Tiga Menteri Bermain Drama, Seru dan Ada Pesan Moralnya

Selasa, 10 Desember 2019 - 05:55 WIB
Tiga Menteri Bermain...
Tiga Menteri Bermain Drama, Seru dan Ada Pesan Moralnya
A A A
JAKARTA - "Jangan mentang-mentang anak bos malah manfaatin fasilitas, relasi. Namanya nepotisme. Entar kalau elu udah gede, terus jadi dirut, malah nitip barang-barang lu. Tukang bakso aja ngerti yang beginian." Pesan Erick ‘Tukang Bakso’ ini membuat penonton terkekeh. Mendapat wanti-wanti dari si tukang bakso, Bedu pun mangut-mangut.

Wishnutama yang duduk di samping Bedu dan sama-sama berseragam SMA juga turut menimpali. “Nahh,” ujar Wishnutama. Beberapa saat kemudian, bel sekolah berbunyi yang menandakan jam pelajaran akan segera dimulai. Bedu, Wishnutama, dan dua temannya, Nadiem dan Sogi Indra Dhuaja, pun beranjak dari kantin penjual bakso tersebut. Bunyi bel ini juga menandai berakhirnya drama yang mereka perankan di SMK Negeri 57, Pasar Minggu, Jakarta, kemarin.

Drama singkat di SMK Negeri 57 kemarin sangat spesial. Para pemain bukan sembarang orang. Pemeran Erick ‘tukang bakso’ adalah Menteri BUMN Erick Thohir. Dua menteri Kabinet Indonesia Maju lain juga turut bermain dalam drama yang digelar untuk memperingati Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia), yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama. Drama menjadi lebih hidup dengan kehadiran dua komedian yakni Bedu dan Sogi.

Yang lebih istimewa, drama bertema #PrestasiTanpaKorupsi juga disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Presiden dan para penonton pun beberapa kali dibuat terpingkal-pingkal saat tiga menteri muda serta anyar ini beraksi di sebuah kantin dadakan tersebut.

Apalagi kala Bedu berakting menjadi anak orang kaya yang berupaya meremehkan kawan-kawannya. “Lu gak tahu. Gua anak orang kaya ini. Lu kan yang sekolah sering naik ojek kan lu?” ujar Bedu kepada Nadiem, siswa kelas 1 SMA. Mendapat sindiran dari Bedu ini, Nadiem yang juga mantan bos Go-Jek ini, tidak mampu menahan tawa.

Drama singkat ini dimulai dengan Nadiem dan Sogi yang berdialog mengenai uang kas untuk belanja bakso. Nadiem mengingatkan Sogi agar jangan sampai memakai uang yang jadi amanah itu untuk kepentingan yang bukan semestinya. Lantas, Nadiem, Sogi, dan Wishnutama pun memesan bakso kepada Erick Thohir. "Bang Thohir, pesan bakso pakai akhlak," ujar Wishnutama disambut tepuk tangan riuh dari penonton.

Adegan pun berlanjut kala Bedu datang dan menceritakan keinginan berkuliah. "Elu udah tahu mau kuliah di mana? Lu enggak tahu bapak gue siapa. Bapak gue pejabat. ‘Pak, Bedu mau kuliah nih kasih kampus paling favorit di Indonesia’. Pakai koneksi bapak gue, selesai," kata Bedu ke Wishnutama. Tapi Wishnutama merespons dingin ucapan Bedu. "Yaelah bro hari gini masih ada elu pakai nepotisme. Koneksi-koneksian kagak zaman bro," timpal Wishnutama, yang memerankan siswa SMA kelas XII.

Dari Hal Kecil

Jokowi tampak terhibur dengan aksi unik tiga menterinya dalam memperingati Hakordia ini. Jokowi mengatakan bahwa pesan penting yang bisa ditangkap dari drama tersebut adalah korupsi tetap tidak boleh dilakukan meski tidak besar. “Sekecil apa pun itu tetap korupsi. Tidak gede, tidak kecil, tidak boleh! Yang kedua yang namanya KKN, korupsi, kolusi, nepotisme tidak boleh,” ujarnya.

