Tim Advokasi Novel Baswedan: Tak Mungkin Pelaku Cuma Dua Orang

Jum'at, 27 Desember 2019 - 20:50 WIB
Tim Advokasi Novel Baswedan:...
Tim Advokasi Novel Baswedan: Tak Mungkin Pelaku Cuma Dua Orang
A A A
JAKARTA - Polri untuk segera mengungkap dalang atau aktor intelektual penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

Tim Advokasi Novel Baswedan menduga ada keterlibatan jenderal dalam kasus tersebut. ”Dugaan adanya keterlibatan kepolisian dalam kasus ini telah terbukti,” kata Koordinator Kontras Yati Andriyani mewakili Tim Advokasi Novel Baswedan dalam keterangan tertulisnya, Jumat (27/12/2019).

Menurut dia, sejak awal jejak-jejak keterlibatan anggota Polri dalam kasus ini sangat jelas. Salah satunya adalah penggunaan sepeda motor anggota kepolisian.

”Kepolisian harus segera mengungkap jenderal dan aktor intelektual lain yang terlibat dalam kasus penyiraman dan tidak berhenti pada pelaku lapangan,” tuturnya. (Baca Juga: Polri Ungkap Penyiram Air Keras ke Novel Baswedan Anggota Brimob)

Hasil Tim Gabungan Bentukan Polri dalam temuannya menyatakan serangan kepada Novel berhubungan dengan pekerjaannya sebagai penyidik KPK. Karena KPK menangani kasus-kasus besar sehingga tidak mungkin pelaku hanya berhenti di dua orang ini.

”Oleh karena itu perlu penyidikan lebih lanjut hubungan dua orang yang saat ini ditangkap dengan kasus yang ditangani Novel atau KPK," katanya.

Karena itu, menurut Yati, kepolisian harus mengungkap motif dua pelaku yang tiba-tiba menyerahkan diri, apabila benar bukan ditangkap.

Tim Novel Baswedan juga menilai perlu dipastikan apakah yang bersangkutan bukan orang yang "pasang badan" untuk menutupi pelaku yang perannya lebih besar.

”Oleh karena itu, Polri harus membuktikan pengakuan yang bersangkutan bersesuaian dengan keterangan saksi-saksi kunci di lapangan,” katanya.

Hal ini diperlukan karena terdapat sejumlah kejanggalan. Seperti adanya Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) tertanggal 23 Desember 2019 yang menyatakan pelakunya belum diketahui. Selain itu, ada perbedaan berita, yaitu kedua polisi tersebut menyerahkan diri atau ditangkap.

”Temuan polisi seolah-olah baru sama sekali. Misal apakah orang yang menyerahkan diri mirip dengan sketsa-sketsa wajah yang pernah beberapa kali dikeluarkan Polri. Polri harus menjelaskan keterkaitan antara sketsa wajah yang pernah dirilis dengan tersangka yang baru saja ditetapkan,” katanya.

Ketidaksinkronan informasi dari Polri yang mengatakan belum diketahuinya tersangka dengan pernyataan Presiden yang mengatakan akan ada tersangka menunjukkan cara kerja Polri yang tidak terbuka dan profesional dalam kasus ini.

”Korban, keluarga dan masyarakat berhak atas informasi terlebih kasus ini menyita perhatian publik dan menjadi indikator keamanan pembela HAM dan anti korupsi,” urainya.

Polisi juga harus mengusut tuntas teror lainnya yang menimpa pegawai maupun pimpinan KPK periode sebelumnya seperti teror bom di rumah Agus Rahardjo dan Laode M Syarif.

”Presiden perlu memberikan perhatian khusus atas perkembangan teror yang menimpa Novel. Jika ditemukan kejanggalan maka Presiden harus memberikan sanksi tegas kepada Kapolri,’ katanya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0887 seconds (0.1#10.140)