Pencak Silat Diakui Dunia, Kemendikbud Apresiasi Positif
A
A
A
BOGOTA - Satu per satu tradisi asli Indonesia mendapat pengakuan di tingkat dunia. Terakhir, Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan (UNESCO) menetapkan seni bela diri pencak silat masuk dalam warisan dunia.
Pengakuan ini menjadi bukti Indonesia memiliki kekayaan tradisi atau budaya yang kuat hingga level internasional. Sebelum pencak silat, sejumlah tradisi lain yang sudah ditetapkan menjadi warisan dunia adalah batik, angklung, noken Papua, tari saman, kapal pinisi, dan wayang keris.
Secara formal, perjuangan Indonesia untuk mendapatkan pengakuan dari PBB ini dimulai pada 2017. Setelah melalui berbagai tahap penelitian, Komite Antarpemerintah untuk Penyelamatan Warisan Budaya Tak Benda (Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage) UNESCO akhirnya menetapkan pencak silat menjadi warisan budaya dunia pada Kamis (12/12).
Pengumuman penetapan pencak silat disampaikan pada sidang ke-14 Komite Antarpemerintah untuk Penyelamatan Warisan Budaya Tak Benda UNESCO di Bogota, Kolombia yang berlangsung pada mulai 9 Desember hingga hari ini. Selain pencak silat, ada 14 jenis lain yang ditetapkan menjadi warisan dunia. “Pencak Silat merupakan tradisi yang sudah lama yang mengandung sejumlah aspek seperti mental dan spiritual, pertahanan diri, dan estetika,” demikian keterangan UNESCO.
Gerak dan gaya pencak silat juga merefleksikan artistik dan harmonisasi fisik yang bisa dikombinasikan dengan musik. UNESCO menggambarkan sebagai kelompoik seni bela diri, pencak silat, berkembang di banyak wilayah di Indonesia serta memiliki kekhasan sendiri-sendiri. Para pegiat Pencak Silat juga diajarkan untuk menjaga hubungan dengan Tuhan, manusia, dan alam. “Mereka diajari berbagai teknik untuk mempertahankan diri,” demikian keterangan UNESCO.
Pencak silat dikenal di Sumatera Barat dengan sebutan "silat", tetapi di Jawa dikenal dengan nama "pencak". UNESCO juga menyebutkan, pencak silat kini banyak diajarkan sebagai kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dan menjadi bagian pada penyambutan pada upacara yang bersifat seremonial.
Selain pencak silat dari Indonesia, silat dari Malaysia juga masuk dalam kategori warisan budaya versi UNESCO. Menurut UNESCO, silat dari Malaysia merupakan seni bela diri dan pertahanan diri yang berkembang di Kepulauan Malaysia. Silat kini menjadi pelatihan fisik dan spiritual yang diasosiasikan dengan adat, musik, dan baju Malaysia. “Banyak ragam Silat, yang disesuaikan dengan elemen alam, seperti binatang atau tumbuhan di mana wilayah tersebut di mana silat tersebut berkembang,” demikian keterangan UNESCO.
Selain pencak silat, perayaan Arbain di Irak, perayaan pengampunan Celestinian di Italia, budaya kerajinan Ak-kalpak di Kyrgyzstan, teater Kwagh-Hir di Nigeria dan pijat tradisional Thailand yakni Nuad Thai juga masuk dalam daftar warisan dunia tahun ini.
Perlindungan dan Jati Diri
Penetapan pencak silat ini mendapat apresiasi positif Indonesia. Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hilmar Farid mengatakan, tradisi pencak silat masuk ke daftar warisan dunia karena dianggap penting kontribusinya terhadap peradaban manusia.
“Banyak hal yang perlu kita lakukan untuk melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan tradisi ini demi kepentingan pendidikan, penguatan jati diri dan juga untuk memperkuat kehadiran Indonesia di dunia internasional,” ujarnya pada konferensi pers di kantor Kemendikbud, kemarin.
Dia menjelaskan, Malaysia mengusulkan silat sebagai olah raga atau seni bela diri. Sementara tradisi pencak silat diusung Indonesia sebagai kebudayaan yang lebih luas menyangkut seni, filosofi hidup, nilai spiritual, seni beladiri dan juga tradisi yang telah dilestarikan secara turun temurun di Tanah Air.
Pengusulan pencak silat untuk dimasukkan ke dalam representative list UNESCO dimulai oleh komunitas yang terdiri atas Masyarakat Pencak Silat Indonesia (MASPI), perwakilan perguruan dari Sumatera Barat, Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. “Usulan ini didukung Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.” tutur Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) Kemendikbud Arief Rachman.
