Jokowi: Halau Kapal Asing Jika Masuk Wilayah Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar tidak ada lagi kapal asing yang memasuki teritorial Indonesia, termasuk di Natuna, Kepulauan Riau. Apalagi jika kapal asing tersebut mencoba mencuri kekayaan alam Indonesia.
Karena itu apabila ada kapal asing yang mencoba memanfaatkan kekayaan alam di dalamnya secara ilegal, maka Indonesia memiliki hak berdaulat untuk menangkap atau menghalau kapal asing tersebut.
“Saya ke sini juga ingin memastikan penegakan hukum atas hak berdaulat kita, hak berdaulat negara kita, Indonesia atas kekayaan sumber daya alam laut kita di zona ekonomi eksklusif. Kenapa di sini hadir Bakamla dan Angkatan Laut? Untuk memastikan penegakan hukum yang ada di sini,” tandas Jokowi saat mengunjungi Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau, kemarin.
Jokowi pun menegaskan bahwa Natuna merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Natuna bagian dari wilayah teritorial Indonesia baik secara de facto dan de jure. Bahkan, ujarnya, di wilayah Natuna ada 81.000 penduduk Indonesia.
“Kedua yang perlu saya sampaikan, ini saya ulang, karena 2016 sudah saya sampaikan, bahwa Natuna ini adalah teritorial Indonesia. Kita punya kabupaten di sini, ada bupatinya, ada gubernurnya. Kedaulatan itu tidak bisa ditawar-tawar. Tidak bisa ditawar-tawar!” tandas Jokowi.
Jokowi pun sempat meninjau KRI Usman Harun 359 dan KRI KS Tubun 356 saat kunjungannya ke Natuna. Kedua kapal perang ini diterjunkan guna menggelar patroli keamanan di Natuna. Sebanyak 7 KRI diterjunkan untuk melakukan patroli rutin agar tak ada lagi kapal asing yang masuk ke Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia di Natuna. Presiden meninjau dua kapal tersebut setelah bertemu dengan ratusan nelayan di Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Selat Lampa.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristianto menyebut kalau pihaknya kokoh dalam posisi mempertahankan teritori RI. Menurut dia, Presiden Joko Widodo dan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi sudah menyampaikan hal yang tepat terkait sikap Indonesia atas klaim China.
Ini selaras dengan sikap PDI Perjuangan yang tidak akan mundur sedikit pun dalam membela kedaulatan negara. “Sebagaimana disampaikan oleh Presiden, persoalan kedaulatan kita tidak akan pernah mundur,” kata Hasto kepada wartawan di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, kemarin.
Menurut Hasto, langkah ini merupakan bagian dari upaya menjaga dan melindungi segenap bangsa dan seluruh wilayah Indonesia. Apalagi berdasarkan hukum internasional yang berlaku yakni UNCLOS menyebutkan bahwa wilayah itu adalah teritori Indonesia. “Kita kokoh posisi politiknya terlebih hukum internasional yang disepakati bersama juga menyatakan hal tersebut. Karena itulah kami mendukung pernyataan Pak Presiden,” tandasnya.
Terpisah, Komisi I DPR mendukung rencana pemerintah untuk memasukkan perubahan Undang-Undang Keamanan Laut dalam omnibus law agar kekuatan pengamanan lau lebih terintegrasi dan lebih tangguh. Salah satunya dengan memperkuat peran Badan Keamanan Laut (Bakamla).
“Saya kira itu (UU Kamla) bisa salah satu yang kita kejar gitu ya. Bakamla kan harusnya mempunyai peran yang cukup besar, namanya saja badan keamanan laut dan wilayah kitakan 3/4 wilayah laut. Maka kedaulatan kita buka hanya di darat tapi juga di laut,” kata anggota Komisi I DPR Fadli Zon di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.
Karena itu, menurut Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR ini, laut juga perlu diperlengkapi dengan perlengkapan peralatan yang canggih. Seperti misalnya drone yang sangat memudahkan dengan biaya yang relatif murah. Dia juga mencontohkan Turki yang mengoperasikan drone sejauh 200-300 km saat dirinya melakukan kunjungan kerja ke sana. Karena tanpa awak maka pengoperasiannya sangat sederhana.
“Ya memang memerlukan satelit sarana tetapi wilayah kita masih memungkinkan bahkan bisa diperlengkapi dengan senjata. Persenjatannya juga yang cukup canggih bisa menembakan dengan jarak 4-5 kilometer dari atas, itu salah satu cara kita untuk mengamankan,” paparnya.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra ini melihat bahwa Indonesia secara de facto tidak memiliki kekutan di wilayah laut sendiri, sehingga laut Indonesia dengan mudahnya dimasuki kapal-kapal asing termasuk yang paling mencolok di wilayah Natuna oleh China. Meskipun, Indonesia bukan negara yang ikut klaim, non-claimed country.
Meski demikian, Fadli tidak mempermasalahkan apakah UU Kamla itu akan diubah lewat omnibus law atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Yang terpenting bisa mempercepat prosesnya, sehingga Indonesia bisa memperbaiki kekurangan keamanan laut. “Saya kira sebenarnya dari sisi hukum bisa mempercepat itu pelaksanaan dari hukum yang ada sekarang. Tapi perangkat hardware dan software kita yang masih kekurangan,” ujarnya.
