Tolak Menkes Ambil Alih Izin Edar Obat, Berikut 6 Tuntutan FIB
A
A
A
JAKARTA - Rencana Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Terawan Agus Putranto untuk memindahkan wewenang Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait Izin Edar Obat dipindahkan ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ditolak oleh organisasi Farmasis Indonesia Bersatu (FIB).
Ketua umum Farmasis Indonesia Bersatu, Fidi Setyawan menegaskan, kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan UUD 1945.
Menurutnya, pembangunan kesehatan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional merupakan upaya seluruh potensi Bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah.
"Termasuk dalam pembangunan kesehatan antara lain bidang Kefarmasian, yang menjamin sediaan farmasi, alat kesehatan yang aman, bermutu, dan bermanfaat, harus tersedia secara merata serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Termasuk makanan dan minuman yang aman, bermutu serta dengan pengawasan yang baik," kata Fidi usai audiensi dengan Kepala Badan POM, Penny K Lukito di kantor Badan POM, Jakarta, Kamis 28 November 2019.
Oleh karena itu, FIB sebagai salah satu organisasi yang menjadi wadah komunikasi dan pergerakan Apoteker di Indonesia, menyatakan enam sikap.
Pertama, FIB mendesak Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto untuk membatalkan rencana menarik kewenangan mengeluarkan izin edar obat dan obat tradisional dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Kedua, mendorong Badan POM melakukan percepatan perizinan sehingga membuat Iklim Investasi Kondusif," tegasnya.
Ketiga, mendorong Badan POM melakukan Desentralisasi perizinan kepada Balai POM Daerah untuk produk-produk UKM dan Jamu Tradisional sehingga bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara adil dan merata.
Keempat, mendorong Badan POM meningkatkan penerimaan pegawai berkualifikasi Apoteker dengan tujuan untuk meningkatkan Penyuluh Produk Farmasi Kreatif di Masyarakat sehingga bisa meningkatkan derajat ekonomi Masyarakat.
Kelima, mendorong Badan POM meningkatkan komunikasi dengan Organisasi-organisasi Apoteker dalam hal penyusunan regulasi ke depannya. "Keenam, mendorong Badan POM menjamin Peredaran dan Distribusi Obat hanya dari Sarana Kefarmasian dan bersikap setara didalam penindakan di semua Sarana terkait obat," tukasnya.
Sementara itu, Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mendesak agar wacana Menkes akan mengambil alih kewenangan Badan POM terkait izin edar obat dihentikan, dibatalkan. Dan pengawasan baik pra pasar dan paska pasar di bawah kendali satu pintu/satu atap, yakni Badan POM.
"YLKI meminta Presiden Jokowi konsisten dengan kebijakan awal untuk memperkuat institusi Badan POM, untuk melakukan pengawasan sampai ke level kabupaten/kota, bahkan kecamatan," pungkasnya.
Ketua umum Farmasis Indonesia Bersatu, Fidi Setyawan menegaskan, kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan UUD 1945.
Menurutnya, pembangunan kesehatan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional merupakan upaya seluruh potensi Bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah.
"Termasuk dalam pembangunan kesehatan antara lain bidang Kefarmasian, yang menjamin sediaan farmasi, alat kesehatan yang aman, bermutu, dan bermanfaat, harus tersedia secara merata serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Termasuk makanan dan minuman yang aman, bermutu serta dengan pengawasan yang baik," kata Fidi usai audiensi dengan Kepala Badan POM, Penny K Lukito di kantor Badan POM, Jakarta, Kamis 28 November 2019.
Oleh karena itu, FIB sebagai salah satu organisasi yang menjadi wadah komunikasi dan pergerakan Apoteker di Indonesia, menyatakan enam sikap.
Pertama, FIB mendesak Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto untuk membatalkan rencana menarik kewenangan mengeluarkan izin edar obat dan obat tradisional dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Kedua, mendorong Badan POM melakukan percepatan perizinan sehingga membuat Iklim Investasi Kondusif," tegasnya.
Ketiga, mendorong Badan POM melakukan Desentralisasi perizinan kepada Balai POM Daerah untuk produk-produk UKM dan Jamu Tradisional sehingga bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara adil dan merata.
Keempat, mendorong Badan POM meningkatkan penerimaan pegawai berkualifikasi Apoteker dengan tujuan untuk meningkatkan Penyuluh Produk Farmasi Kreatif di Masyarakat sehingga bisa meningkatkan derajat ekonomi Masyarakat.
Kelima, mendorong Badan POM meningkatkan komunikasi dengan Organisasi-organisasi Apoteker dalam hal penyusunan regulasi ke depannya. "Keenam, mendorong Badan POM menjamin Peredaran dan Distribusi Obat hanya dari Sarana Kefarmasian dan bersikap setara didalam penindakan di semua Sarana terkait obat," tukasnya.
Sementara itu, Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mendesak agar wacana Menkes akan mengambil alih kewenangan Badan POM terkait izin edar obat dihentikan, dibatalkan. Dan pengawasan baik pra pasar dan paska pasar di bawah kendali satu pintu/satu atap, yakni Badan POM.
"YLKI meminta Presiden Jokowi konsisten dengan kebijakan awal untuk memperkuat institusi Badan POM, untuk melakukan pengawasan sampai ke level kabupaten/kota, bahkan kecamatan," pungkasnya.
(mhd)