Seniman dan Budayawan Diminta Terus Suarakan Keberagaman
A
A
A
JAKARTA - Budaya yang dimiliki bangsa Indonesia sangat majemuk dan beragam karena negeri ini terdiri atas berbagai macam suku, bahasa dan juga budaya. Kemajemukan bangsa ini dinilai akan rusak jika intoleransi dan radikalisme negatif semakin menguat.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius usai menjadi narasumber dalam acara dialog kebangsaan dengan tema Intoleransi dan Radikalisme dalam Perspektif Kebudayaan. Acara yang dihadiri puluhan seniman dan budayawan ini berlangsung di NuArt Sculpture Park Bandung, Jawa Barat, Sabtu 14 Desember 2019.
“Dengan suku, bahasa dan budaya kita yang beragam ini seharusnya masalah intoleransi harus sudah selesai. Karena di bangsa ini, ada hal lain yang perlu diurusi seperti berkompetisi dengan negara lain di seluruh dunia. Kalau kita sibuk dengan masalah itu (perbedaan-red) saja dan tidak bisa diselesaikan dengan baik, akan sulit kita untuk berkompetisi,” kata Suhardi dalam siaran pers yang diterima SINDOnews.
Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri ini menyambut baik kegiatan yang diselenggarakan para budayawan untuk menguatkan kembali semangat kebangsaan bangsa. Apalagi para seniman dan budayawan memiliki komunitas yang beragam dan dan kuat di daerahnya.
“Sekarang komunitasnya (seniman dan budayawan-red) ini luar biasa, beragam, dari berbagai macam komunitas juga tadi di sini ada perwakilannya. Ternyata responsnya sangat baik dan tentunya kita berharap banyak yang seperti ini dan tidak boleh berhenti. Karena ini adalah komunitas yang mendukung kita untuk mereduksi itu (intoleransi dan radikalisme),” tutur alumni Akpol tahun 1985 ini.
Dengan banyak dan kuatnya komunitas seniman maupun budayawan yang dimiliki Indonesia ini, dia meminta para perwakilan komunitas budayawan untuk dapat menyebarluaskan dan menyosialisasikan mengenai pentingnya hidup dalam keberagaman yang dimliki bangsa ini demi menjaga persatuan.
“Karena keberagaman yang kita miliki ini harus kita sosialisasikan dan sebarluaskan. Tidak boleh sekali tetapi berkali-kali sehingga masyarakat kita punya resilience dan juga kesadaran untuk membangun bangsanya,” ucap mantan Kepala Divisi Humas Polri ini.
Mantan Kapolda Jawa Barat ini menilai setidaknya terdapat beberapa sektor yang perlu mendapatkan pengawasan dari infiltrasi masuk anya pemahaman radikalisme negatif.
Hal tersebut dikatakannya juga menuntut adanya inovasi dalam melakukan pendekatan penanggulangan radikalisme terorisme itu.
“Sektor budaya, pendidikan dan kemajuan teknologi ini tentunya perlu pengawasan. Kemajuan teknologi yang pesat ini banyak positifnya, tetapi juga ada sisi negatifnya yang dapat melunturkan identitas nasional di kalangan generasi muda, budaya yang kian melemah serta SDM pendidikan yang justru menjadi agen radikalisme. Ini yang kita hadapi,” tutur mantan Kapolda Jawa Barat ini.
Suhardi sangat mengapresiasi dengan digelarnya dialog tersebut yang menghadirkan komunitas para seniman dan budayawan dalam membahas masalah intoleransi dan radikalisme.
“Jadi saya di sini tadi untuk sharing mengenai masalah intoleransi dan radikalisme yang terjadi di Indonesia dan bagaimana cara pengentasannya. Oleh sebab itu saya senang sekali diundang ke sini, karena ini adalah komunitas yang mendukung kita bagaimana mereduksi itu semua,” tuturnya.
Sementara itu, Seniman Pelopor Gerakan Seni Rupa Baru, I Nyoman Nuarta sangat sependapat dengan apa yang dikatakan oleh Kepala BNPT.
Dia menegaskan para seniman dan budayawan pada dasarnya sangat menerima dengan perbedaan dan keberagaman yang dimiliki bangsa ini.
“Saat kegiatan dialog kebangsaan seperti ini, biasanya kami arahkan untuk melihat film yang bisa membangkitkan rasa nasionalisme lagi. Ini agar ingat lagi kepada budaya kita sendiri, kekayaan yang luar biasa. Karena seniman itu bangga dengan perbedaan, karena perbedaan ini yang membuat kita (Indonesia) kaya,” ujar pembuat Patung Garuda Wisnu Kencana yang berdiri megah di Pulau Dewata, Bali itu.
Nyoman sangat menyayangkan apabila perbedaan yang sangat beragam ini justru kemudian mau dihilangkan oeh segilintir kelompok atau golongan. Padahal menurutnya perbedaan inilah yang membuat bangsa kita kaya.
“Sekarang ini ada upaya yang ingin memiskinan kita yang sudah begitu kaya dengan keberagaman budaya dan malah ingin diseragamkan semuanya. Kalau semua dihilangkan seperti itu, terus kita mau ikut pakai budaya apa. Budaya yang tadinya menyenangkan, kenapa sekarang malah mau dihilangkan perbedaan itu,” ucap Nyoman mengakhiri.