Dari Kolombia, Deputi Wakil Tetap RI untuk UNESCO Surya Putra Rosa melaporkan bahwa UNESCO menyampaikan apresiasi terhadap maraknya kegiatan berupa festival silat. Kegiatan itu tidak hanya merupakan bentuk pelestarian tapi mendorong persaudaraan lintas wilayah di antara komunitas pencak silat di Indonesia dan di dunia internasional.
Wahdad MY dari Masyarakat Pencak Silat Indonesia menjelaskan, usulan tradisi pencak silat ke UNESCO merupakan perjuangan luar biasa yang dilakukan komunitas pencak silat Indonesia. Untuk melestarikan pencak silat ke depan, maka event tahunan harus selalu digelar. Dia mengungkapkan, pencak silat kini sudah banyak dikenal di luar negeri. Tercatat sudah ada 52 negara yang membuka kursus pencak silat.
Budayawan Bram Kushardjanto juga mengapresiasi ditetapkannya pencak silat sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO. Namun, Bram mengingatkan, persoalan besarnya bukan ada di posisi diakui atau tidaknya pencak silat sebagai warisan dunia. Namun sejauhmana bangsa Indonesia harus benar-benar memahami menempatkan aset budaya ini sudah berstatus warisan budaya dunia.
Ketua Yayasan Negeri Rempah ini mengajak pemerintah bersama seluruh masyarakat dan stakeholder merefleksi apa yang bisa dibanggakan dari pencak silat. “Beranikah kita berkomitmen untuk benar-benar menjaga dan melestarikan aset budaya yang dimiliki?” tanyanya.
Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) juga mengapresiasi pencak silat secara resmi diakui sebagai warisan budaya tak benda milik Indonesia. Menpora Zainudin Amali berharap pengakuan ini tidak hanya menambah kepercayaan dunia pada eksistensi pencak silat sebagai warisan budaya milik Indonesia. “Tetapi juga menambah keyakinan Indonesia untuk dapat diakui General Assembly IOC (International Olympic Committee) sebagai salah satu cabor Olimpiade," harapnya.
Anggota Komisi X DPR Putra Nababan berharap, pengakuan ini harus ditindaklanjuti dengan upaya konkret seperti pelestarian tradisi. “Alokasi dari UNESCO seperti itu bagus tapi, dari sisi kitanya bagaimana? Mem-follow up dan menindaklanjuti. Jangan sekadar penghargaan,” katanya. (Andika H Mustaqim/Neneng Zubaidah/Raikhulamar/Kiswondari/Hendri Irawan)
Pengakuan ini menjadi bukti Indonesia memiliki kekayaan tradisi atau budaya yang kuat hingga level internasional. Sebelum pencak silat, sejumlah tradisi lain yang sudah ditetapkan menjadi warisan dunia adalah batik, angklung, noken Papua, tari saman, kapal pinisi, dan wayang keris.
Secara formal, perjuangan Indonesia untuk mendapatkan pengakuan dari PBB ini dimulai pada 2017. Setelah melalui berbagai tahap penelitian, Komite Antarpemerintah untuk Penyelamatan Warisan Budaya Tak Benda (Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage) UNESCO akhirnya menetapkan pencak silat menjadi warisan budaya dunia pada Kamis (12/12).
Pengumuman penetapan pencak silat disampaikan pada sidang ke-14 Komite Antarpemerintah untuk Penyelamatan Warisan Budaya Tak Benda UNESCO di Bogota, Kolombia yang berlangsung pada mulai 9 Desember hingga hari ini. Selain pencak silat, ada 14 jenis lain yang ditetapkan menjadi warisan dunia. “Pencak Silat merupakan tradisi yang sudah lama yang mengandung sejumlah aspek seperti mental dan spiritual, pertahanan diri, dan estetika,” demikian keterangan UNESCO.
Gerak dan gaya pencak silat juga merefleksikan artistik dan harmonisasi fisik yang bisa dikombinasikan dengan musik. UNESCO menggambarkan sebagai kelompoik seni bela diri, pencak silat, berkembang di banyak wilayah di Indonesia serta memiliki kekhasan sendiri-sendiri. Para pegiat Pencak Silat juga diajarkan untuk menjaga hubungan dengan Tuhan, manusia, dan alam. “Mereka diajari berbagai teknik untuk mempertahankan diri,” demikian keterangan UNESCO.
Pencak silat dikenal di Sumatera Barat dengan sebutan "silat", tetapi di Jawa dikenal dengan nama "pencak". UNESCO juga menyebutkan, pencak silat kini banyak diajarkan sebagai kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dan menjadi bagian pada penyambutan pada upacara yang bersifat seremonial.
