Papua Harus Merdeka dari Kemiskinan dan Ketidakadilan
A
A
A
JAKARTA - Momentum 1 Desember yang selama ini dianggap sebagai peringatan hari kemerdekaan Papua (West Papua) oleh kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan kelompok pro kemerdekaan Papua lainnya, sudah tidak lagi relevan.
"Momentum 1 Desember adalah agenda para elit (Papua Merdeka) yang terus berusaha memenuhi berbagai kepentingan," kata peneliti dari Papua Center Universitas Indonesia, Bambang Shergi Laksmono, kepada wartawan, Kamis (28/11) siang.
Ia melihat bahwa semangat demo anti NKRI yang dilakukan gerakan Papua merdeka, pada dasarnya dipicu oleh ketidakadilan ekonomi. Kekuasaan politik berujung kekuasaan ekonomi dan sebaliknya.
Lebih lanjut, ia berpendapat bahwa musuh dari Papua itu bukan pemerintah Indonesia. Melainkan kemiskinan dan ketidakadilan. Oleh karena itu, di tengah situasi seperti ini, Bambang menegaskan bahwa bangsa Indonesia tetap harus konsentrasi penuh membangun Papua dalam semua sisi kehidupan warganya. "Peringatan 1 Desember harus menumbuhkan semangat bangsa Indonesia untuk membebaskan orang Papua dari keterbelakangan," ucapnya lagi.
Pendapat serupa juga disampaikan peneliti Papua dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr. Adrianna Elisabeth. Kepada wartawan, ia menyatakan bahwa persoalan mendasar warga Papua bukanlah soal kemerdekaan. Tetapi kesejahteraan, kesehatan dan pendidikan yang harus dicari akar solusinya. Menurutnya, persoalan-persoalan itu harus segera diselesaikan.
Adrianna pun mengakui bahwa kemerdekaan bukan agenda semua orang Papua. "Kalau lihat sejarahnya, kan ada yang pro Indonesia, atau bahkan pro Belanda. Seperti itu,".
Ia menegaskan bahwa urusan kemerdekaan atau referendum seperti yang selama ini diusung OPM atau kelompok tertentu, sudah tidak relevan lago. "Bagi saya soal referendum tidak perlu dibahas, karena sudah selesai dan sudah final (Papua bagian dari Indonesia)," katanya. Meski ia juga menambahkan bahwa ada persoalan HAM yang harus segera direspon dan diselesaikan.
Sementara itu, anggota DPR RI dari daerah pemilihan Papua Barat, Jimmy Demianus Ijie, menegaskan, yang dibutuhkan oleh masyarakat Papua bukan lah kemerdekaan. "Tantangan serius buat Papua sekarang ini adalah bersatu. Negara enggak usah pikirin itu (OPM). Bangun saja kesejahteraan orang Papua. Lama-lama kita bisa merebut generasi Milenial yang belum terpapar ideologis itu," kata Jimmy.
Anggota Komisi V DPR itu menilai, yang dibutuhkan masyarakat Papua adalah merdeka dari kemiskinan dan kebodohan, bukan memisahkan diri dari NKRI.
Jimmy meyakini, peringatan 1 Desember lambat laun akan memudar seiring gencarnya pembangunan di Papua. Untuk itu, dirinya meminta pemerintah serius dalam membangun Bumi Cenderawasih tersebut.
"Makanya menurut saya, pemerintah enggak usah reaktif mengahadapi itu (1 Desember). Tetapi di lain sisi, pemeirintah meningkatkan keseriusannya untuk memperbaiki Papua. Infrastruktur dibangun, pendidikan dibangun, kesehatan dibangun, beri lapangan kerja kepada anak-anak Papua, sekolah kan anak Papua ke perguruan tinggi ternama di Indonesia, ke luar negeri, mereka pintar membangun negeri sendiri, itu makin lama keinginan untuk bicara 1 Desember itu makin pudar," pungkasnya.
"Momentum 1 Desember adalah agenda para elit (Papua Merdeka) yang terus berusaha memenuhi berbagai kepentingan," kata peneliti dari Papua Center Universitas Indonesia, Bambang Shergi Laksmono, kepada wartawan, Kamis (28/11) siang.
Ia melihat bahwa semangat demo anti NKRI yang dilakukan gerakan Papua merdeka, pada dasarnya dipicu oleh ketidakadilan ekonomi. Kekuasaan politik berujung kekuasaan ekonomi dan sebaliknya.
Lebih lanjut, ia berpendapat bahwa musuh dari Papua itu bukan pemerintah Indonesia. Melainkan kemiskinan dan ketidakadilan. Oleh karena itu, di tengah situasi seperti ini, Bambang menegaskan bahwa bangsa Indonesia tetap harus konsentrasi penuh membangun Papua dalam semua sisi kehidupan warganya. "Peringatan 1 Desember harus menumbuhkan semangat bangsa Indonesia untuk membebaskan orang Papua dari keterbelakangan," ucapnya lagi.
Pendapat serupa juga disampaikan peneliti Papua dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr. Adrianna Elisabeth. Kepada wartawan, ia menyatakan bahwa persoalan mendasar warga Papua bukanlah soal kemerdekaan. Tetapi kesejahteraan, kesehatan dan pendidikan yang harus dicari akar solusinya. Menurutnya, persoalan-persoalan itu harus segera diselesaikan.
Adrianna pun mengakui bahwa kemerdekaan bukan agenda semua orang Papua. "Kalau lihat sejarahnya, kan ada yang pro Indonesia, atau bahkan pro Belanda. Seperti itu,".
Ia menegaskan bahwa urusan kemerdekaan atau referendum seperti yang selama ini diusung OPM atau kelompok tertentu, sudah tidak relevan lago. "Bagi saya soal referendum tidak perlu dibahas, karena sudah selesai dan sudah final (Papua bagian dari Indonesia)," katanya. Meski ia juga menambahkan bahwa ada persoalan HAM yang harus segera direspon dan diselesaikan.
Sementara itu, anggota DPR RI dari daerah pemilihan Papua Barat, Jimmy Demianus Ijie, menegaskan, yang dibutuhkan oleh masyarakat Papua bukan lah kemerdekaan. "Tantangan serius buat Papua sekarang ini adalah bersatu. Negara enggak usah pikirin itu (OPM). Bangun saja kesejahteraan orang Papua. Lama-lama kita bisa merebut generasi Milenial yang belum terpapar ideologis itu," kata Jimmy.
Anggota Komisi V DPR itu menilai, yang dibutuhkan masyarakat Papua adalah merdeka dari kemiskinan dan kebodohan, bukan memisahkan diri dari NKRI.
Jimmy meyakini, peringatan 1 Desember lambat laun akan memudar seiring gencarnya pembangunan di Papua. Untuk itu, dirinya meminta pemerintah serius dalam membangun Bumi Cenderawasih tersebut.
"Makanya menurut saya, pemerintah enggak usah reaktif mengahadapi itu (1 Desember). Tetapi di lain sisi, pemeirintah meningkatkan keseriusannya untuk memperbaiki Papua. Infrastruktur dibangun, pendidikan dibangun, kesehatan dibangun, beri lapangan kerja kepada anak-anak Papua, sekolah kan anak Papua ke perguruan tinggi ternama di Indonesia, ke luar negeri, mereka pintar membangun negeri sendiri, itu makin lama keinginan untuk bicara 1 Desember itu makin pudar," pungkasnya.
(pur)