Hadir dalam acara tersebut Gubernur Lemhannas Letjen TNI Purn Agus Widjojo, Ketua Pengurus Wilayah (PW) Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) Jawa Barat, Asep Syaripudin, mantan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara tahun 1988-1993, Sarwono Kusumaatmadja.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius usai menjadi narasumber dalam acara dialog kebangsaan dengan tema Intoleransi dan Radikalisme dalam Perspektif Kebudayaan. Acara yang dihadiri puluhan seniman dan budayawan ini berlangsung di NuArt Sculpture Park Bandung, Jawa Barat, Sabtu 14 Desember 2019.
“Dengan suku, bahasa dan budaya kita yang beragam ini seharusnya masalah intoleransi harus sudah selesai. Karena di bangsa ini, ada hal lain yang perlu diurusi seperti berkompetisi dengan negara lain di seluruh dunia. Kalau kita sibuk dengan masalah itu (perbedaan-red) saja dan tidak bisa diselesaikan dengan baik, akan sulit kita untuk berkompetisi,” kata Suhardi dalam siaran pers yang diterima SINDOnews.
Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri ini menyambut baik kegiatan yang diselenggarakan para budayawan untuk menguatkan kembali semangat kebangsaan bangsa. Apalagi para seniman dan budayawan memiliki komunitas yang beragam dan dan kuat di daerahnya.
“Sekarang komunitasnya (seniman dan budayawan-red) ini luar biasa, beragam, dari berbagai macam komunitas juga tadi di sini ada perwakilannya. Ternyata responsnya sangat baik dan tentunya kita berharap banyak yang seperti ini dan tidak boleh berhenti. Karena ini adalah komunitas yang mendukung kita untuk mereduksi itu (intoleransi dan radikalisme),” tutur alumni Akpol tahun 1985 ini.
Dengan banyak dan kuatnya komunitas seniman maupun budayawan yang dimiliki Indonesia ini, dia meminta para perwakilan komunitas budayawan untuk dapat menyebarluaskan dan menyosialisasikan mengenai pentingnya hidup dalam keberagaman yang dimliki bangsa ini demi menjaga persatuan.
“Karena keberagaman yang kita miliki ini harus kita sosialisasikan dan sebarluaskan. Tidak boleh sekali tetapi berkali-kali sehingga masyarakat kita punya resilience dan juga kesadaran untuk membangun bangsanya,” ucap mantan Kepala Divisi Humas Polri ini.
Mantan Kapolda Jawa Barat ini menilai setidaknya terdapat beberapa sektor yang perlu mendapatkan pengawasan dari infiltrasi masuk anya pemahaman radikalisme negatif.
Hal tersebut dikatakannya juga menuntut adanya inovasi dalam melakukan pendekatan penanggulangan radikalisme terorisme itu.
“Sektor budaya, pendidikan dan kemajuan teknologi ini tentunya perlu pengawasan. Kemajuan teknologi yang pesat ini banyak positifnya, tetapi juga ada sisi negatifnya yang dapat melunturkan identitas nasional di kalangan generasi muda, budaya yang kian melemah serta SDM pendidikan yang justru menjadi agen radikalisme. Ini yang kita hadapi,” tutur mantan Kapolda Jawa Barat ini.
Suhardi sangat mengapresiasi dengan digelarnya dialog tersebut yang menghadirkan komunitas para seniman dan budayawan dalam membahas masalah intoleransi dan radikalisme.
“Jadi saya di sini tadi untuk sharing mengenai masalah intoleransi dan radikalisme yang terjadi di Indonesia dan bagaimana cara pengentasannya. Oleh sebab itu saya senang sekali diundang ke sini, karena ini adalah komunitas yang mendukung kita bagaimana mereduksi itu semua,” tuturnya.
Sementara itu, Seniman Pelopor Gerakan Seni Rupa Baru, I Nyoman Nuarta sangat sependapat dengan apa yang dikatakan oleh Kepala BNPT.
Dia menegaskan para seniman dan budayawan pada dasarnya sangat menerima dengan perbedaan dan keberagaman yang dimiliki bangsa ini.
“Saat kegiatan dialog kebangsaan seperti ini, biasanya kami arahkan untuk melihat film yang bisa membangkitkan rasa nasionalisme lagi. Ini agar ingat lagi kepada budaya kita sendiri, kekayaan yang luar biasa. Karena seniman itu bangga dengan perbedaan, karena perbedaan ini yang membuat kita (Indonesia) kaya,” ujar pembuat Patung Garuda Wisnu Kencana yang berdiri megah di Pulau Dewata, Bali itu.
Nyoman sangat menyayangkan apabila perbedaan yang sangat beragam ini justru kemudian mau dihilangkan oeh segilintir kelompok atau golongan. Padahal menurutnya perbedaan inilah yang membuat bangsa kita kaya.
“Sekarang ini ada upaya yang ingin memiskinan kita yang sudah begitu kaya dengan keberagaman budaya dan malah ingin diseragamkan semuanya. Kalau semua dihilangkan seperti itu, terus kita mau ikut pakai budaya apa. Budaya yang tadinya menyenangkan, kenapa sekarang malah mau dihilangkan perbedaan itu,” ucap Nyoman mengakhiri.
Hadir dalam acara tersebut Gubernur Lemhannas Letjen TNI Purn Agus Widjojo, Ketua Pengurus Wilayah (PW) Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) Jawa Barat, Asep Syaripudin, mantan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara tahun 1988-1993, Sarwono Kusumaatmadja.
(dam)