Selain pencak silat dari Indonesia, silat dari Malaysia juga masuk dalam kategori warisan budaya versi UNESCO. Menurut UNESCO, silat dari Malaysia merupakan seni bela diri dan pertahanan diri yang berkembang di Kepulauan Malaysia. Silat kini menjadi pelatihan fisik dan spiritual yang diasosiasikan dengan adat, musik, dan baju Malaysia. “Banyak ragam Silat, yang disesuaikan dengan elemen alam, seperti binatang atau tumbuhan di mana wilayah tersebut di mana silat tersebut berkembang,” demikian keterangan UNESCO.
Selain pencak silat, perayaan Arbain di Irak, perayaan pengampunan Celestinian di Italia, budaya kerajinan Ak-kalpak di Kyrgyzstan, teater Kwagh-Hir di Nigeria dan pijat tradisional Thailand yakni Nuad Thai juga masuk dalam daftar warisan dunia tahun ini.
Perlindungan dan Jati Diri
Penetapan pencak silat ini mendapat apresiasi positif Indonesia. Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hilmar Farid mengatakan, tradisi pencak silat masuk ke daftar warisan dunia karena dianggap penting kontribusinya terhadap peradaban manusia.
“Banyak hal yang perlu kita lakukan untuk melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan tradisi ini demi kepentingan pendidikan, penguatan jati diri dan juga untuk memperkuat kehadiran Indonesia di dunia internasional,” ujarnya pada konferensi pers di kantor Kemendikbud, kemarin.
Dia menjelaskan, Malaysia mengusulkan silat sebagai olah raga atau seni bela diri. Sementara tradisi pencak silat diusung Indonesia sebagai kebudayaan yang lebih luas menyangkut seni, filosofi hidup, nilai spiritual, seni beladiri dan juga tradisi yang telah dilestarikan secara turun temurun di Tanah Air.
Pengusulan pencak silat untuk dimasukkan ke dalam representative list UNESCO dimulai oleh komunitas yang terdiri atas Masyarakat Pencak Silat Indonesia (MASPI), perwakilan perguruan dari Sumatera Barat, Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. “Usulan ini didukung Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.” tutur Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) Kemendikbud Arief Rachman.
Dari Kolombia, Deputi Wakil Tetap RI untuk UNESCO Surya Putra Rosa melaporkan bahwa UNESCO menyampaikan apresiasi terhadap maraknya kegiatan berupa festival silat. Kegiatan itu tidak hanya merupakan bentuk pelestarian tapi mendorong persaudaraan lintas wilayah di antara komunitas pencak silat di Indonesia dan di dunia internasional.
Wahdad MY dari Masyarakat Pencak Silat Indonesia menjelaskan, usulan tradisi pencak silat ke UNESCO merupakan perjuangan luar biasa yang dilakukan komunitas pencak silat Indonesia. Untuk melestarikan pencak silat ke depan, maka event tahunan harus selalu digelar. Dia mengungkapkan, pencak silat kini sudah banyak dikenal di luar negeri. Tercatat sudah ada 52 negara yang membuka kursus pencak silat.
Budayawan Bram Kushardjanto juga mengapresiasi ditetapkannya pencak silat sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO. Namun, Bram mengingatkan, persoalan besarnya bukan ada di posisi diakui atau tidaknya pencak silat sebagai warisan dunia. Namun sejauhmana bangsa Indonesia harus benar-benar memahami menempatkan aset budaya ini sudah berstatus warisan budaya dunia.
Ketua Yayasan Negeri Rempah ini mengajak pemerintah bersama seluruh masyarakat dan stakeholder merefleksi apa yang bisa dibanggakan dari pencak silat. “Beranikah kita berkomitmen untuk benar-benar menjaga dan melestarikan aset budaya yang dimiliki?” tanyanya.
Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) juga mengapresiasi pencak silat secara resmi diakui sebagai warisan budaya tak benda milik Indonesia. Menpora Zainudin Amali berharap pengakuan ini tidak hanya menambah kepercayaan dunia pada eksistensi pencak silat sebagai warisan budaya milik Indonesia. “Tetapi juga menambah keyakinan Indonesia untuk dapat diakui General Assembly IOC (International Olympic Committee) sebagai salah satu cabor Olimpiade," harapnya.
Anggota Komisi X DPR Putra Nababan berharap, pengakuan ini harus ditindaklanjuti dengan upaya konkret seperti pelestarian tradisi. “Alokasi dari UNESCO seperti itu bagus tapi, dari sisi kitanya bagaimana? Mem-follow up dan menindaklanjuti. Jangan sekadar penghargaan,” katanya. (Andika H Mustaqim/Neneng Zubaidah/Raikhulamar/Kiswondari/Hendri Irawan)
(nfl)