Presiden juga berharap pendidikan antikorupsi ini benar-benar dipahami sejak dini. “Anak-anak harus tahu mengenai ini. Karena korupsilah yang banyak menghancurkan kehidupan kita, kehidupan negara kita, kehidupan rakyat kita,” ujar Jokowi.

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Jokowi kali ini juga tidak menghadiri undangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagai gantinya, Jokowi mengutus Wakil Presiden (Wapres) KH Ma’ruf Amin untuk menggantikannya. "Setiap tahun saya hadir. Hanya ini kan Pak Ma'ruf belum pernah ke sana. Ya bagi-bagi lah," katanya.

Ketika ditanya wartawan soal kemungkinan penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu), Jokowi mengatakan ingin melihat pelaksanaan UU KPK yang baru terlebih dulu untuk kemudian dievaluasi. “Sampai detik ini kita masih melihat, mempertimbangkan (perppu). Tapi kan UU-nya belum berjalan, kalau nanti sudah komplet, sudah ada dewan pengawas, sudah ada pimpinan KPK yang baru, nanti kita evaluasi lah,” katanya.

Menurut Jokowi, seluruh program pemberantasan korupsi yang sudah berjalan selama 20 tahun tersebut perlu dievaluasi. Dia menilai penindakan memang perlu dilakukan, tapi pembangunan sistem juga tak kalah penting. Selain pembangunan sistem, Jokowi juga menyoroti proses rekrutmen politik jangan sampai membutuhkan biaya besar.

Pasalnya, jika di rekrutmen sudah membutuhkan dana besar maka saat menjadi pejabat hanya akan berpikir mengembalikan biaya tersebut. Menurutnya, untuk politik berbiaya rendah harus dibicarakan dengan partai-partai politik.

Jokowi juga menilai bahwa pemberantasan korupsi haruslah fokus. “Evaluasi-evaluasi seperti inilah yang harus kita mulai koreksi, evaluasi, sehingga betul setiap tindakan itu ada hasilnya yang konkret bisa diukur,” ujar Jokowi, yang juga berencana segera bertemu dengan KPK untuk menyampaikan beberapa gagasannya.

Di KPK, Wapres KH Ma'ruf Amin memberikan arahan agar aksi pencegahan korupsi diprioritaskan pada sektor perizinan dan sektor pelayanan publik yang berkaitan langsung dengan masyarakat. Contohnya, pelayanan administrasi pertanahan, pelayanan kesehatan, dan pelayanan pendidikan.

Dia menambahkan, pemerintah mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi untuk menutup peluang korupsi. Kebijakan yang diterapkan antara lain melalui pengembangan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik, yang mencakup e-planning, e- procurement, e-budgeting, dan e-government. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya menerapkan pertahanan tiga lapis dalam rangka pencegahan korupsi di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Pertahanan pertama adalah pemahaman tentang nilai-nilai Kemenkeu, di mana panutannya atasan langsung atau aparatur sipil negara itu sendiri. Pertahanan lapis kedua adalah sistem kepatuhan internal di tiap unit kerja. Kemudian, Inspektorat Jenderal sebagai aparat pengawas internal pemerintah menjalankan peran sebagai pertahanan lapis ketiga.

Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (Cespels) Ubedilah Badrun menilai, selama 20 tahun usia reformasi, praktik KKN tidak hilang. Belum lagi praktik oligarki politik yang menghantui proses demokrasi yang berkembang saat ini. "Harapan terhadap pemberantasan korupsi semakin menipis," ujarnya pada diskusi peringatan hari antikorupsi di Balai Pustaka, Jakarta Timur, kemarin.
(dam,afs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8603 seconds (0.1#10.140)