PKS Desak Pemerintah Panggil Dubes India Soal UU Kewarganegaraan
A
A
A
JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengecam pengesahan Rancangan Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan (CAB) India yang bermuatan diskriminatif menjadi undang-undang pada Jumat 13 Desember 2019.
PKS juga meminta Pemerintah RI untuk ikut bersikap mengenai hal tersebut, sebagaimana amanat dalam pembukaan UUD 1945.
“Sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, Bangsa kita lahir atas deklarasi penghapusan atas penjajahan di atas dunia. Indonesia juga harus terlibat aktif dalam menghadirkan ketertiban dunia. Maka pelanggaran HAM yang berwujud pengesahan UU diskriminatif oleh Pemerintah India harus jadi perhatian Pemerintah Indonesia,” kata Wakil Ketua Fraksi PKS DPR Sukamta dalam siaran pers yang diterima SINDOnews di Jakarta, Minggu (15/12/2019). (Baca Juga: Abaikan Protes, Presiden India Sahkan UU Kewarganegaraan 'Anti-Muslim')
Menurut Sukamta, Pemerintah RI harus segera melakukan klarifikasi kepada Pemerintah India terkait UU yamg mengandung tindakan diskriminatif.
Dia juga mendesak pemerintah untuk melakukan protes kepada India atas UU ini karena disamping melanggar HAM hal ini juga dapat menimbulkan potensi konflik horizontal yang berkepanjangan.
“Isu ini sangat sensitif, pasti akan memicu reaksi di berbagai belahan dunia. Konflik horizontal bisa meluas ke negara-negara yang lain. India semestinya paham konsekuensi buruk yang akan lahir dari UU diskriminatif,” ujar Sukamta. (Baca Juga: PBB: UU Kewarganegaraan India Diskriminatif terhadap Muslim)
Bahkan, Legislator asal Yogyakarta ini juga meminta Pemerintah RI melakukan langkah lebih konkret dengan segera mendesak Pemerintah India melalui Kedubesnya untuk mencabut UU tersebut guna melindungi warga muslim.
“Saya minta pemerintah melalui Kemenlu untuk segera memanggil Dubes India untuk sampaikan keberatan Indonesia atas UU Diskriminatif, dan desakan pencabutan UU terebut. Ini adalah perwujudan politik luar negeri yang bebas aktif,” pungkasnya.
Perlu diketahui, bahwa UU baru ini dianggap diskriminatif karena hanya mengakui imigran asal Bangladesh, Afghanistan dan Pakistan yang beragama Hindu, Sikh, Kristen, Jain, Parsis dan Buddha.
Sementara Islam tidak disebut dalam UU tersebut sehingga mengancam keberadaan imigran muslim di negara tersebut.
PKS juga meminta Pemerintah RI untuk ikut bersikap mengenai hal tersebut, sebagaimana amanat dalam pembukaan UUD 1945.
“Sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, Bangsa kita lahir atas deklarasi penghapusan atas penjajahan di atas dunia. Indonesia juga harus terlibat aktif dalam menghadirkan ketertiban dunia. Maka pelanggaran HAM yang berwujud pengesahan UU diskriminatif oleh Pemerintah India harus jadi perhatian Pemerintah Indonesia,” kata Wakil Ketua Fraksi PKS DPR Sukamta dalam siaran pers yang diterima SINDOnews di Jakarta, Minggu (15/12/2019). (Baca Juga: Abaikan Protes, Presiden India Sahkan UU Kewarganegaraan 'Anti-Muslim')
Menurut Sukamta, Pemerintah RI harus segera melakukan klarifikasi kepada Pemerintah India terkait UU yamg mengandung tindakan diskriminatif.
Dia juga mendesak pemerintah untuk melakukan protes kepada India atas UU ini karena disamping melanggar HAM hal ini juga dapat menimbulkan potensi konflik horizontal yang berkepanjangan.
“Isu ini sangat sensitif, pasti akan memicu reaksi di berbagai belahan dunia. Konflik horizontal bisa meluas ke negara-negara yang lain. India semestinya paham konsekuensi buruk yang akan lahir dari UU diskriminatif,” ujar Sukamta. (Baca Juga: PBB: UU Kewarganegaraan India Diskriminatif terhadap Muslim)
Bahkan, Legislator asal Yogyakarta ini juga meminta Pemerintah RI melakukan langkah lebih konkret dengan segera mendesak Pemerintah India melalui Kedubesnya untuk mencabut UU tersebut guna melindungi warga muslim.
“Saya minta pemerintah melalui Kemenlu untuk segera memanggil Dubes India untuk sampaikan keberatan Indonesia atas UU Diskriminatif, dan desakan pencabutan UU terebut. Ini adalah perwujudan politik luar negeri yang bebas aktif,” pungkasnya.
Perlu diketahui, bahwa UU baru ini dianggap diskriminatif karena hanya mengakui imigran asal Bangladesh, Afghanistan dan Pakistan yang beragama Hindu, Sikh, Kristen, Jain, Parsis dan Buddha.
Sementara Islam tidak disebut dalam UU tersebut sehingga mengancam keberadaan imigran muslim di negara tersebut.
(dam)