan kali ini saja diwacanakan Hamid. Bahkan, pihaknya sudah membuat kajian akhir pengembangan provinsi Natuna-Anambas yang telah digarap selama 2017. Sayang, sodoran itu tak mendapat lampu hijau dari pemerintah. Sebaliknya, pemerintah justru melakukan moratorium pembentukan daerah otonomi baru (DOB).

Kini, usulan Hamid itu kembali mentah. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menolak wacana tersebut. Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik menilai usulan Natuna untuk menjadi provinsi dinilai kurang realistis. Alasannya, ada sejumlah syarat yang tak terpenuhi untuk pembentukan provinsi. (Baca: Antisipasi China, Patroli Laut Diminta Diintensifkan di Natuna)

Pertama, kata Akmal, dalam Pasal 31-55 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, ada syarat-syarat agar suatu daerah bisa diusulkan menjadi provinsi tersendiri. “Minimal ada lima daerah kabupaten/kota dan kelimanya itu harus berumur lima tahun,” terang Akmal di Kemendagri kepada SINDO Weekly, Rabu pekan lalu.

Alasan kedua, pemerintah belum mencabut moratorium pembentukan DOB. Sebab, yang memutuskan moratorium adalah dewan pertimbangan otonomi daerah. “Kami akan diskusi kembali terkait pemekaran. Sampai sekarang, kami masih moratorium,” tegasnya.

Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) pun senada. Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris BNPP Suhajar Diantoro menilai tidak mudah untuk melakukan pemekaran daerah menjadi provinsi. Selain persoalan daerah, salah satu poin penting lainnya adalah kemampuan finansial daerah. Dalam artian, daerah sudah memiliki pendapatan asli daerah (PAD) sehingga bisa menopang pembangunan daerah. “Ini kan desentralisasi, jadi daerah mengatur sendiri atau otonom. Tidak lagi bergantung penuh pada pusat. Nah, jangan sampai jadi provinsi, tapi nanti malah gagal,” ujar dia.

Terkait rencana pemekaran wilayah perbatasan, kata Suhajar, kewenangan itu tetap berada di Direktorat Jenderal (Ditjen) Otonomi Daerah dan Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri. Pihaknya hanya mengurus bagian teknis bila sudah ada keputusan resmi dari kementerian terkait.

Tidak Mendesak

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menilai usul Natuna menjadi provinsi khusus tidak memiliki urgensi. Menurut dia, tak ada kaitan antara peristiwa klaim Tiongkok terhadap perairan Natuna dan kepentingan Natuna menjadi provinsi. “Kalaupun ada usulan mau provinsi sendiri dan dikaitkan dengan alasan diklaim oleh Tiongkok, itu tidak menjadi salah satu pertimbangan yang utama untuk melahirkan provinsi Natuna. Kecuali kalau ada alasan yang lain,” jelas Doli.

Urusan kedaulatan negara bukan hanya jadi tanggung jawab pemerintah daerah, tetapi juga pemerintah pusat. Doli pun meminta Pemkab Natuna tak perlu khawatir. “Kalau urusan mau mengganggu wilayah atau negara lain, mau jadi provinsi pun, itu tetap bisa mereka lakukan. Artinya, jangankan kabupaten atau provinsi, yang mereka ganggu negara, skopnya lebih besar. Jadi, enggak ada relevansinya dengan mau dibentuk provinsi,” tegas politikus Golkar tersebut.

Politikus PPP Achmad Baidowi mengusulkan agar Kabupaten Natuna di Provinsi Kepri menjadi wilayah khusus karena akan lebih strategis dari sisi pertahanan-keamanan ketimbang dimekarkan menjadi provinsi. “Solusinya bisa saja dengan peningkatan status Natuna sebagai wilayah khusus, namun tetap sebagai kabupaten,” kata Baidowi.

Bila diberikan status demikian, ada beberapa kewenangan khusus yang mungkin bisa dimiliki Kabupaten Natuna. Sebut saja misalnya kekhususan otonomi di bidang maritim untuk mengamankan aset, sumber daya alam (SDA), dan wilayah. “Sebab, kalau ditelisik lebih jauh, persoalan Natuna itu kan di lautan, bukan di daratan,” ujarnya.

Baidowi menduga permintaan status Natuna menjadi provinsi bisa memicu aksi daerah lainnya. Apalagi, saat ini pemerintah masih menjalankan moratorium pembentukan DOB. Nah, yang menjadi kekhawatirannya, permintaan itu bisa membuka daerah lain untuk mengajukan hal serupa.
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9470 seconds (0.1#10.140)