Munas Golkar Musyawarah Mufakat, Pengamat: Calon Tunggal Dikondisikan untuk Aklamasi
A
A
A
JAKARTA - Hasil Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar memutuskan Munas Partai yang digelar pada 3-6 Desember nanti didorong melalui musyawarah mufakat. Artinya, pemilihan calon Ketua Umum partai pun berpotensi diputuskan melalui musyawarah mufakat.
CEO Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai, sah-sah saja setiap partai termasuk Golkar menempuh jalan musyawarah mufakat dalam mengambil keputusan strategis. Namun, yang bahaya itu adalah calon tunggal, lalu dikondisikan untuk aklamasi.
"Saya belakangan heran, ada yang ganjil beberapa tahun ini, banyak yang tiba-tiba aklamasi, namun ruang kontestasi elektoral di tutup kanalnya," ujar Pangi saat dihubungi Sindonews, Jumat (15/11/2019).
Pangi mengaku tak tahu persis apa yang melatarbelakangi partai politik sehingga tiba-tiba hilang tradisi kontestasi elektoral dengan membuka ruang bagi kader terbaik untuk bisa tampil dan berkontribusi menjadi Ketua Umum Partai. (Baca juga: Golkar Disebut Minim Prestasi, Ini Bantahan Ace Hasan Syadzily )
Dengan demikian, Pangi merasa pesimis dan hampir mustahil bicara optimalisasi dan perbaikan kualitas demokrasi di tubuh partai, jika di internal partai sendiri sudah tenggelam tradisi demokrasi untuk membuka ruang gerak bagi siapapun menjadi nahkoda partai.
"Wajar belakangan negara nampak nampak menentang demokrasi, karena di internal partai mulai tak demokratis," pungkasnya.
CEO Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai, sah-sah saja setiap partai termasuk Golkar menempuh jalan musyawarah mufakat dalam mengambil keputusan strategis. Namun, yang bahaya itu adalah calon tunggal, lalu dikondisikan untuk aklamasi.
"Saya belakangan heran, ada yang ganjil beberapa tahun ini, banyak yang tiba-tiba aklamasi, namun ruang kontestasi elektoral di tutup kanalnya," ujar Pangi saat dihubungi Sindonews, Jumat (15/11/2019).
Pangi mengaku tak tahu persis apa yang melatarbelakangi partai politik sehingga tiba-tiba hilang tradisi kontestasi elektoral dengan membuka ruang bagi kader terbaik untuk bisa tampil dan berkontribusi menjadi Ketua Umum Partai. (Baca juga: Golkar Disebut Minim Prestasi, Ini Bantahan Ace Hasan Syadzily )
Dengan demikian, Pangi merasa pesimis dan hampir mustahil bicara optimalisasi dan perbaikan kualitas demokrasi di tubuh partai, jika di internal partai sendiri sudah tenggelam tradisi demokrasi untuk membuka ruang gerak bagi siapapun menjadi nahkoda partai.
"Wajar belakangan negara nampak nampak menentang demokrasi, karena di internal partai mulai tak demokratis," pungkasnya.
(pur)