Netizen Diingatkan Jangan Gunakan Medsos untuk Bela Koruptor
A
A
A
JAKARTA - Hari ini 9 Desember diperingati sebagai Hari Antikorupsi Sedunia. Komunikonten, lembaga pemerhati media sosial (medsos) mengajak masyarakat untuk menggunakan medsos untuk membantu mencegah korupsi.
Pengamat media sosial dari Komunikonten, Hariqo Wibawa Satria mengatakan, Tuhan menciptakan manusia untuk berbuat baik. Penggunaan medsos untuk mencegah korupsi sesuai dengan tujuan penciptaan manusia, sedangkan penggunaan medsos untuk membela koruptor bertentangan dengan tujuan penciptaan manusia.
"Nilai-nilai ini harus dikuatkan agar kita tidak tergoda membela koruptor lewat medsos meskipun dengan iming-iming harta, jabatan dan godaan lainnya," tutur pengamat dari media sosial dari Komunikonten, Hariqo Wibawa Satria di Jakarta, Senin (9/12/2019). (Baca Juga: Selamatkan Rp63,9 Triliun, Kinerja KPK Dipuji Ma'ruf Amin)
Mengenai kampanye antikorupsi, Hariqo berpendapat, indikator suksesnya dilihat dari jumlah konten antikorupsi yang diproduksi oleh masyarakat dengan sukarela, bukan oleh jumlah konten yang diproduksi oleh KPK, kepolisian, kementerian, lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya.
“Paradigma kampanye antikorupsi harus kita geser perlahan, dari membuat konten untuk dikonsumsi masyarakat, menjadi membuat konten bersama masyarakat. Partisipasi adalah kunci kampanye apa pun, kemudian penanaman nilai-nilai kebaikan dan apresiasi diperlukan guna menjaga tingkat partisipasi. Pemimpin tidak hanya di evaluasi setelah bekerja, tetapi juga diawasi sejak pencalonan, perencanaan,” tutur penulis buku Seni Mengelola Tim Media Sosial ini.
Untuk pencegahan korupsi, kata Hariqo, Komunikonten telah mendata dan menyebarkan akun media sosial anggota Kabinet Indonesia Maju 2019-2024, 34 gubernur dan 15 tips pengelolaan media sosial untuk pejabat negara, tujuannya meningkatkan gotong royong dalam pencegahan korupsi.
“Saya meyakini semakin ketat dan melotot pengawasan warga lewat internet dan media sosial, semakin berkurang korupsi. Sejak KPK didirikan, 121 kepala daerah terjerat korupsi, bahkan 10 Menteri dan 20 Gubernur sudah dipenjara. Kita wajib terus membangun kesadaran, bahwa mereka adalah pejabat dari sebuah negara yang demokratis, bukan para raja dari sebuah kerajaan,” tuturnya.
Pengamat media sosial dari Komunikonten, Hariqo Wibawa Satria mengatakan, Tuhan menciptakan manusia untuk berbuat baik. Penggunaan medsos untuk mencegah korupsi sesuai dengan tujuan penciptaan manusia, sedangkan penggunaan medsos untuk membela koruptor bertentangan dengan tujuan penciptaan manusia.
"Nilai-nilai ini harus dikuatkan agar kita tidak tergoda membela koruptor lewat medsos meskipun dengan iming-iming harta, jabatan dan godaan lainnya," tutur pengamat dari media sosial dari Komunikonten, Hariqo Wibawa Satria di Jakarta, Senin (9/12/2019). (Baca Juga: Selamatkan Rp63,9 Triliun, Kinerja KPK Dipuji Ma'ruf Amin)
Mengenai kampanye antikorupsi, Hariqo berpendapat, indikator suksesnya dilihat dari jumlah konten antikorupsi yang diproduksi oleh masyarakat dengan sukarela, bukan oleh jumlah konten yang diproduksi oleh KPK, kepolisian, kementerian, lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya.
“Paradigma kampanye antikorupsi harus kita geser perlahan, dari membuat konten untuk dikonsumsi masyarakat, menjadi membuat konten bersama masyarakat. Partisipasi adalah kunci kampanye apa pun, kemudian penanaman nilai-nilai kebaikan dan apresiasi diperlukan guna menjaga tingkat partisipasi. Pemimpin tidak hanya di evaluasi setelah bekerja, tetapi juga diawasi sejak pencalonan, perencanaan,” tutur penulis buku Seni Mengelola Tim Media Sosial ini.
Untuk pencegahan korupsi, kata Hariqo, Komunikonten telah mendata dan menyebarkan akun media sosial anggota Kabinet Indonesia Maju 2019-2024, 34 gubernur dan 15 tips pengelolaan media sosial untuk pejabat negara, tujuannya meningkatkan gotong royong dalam pencegahan korupsi.
“Saya meyakini semakin ketat dan melotot pengawasan warga lewat internet dan media sosial, semakin berkurang korupsi. Sejak KPK didirikan, 121 kepala daerah terjerat korupsi, bahkan 10 Menteri dan 20 Gubernur sudah dipenjara. Kita wajib terus membangun kesadaran, bahwa mereka adalah pejabat dari sebuah negara yang demokratis, bukan para raja dari sebuah kerajaan,” tuturnya.
(dam)