Ribuan BUMDes Tak Produktif, DPR Minta Pendamping Desa Dioptimalkan
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluhkan adanya ribuan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang tidak produktif. Banyak BUMDes yang sudah tidak lagi beroperasi, ada pula yang masih beroperasi namun belum memberikan kontribusi pada pendapatan desa. Padahal, alokasi dana desa yang dikucurkan pemerintah selama lima tahun terakhir mencapai Rp329,8 triliun. Tahun depan, dana desa mengalami peningkatan menjadi Rp72 triliun dari sebelumnya Rp70 triliun pada 2019.
Anggota Komisi V DPR RI Syafiuddin mengatakan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi harus mendorong penuh optimalisasi BUMDes agar tujuan meningkatkan kesejahteraan desa bisa tercapai. Di sisi lain, pihak desa yang diberikan wewenang untuk mengelola operasional BUMDes juga harus lebih berinovasi dan tidak bersikap pasif sehingga usaha yang dilakukan melalui BUMDes bisa lebih optimal.
”Ini masalahnya kan terkait dengan SDM (sumber daya manusia). Banyak SDM di desa yang belum begitu optimal. Karena itu, menurut saya, pihak Kementerian Desa harus membuat pelatihan. Kami mengusulkan bagaimana pendamping desa dimaksimalkan baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya,” tuturnya, Kamis (12/12/2019).
Saat ini, dari total 74.957 desa se-Indonesia, jumlah tenaga pendamping desa baru sekitar 39.000 secara nasional. Artinya, tidak setiap desa memiliki tenaga pendamping desa. ”Keberadaan mereka kalau sesuai kebutuhan tidak merata. Tidak setiap desa ada pendamping. Padahal desa perlu ada tenaga pendamping untuk memberikan pemahaman agar BUMDes bisa jalan,” urainya.
Karena itu, pihaknya mengusulkan ada penambahan tenaga pendamping desa sehingga bisa lebih mengoptimalkan peran desa dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat. ”BUMDes adalah sebuah usaya yang diperuntukkan agar bagaimana pendapatan desa meningkat, begitu pula ekonomi masyarakatnya. Karena itu, desa harus lebih punya peran aktif, inovatif dan tidak menunggu bola. Jangan hanya berpedoman instruksi kepala desa saja. Tapi inovasi ini kan kalau SDM di bawah rata-rata gak mungkin,” urainya.
Padahal, BUMDes harus mengelola potensi desa yang ada. Karena itu, pihaknya meminta agar Kementerian Desa bisa memberikan pelatihan dalam optimalisasi BUMDes. ”Kita tahu di setiap desa ada dana desa sekitar Rp1 miliar. Ini bisa dimanfaatkan untuk mendorong BUMDes lebih produktif,” papar anggota DPR dari Dapil Jawa Timur XI (Pulau Madura) ini.
Sebelumnya, Jokowi mengaku mendapatkan laporan bahwa ada 2.188 BUMDes yang tidak lagi beroperasi. Selain itu, ada 1.670 BUMDes yang beroperasi tapi belum memberikan kontribusi pada pendapatan desa. ”Ini tolong menjadi catatan,” katanya saat membuka rapat terbatas di Kantor Presiden, Rabu (11/12/2019).
Jokowi menuturkan dengan anggaran yang terus meningkat, dirinya berharap agar penyalurannya betul-betul efektif dan memiliki dampak yang signifikan kepada desa, terutama dalam percepatan pengembangan ekonomi produktif, menggerakkan industri perdesaan, serta mengurangi angka kemiskinan di desa.
Jokowi ingin agar BUMDes diperluas skalanya dan diintegrasikan dengan rantai pasok nasional. Selain itu perlu dilakukan kemitraan dengan sektor-sektor swasta besar. ”Mulai dibuka channel distribusi sehingga produk unggulan di desa bisa masuk ke marketplace, baik marketplace nasional maupun global marketplace,” tuturnya.
Anggota Komisi V DPR RI Syafiuddin mengatakan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi harus mendorong penuh optimalisasi BUMDes agar tujuan meningkatkan kesejahteraan desa bisa tercapai. Di sisi lain, pihak desa yang diberikan wewenang untuk mengelola operasional BUMDes juga harus lebih berinovasi dan tidak bersikap pasif sehingga usaha yang dilakukan melalui BUMDes bisa lebih optimal.
”Ini masalahnya kan terkait dengan SDM (sumber daya manusia). Banyak SDM di desa yang belum begitu optimal. Karena itu, menurut saya, pihak Kementerian Desa harus membuat pelatihan. Kami mengusulkan bagaimana pendamping desa dimaksimalkan baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya,” tuturnya, Kamis (12/12/2019).
Saat ini, dari total 74.957 desa se-Indonesia, jumlah tenaga pendamping desa baru sekitar 39.000 secara nasional. Artinya, tidak setiap desa memiliki tenaga pendamping desa. ”Keberadaan mereka kalau sesuai kebutuhan tidak merata. Tidak setiap desa ada pendamping. Padahal desa perlu ada tenaga pendamping untuk memberikan pemahaman agar BUMDes bisa jalan,” urainya.
Karena itu, pihaknya mengusulkan ada penambahan tenaga pendamping desa sehingga bisa lebih mengoptimalkan peran desa dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat. ”BUMDes adalah sebuah usaya yang diperuntukkan agar bagaimana pendapatan desa meningkat, begitu pula ekonomi masyarakatnya. Karena itu, desa harus lebih punya peran aktif, inovatif dan tidak menunggu bola. Jangan hanya berpedoman instruksi kepala desa saja. Tapi inovasi ini kan kalau SDM di bawah rata-rata gak mungkin,” urainya.
Padahal, BUMDes harus mengelola potensi desa yang ada. Karena itu, pihaknya meminta agar Kementerian Desa bisa memberikan pelatihan dalam optimalisasi BUMDes. ”Kita tahu di setiap desa ada dana desa sekitar Rp1 miliar. Ini bisa dimanfaatkan untuk mendorong BUMDes lebih produktif,” papar anggota DPR dari Dapil Jawa Timur XI (Pulau Madura) ini.
Sebelumnya, Jokowi mengaku mendapatkan laporan bahwa ada 2.188 BUMDes yang tidak lagi beroperasi. Selain itu, ada 1.670 BUMDes yang beroperasi tapi belum memberikan kontribusi pada pendapatan desa. ”Ini tolong menjadi catatan,” katanya saat membuka rapat terbatas di Kantor Presiden, Rabu (11/12/2019).
Jokowi menuturkan dengan anggaran yang terus meningkat, dirinya berharap agar penyalurannya betul-betul efektif dan memiliki dampak yang signifikan kepada desa, terutama dalam percepatan pengembangan ekonomi produktif, menggerakkan industri perdesaan, serta mengurangi angka kemiskinan di desa.
Jokowi ingin agar BUMDes diperluas skalanya dan diintegrasikan dengan rantai pasok nasional. Selain itu perlu dilakukan kemitraan dengan sektor-sektor swasta besar. ”Mulai dibuka channel distribusi sehingga produk unggulan di desa bisa masuk ke marketplace, baik marketplace nasional maupun global marketplace,” tuturnya.
(pur)