Fahri Hamzah: Stafsus Diharapkan Jadi Etalase Industri Digital

Jum'at, 22 November 2019 - 11:09 WIB
Fahri Hamzah: Stafsus...
Fahri Hamzah: Stafsus Diharapkan Jadi Etalase Industri Digital
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengumumkan tujuh orang staf khusus (Stafsus) yang baru dari kalangan milenial. Mereka adalah Adamas Belva Syah Devara (Pendiri Ruang Guru), Putri Indahsari Tanjung (CEO dan Founder Creativereuneur), Andi Taufan Garuda Putra (Pendiri Lembaga Peer to Peer Lending bernama Amartha), Ayu Kartika Dewi (Perumus gerakan Sabang Merauke), Gracia Billy Mambrasar (Pendiri Yayasan Kitong Bisa), Angkie Yudistia (Pendiri Thisable Enterprise) serta Aminuddin Ma'ruf (Aktivis kepemudaan mahasiswa).

Terkait hal tersebut, Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Fahri Hamzah mengatakan, sebenarnya pekerjaan Stafsus presiden itu bukan pekerjaan yang mentolerir kapasitas yang tidak memadai.

"Itu harus betul-betul orang-orang yang bisa memberikan keahlian, advice serta talenta untuk membantu Presiden," ujar Fahri Hamzah saat dihubungi wartawan, Jumat (22/11/2019).

Karena kata dia, sejarah pengangkatan Stafsus itu harus terdiri dari orang-orang yang punya kapasitas. "Meski itu hak presiden untuk mengangkat staf tapi memang pekerjaan itu pekerjaan cukup berat," ujar mantan pendiri Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Dia berpendapat, Presiden Jokowi tidak punya terminologi lain yang digunakan untuk memilih orang, sehingga menggunakan terminologi staf khusus. "Maka mungkin juga fungsinya dibuat lain," ujarnya.

Dia pun berpendapat, tujuh Stafsus dari kalangan milenial itu semacam etalase yang dalam bahasa umum sebenarnya dianggap sebagai duta dari anak muda milienal.

"Yang oleh presiden punya keahlian tertentu atau prestasi tertentu untuk dikomunikasikan dan mendorong anak muda untuk berkiprah dan berani ambil tindakan maju. Tapi sayangnya semua ini adalah wajah digital," katanya.

Sementara digital itu dianggap bukan persoalan dasar bangsa Indonesia. Dia menambahkan, persoalan dasar bangsa Indonesia adalah sektor riil.

"Apa yang kita produksi sendiri, apa yang kita makan kita pakai, tanam apa yang kita gunakan sehari-hari yang pertumbuhan ekonomi digital tidak menjamin surplusnya sektor produksi. Malah bisa membuat kita menjadi bangsa konsumen," ungkapnya.

Karena ujar dia, industri digital bisa menjadi alat produk asing masif datang ke Indonesia dan mematikan semangat bangsa ini menjadi produsen di negara sendiri. Sehingga, lanjut dia, pertanian, peternakan, kelautan dan perkebunan dalam negeri mengalami kemunduran.

"Itu sebabnya presiden harus memikirkan anak muda ini bisa jadi etalase industri digital, tapi harus ada anak muda yang didorong karena ia jadi petani, entrepreneur sektor manufaktur atau industri riil, sehingga betul-betul kalau dia dimaksud etalase untuk mendorong anak muda maka etalase lengkap tidak sepihak, tidak pincang, tidak maya," katanya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0949 seconds (0.1#10.140)