Keinginan PDIP Naikkan PT Akan Ditolak Parpol Lain
A
A
A
JAKARTA - Salah satu rekomendasi hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) 1 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yaitu meningkatkan ambang batas parlemen (parliamentary threshold/PT) dari sebelumnya 4% pada Pemilu 2019 menjadi 5% pada 2024 untuk DPR.
Keinginan PDIP itu dinilai akan memicu resistensi dan friksi dari partai politik (parpol) lainnya.
Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno mengatakan, PDIP memiliki selera cukup tinggi untuk menaikan ambang batas parlemen yang memang selalu naik setiap lima tahun.
Hal itu dinilainya wajar karena parpol besar selalu menjadikan alasan tersebut untuk menyederhanakan parpol. Apalagi, sistem presidensialisme multipartai ekstrem yang ada di Indonesia saat ini dalam banyak hal memang dinilai cukup crowded dan bising.
”Ini adalah salah satu upaya bagi PDIP untuk menyederhanakan dan menstabilkan politik sehingga parpol yang lolos ke Senayan tidak terlalu banyak. Kalau 5 persen ya hanya sekitar 6-7 partai saja,” kata Adi Prayitno kepada SINDOnews, Senin (13/1/2020). (Baca Juga: KS Desak Pansus BPJS Dibentuk)
Namun, ambang batas yang tinggi ini akan membatasi parpol-parpol baru dan parpol kecil untuk lolos ke Senayan.
“Ambang batas ini tentu akan mendapatkan resistensi dan friksi dari parpol-parpol lain dan ini akan menimbulkan gejolak sebenarnya, terutama dari parpol-parpol kecil yang tidak lolos itu karena ini dianggap menghambat mereka untuk lolos ke Senayan,” katanya.
Padahal yang diinginkan parpol kecil atau parpol baru adalah justru tidak ada ambang batas parlemen sehingga semua bisa lolos ke Senayan, namun cukup diatur dengan ambang batas fraksi. ”Tapi yang jelas ini akan menjadi prokontra. Memang kecenderungannya ambang batas parlemen dan presiden itu selalu minta dinaikkan,” katanya.
Adi menilai ambang batas 5% memberatkan parpol menengah ke bawah. Ini menjadi dilematis karena faktanya jumlah parpol saat ini juga dinilai terlampau banyak sehingga terjadi politik akomodatif.
”Ini yang terjadi pada hari ini. Habis pemilu yang kalah juga diakomodasi karena terlalu banyak keributan. Tapi kalau disederhanakan dengan ambang batas, tentu ini memang menggerus parpol-parpol kecil lolos ke Senayan. Nah itu dilemanya,” katanya.
Keinginan PDIP itu dinilai akan memicu resistensi dan friksi dari partai politik (parpol) lainnya.
Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno mengatakan, PDIP memiliki selera cukup tinggi untuk menaikan ambang batas parlemen yang memang selalu naik setiap lima tahun.
Hal itu dinilainya wajar karena parpol besar selalu menjadikan alasan tersebut untuk menyederhanakan parpol. Apalagi, sistem presidensialisme multipartai ekstrem yang ada di Indonesia saat ini dalam banyak hal memang dinilai cukup crowded dan bising.
”Ini adalah salah satu upaya bagi PDIP untuk menyederhanakan dan menstabilkan politik sehingga parpol yang lolos ke Senayan tidak terlalu banyak. Kalau 5 persen ya hanya sekitar 6-7 partai saja,” kata Adi Prayitno kepada SINDOnews, Senin (13/1/2020). (Baca Juga: KS Desak Pansus BPJS Dibentuk)
Namun, ambang batas yang tinggi ini akan membatasi parpol-parpol baru dan parpol kecil untuk lolos ke Senayan.
“Ambang batas ini tentu akan mendapatkan resistensi dan friksi dari parpol-parpol lain dan ini akan menimbulkan gejolak sebenarnya, terutama dari parpol-parpol kecil yang tidak lolos itu karena ini dianggap menghambat mereka untuk lolos ke Senayan,” katanya.
Padahal yang diinginkan parpol kecil atau parpol baru adalah justru tidak ada ambang batas parlemen sehingga semua bisa lolos ke Senayan, namun cukup diatur dengan ambang batas fraksi. ”Tapi yang jelas ini akan menjadi prokontra. Memang kecenderungannya ambang batas parlemen dan presiden itu selalu minta dinaikkan,” katanya.
Adi menilai ambang batas 5% memberatkan parpol menengah ke bawah. Ini menjadi dilematis karena faktanya jumlah parpol saat ini juga dinilai terlampau banyak sehingga terjadi politik akomodatif.
”Ini yang terjadi pada hari ini. Habis pemilu yang kalah juga diakomodasi karena terlalu banyak keributan. Tapi kalau disederhanakan dengan ambang batas, tentu ini memang menggerus parpol-parpol kecil lolos ke Senayan. Nah itu dilemanya,” katanya.
(dam)