Karena itu apabila ada kapal asing yang mencoba memanfaatkan kekayaan alam di dalamnya secara ilegal, maka Indonesia memiliki hak berdaulat untuk menangkap atau menghalau kapal asing tersebut.
“Saya ke sini juga ingin memastikan penegakan hukum atas hak berdaulat kita, hak berdaulat negara kita, Indonesia atas kekayaan sumber daya alam laut kita di zona ekonomi eksklusif. Kenapa di sini hadir Bakamla dan Angkatan Laut? Untuk memastikan penegakan hukum yang ada di sini,” tandas Jokowi saat mengunjungi Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau, kemarin.
Jokowi pun menegaskan bahwa Natuna merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Natuna bagian dari wilayah teritorial Indonesia baik secara de facto dan de jure. Bahkan, ujarnya, di wilayah Natuna ada 81.000 penduduk Indonesia.
“Kedua yang perlu saya sampaikan, ini saya ulang, karena 2016 sudah saya sampaikan, bahwa Natuna ini adalah teritorial Indonesia. Kita punya kabupaten di sini, ada bupatinya, ada gubernurnya. Kedaulatan itu tidak bisa ditawar-tawar. Tidak bisa ditawar-tawar!” tandas Jokowi.
Jokowi pun sempat meninjau KRI Usman Harun 359 dan KRI KS Tubun 356 saat kunjungannya ke Natuna. Kedua kapal perang ini diterjunkan guna menggelar patroli keamanan di Natuna. Sebanyak 7 KRI diterjunkan untuk melakukan patroli rutin agar tak ada lagi kapal asing yang masuk ke Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia di Natuna. Presiden meninjau dua kapal tersebut setelah bertemu dengan ratusan nelayan di Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Selat Lampa.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristianto menyebut kalau pihaknya kokoh dalam posisi mempertahankan teritori RI. Menurut dia, Presiden Joko Widodo dan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi sudah menyampaikan hal yang tepat terkait sikap Indonesia atas klaim China.
Ini selaras dengan sikap PDI Perjuangan yang tidak akan mundur sedikit pun dalam membela kedaulatan negara. “Sebagaimana disampaikan oleh Presiden, persoalan kedaulatan kita tidak akan pernah mundur,” kata Hasto kepada wartawan di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, kemarin.
Menurut Hasto, langkah ini merupakan bagian dari upaya menjaga dan melindungi segenap bangsa dan seluruh wilayah Indonesia. Apalagi berdasarkan hukum internasional yang berlaku yakni UNCLOS menyebutkan bahwa wilayah itu adalah teritori Indonesia. “Kita kokoh posisi politiknya terlebih hukum internasional yang disepakati bersama juga menyatakan hal tersebut. Karena itulah kami mendukung pernyataan Pak Presiden,” tandasnya.
Terpisah, Komisi I DPR mendukung rencana pemerintah untuk memasukkan perubahan Undang-Undang Keamanan Laut dalam omnibus law agar kekuatan pengamanan lau lebih terintegrasi dan lebih tangguh. Salah satunya dengan memperkuat peran Badan Keamanan Laut (Bakamla).
“Saya kira itu (UU Kamla) bisa salah satu yang kita kejar gitu ya. Bakamla kan harusnya mempunyai peran yang cukup besar, namanya saja badan keamanan laut dan wilayah kitakan 3/4 wilayah laut. Maka kedaulatan kita buka hanya di darat tapi juga di laut,” kata anggota Komisi I DPR Fadli Zon di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.
Karena itu, menurut Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR ini, laut juga perlu diperlengkapi dengan perlengkapan peralatan yang canggih. Seperti misalnya drone yang sangat memudahkan dengan biaya yang relatif murah. Dia juga mencontohkan Turki yang mengoperasikan drone sejauh 200-300 km saat dirinya melakukan kunjungan kerja ke sana. Karena tanpa awak maka pengoperasiannya sangat sederhana.
“Ya memang memerlukan satelit sarana tetapi wilayah kita masih memungkinkan bahkan bisa diperlengkapi dengan senjata. Persenjatannya juga yang cukup canggih bisa menembakan dengan jarak 4-5 kilometer dari atas, itu salah satu cara kita untuk mengamankan,” paparnya.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra ini melihat bahwa Indonesia secara de facto tidak memiliki kekutan di wilayah laut sendiri, sehingga laut Indonesia dengan mudahnya dimasuki kapal-kapal asing termasuk yang paling mencolok di wilayah Natuna oleh China. Meskipun, Indonesia bukan negara yang ikut klaim, non-claimed country.
Meski demikian, Fadli tidak mempermasalahkan apakah UU Kamla itu akan diubah lewat omnibus law atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Yang terpenting bisa mempercepat prosesnya, sehingga Indonesia bisa memperbaiki kekurangan keamanan laut. “Saya kira sebenarnya dari sisi hukum bisa mempercepat itu pelaksanaan dari hukum yang ada sekarang. Tapi perangkat hardware dan software kita yang masih kekurangan,” ujarnya.
(don)