Kasus Korupsi Alkes, Dirut PT CPC Divonis 1 Tahun 4 Bulan Penjara
A
A
A
JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis Direktur Utama PT Cahaya Prima Cemerlang (CPC) Freddy Lumban Tobing dengan pidana penjara selama 1 tahun 4 bulan.
Majelis hakim yang dipimpin Ni Made Sudani menilai, Freddy Lumban Tobing terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi terkait pengaturan dalam proses pengadaan Reagen dan Konsumable Penanganan Virus Flu Burung dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) APBN Perubahan Tahun Anggaran 2007 pada Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan (kini Kementerian Kesehatan).
Perbuatan Freddy bertujuan agar PT Kimia Farma Trading Distribution (KFTD) yang sebelumnya telah sepakat menyerahkan pelaksanaan pekerjaan kepada PT CPC untuk ditetapkan menjadi penyedia barang dan jasa.
Perbuatan tersebut telah memperkaya Freddy melalui PT CPC sebesar Rp10.861.961.060 dan memperkaya PT KFTD sejumlah Rp1.469.509.849. Akibatnya negara mengalami kerugian sebesar Rp12.331.470.909.
Majelis memastikan, perbuatan Freddy terbukti dilakukan secara bersama-sama dengan tiga pihak dan berlanjut dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada kepadanya.
Pertama, terpidana Ratna Dewi Umar selaku Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar pada Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik sekaligus selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Kedua, Siti Fadillah Supari (terpidana) selaku Menteri Kesehatan. Ketiga, Tatat Rahmita Utami selaku Direktur Trading PT Kimia Farma Trading Distribution (KFTD).
"Mengadili, memutuskan menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Freddy Lumban Tobing dengan pidana penjara selama satu tahun empat bulan dan pidana denda sebesar Rp50 juta subsider pidana kurungan selama dua bulan," tegas hakim Ni Made Sudani saat membacakan amar putusan atas nama Freddy, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/12/2019).
Majelis hakim memastikan Freddy terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP. Karena Freddy dikenakan Pasal 18, tutur hakim Sudani, maka majelis memutuskan menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti atas keuntungan yang diperolehnya.
Hakim Sudani mengungkapkan, sebelumnya Freddy telah mengembalikan uang sebesar Rp9.774.447.135 ke negara dengan menitipkannya melalui KPK. Karenanya uang pengganti yang harus dibayarkan Freddy sejumlah Rp1,18 miliar.
Apabila dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda Freddy disita untuk dilelang. Jika harta yang disita itu tidak mencukupi maka Freddy dipidana selama 3 bulan.
"Memutuskan barang bukti berupa uang Rp9.774.447.135 yang telah dikembalikan terdakwa dirampas untuk negara," ucap Hakim Sudani.
Atas putusan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK yang dipimpin Ronald Ferdinand Worotikan mengatakan pihaknya akan pikir-pikir selama tujuh hari apakah akan menerima atau mengajukan banding. Sedangkan Freddy Lumban Tobing langsung menyatakan menerima putusan.
"Saya menerima Yang Mulia," kata Freddy.
Majelis hakim yang dipimpin Ni Made Sudani menilai, Freddy Lumban Tobing terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi terkait pengaturan dalam proses pengadaan Reagen dan Konsumable Penanganan Virus Flu Burung dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) APBN Perubahan Tahun Anggaran 2007 pada Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan (kini Kementerian Kesehatan).
Perbuatan Freddy bertujuan agar PT Kimia Farma Trading Distribution (KFTD) yang sebelumnya telah sepakat menyerahkan pelaksanaan pekerjaan kepada PT CPC untuk ditetapkan menjadi penyedia barang dan jasa.
Perbuatan tersebut telah memperkaya Freddy melalui PT CPC sebesar Rp10.861.961.060 dan memperkaya PT KFTD sejumlah Rp1.469.509.849. Akibatnya negara mengalami kerugian sebesar Rp12.331.470.909.
Majelis memastikan, perbuatan Freddy terbukti dilakukan secara bersama-sama dengan tiga pihak dan berlanjut dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada kepadanya.
Pertama, terpidana Ratna Dewi Umar selaku Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar pada Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik sekaligus selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Kedua, Siti Fadillah Supari (terpidana) selaku Menteri Kesehatan. Ketiga, Tatat Rahmita Utami selaku Direktur Trading PT Kimia Farma Trading Distribution (KFTD).
"Mengadili, memutuskan menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Freddy Lumban Tobing dengan pidana penjara selama satu tahun empat bulan dan pidana denda sebesar Rp50 juta subsider pidana kurungan selama dua bulan," tegas hakim Ni Made Sudani saat membacakan amar putusan atas nama Freddy, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/12/2019).
Majelis hakim memastikan Freddy terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP. Karena Freddy dikenakan Pasal 18, tutur hakim Sudani, maka majelis memutuskan menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti atas keuntungan yang diperolehnya.
Hakim Sudani mengungkapkan, sebelumnya Freddy telah mengembalikan uang sebesar Rp9.774.447.135 ke negara dengan menitipkannya melalui KPK. Karenanya uang pengganti yang harus dibayarkan Freddy sejumlah Rp1,18 miliar.
Apabila dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda Freddy disita untuk dilelang. Jika harta yang disita itu tidak mencukupi maka Freddy dipidana selama 3 bulan.
"Memutuskan barang bukti berupa uang Rp9.774.447.135 yang telah dikembalikan terdakwa dirampas untuk negara," ucap Hakim Sudani.
Atas putusan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK yang dipimpin Ronald Ferdinand Worotikan mengatakan pihaknya akan pikir-pikir selama tujuh hari apakah akan menerima atau mengajukan banding. Sedangkan Freddy Lumban Tobing langsung menyatakan menerima putusan.
"Saya menerima Yang Mulia," kata Freddy.
(dam)